Beberapa hari berlalu sejak kejadian tersebut, Felix sudah mampu menata kembali hatinya dan bersikap seperti biasanya. Hal itu membuat Bangchan pun nyaris menangis karena terlampau bahagia. Minho sendiri seperti biasa, menjadi pribadi yang jahil dan cerewet, tak sedikitpun menunjukkan perubahan meski baru saja mengalami hal yang membuatnya syok. Di sisi lain, meski masih terlihat canggung, Felix berusaha sekuat yang ia bisa untuk menanggapi perilaku Minho dengan biasa. Perlahan-lahan ia harus membuang rasa cintanya pada sosok itu, karena itulah yang diminta olehnya. Sedangkan mengenai Changbin, ia pun berusaha keras untuk menerimanya meski laki-laki itu menjadi sedikit lebih dingin dengannya. Tapi Felix paham, ia pantas mendapatkan perilaku tersebut karena ia memang sudah menyakitinya, membuatnya hancur. Sayangnya, ia belum sanggup menyiapkan hatinya untuk mengajaknya berbicara mengenai masalah ini, terlebih mengenai suatu perasaan. Hatinya masih belum selesai diperbaiki, Changbin sendiri pun tampaknya juga begitu. Jadi ia hanya ingin memberi waktu di antara mereka.
Felix kembali melanjutkan latihan bermain pianonya, menekan tiap melodi indah yang menggema di ruang musik. Beberapa menit kemudian ia dapat mendengar suara langkah kaki yang memasuki ruang tersebut, dan saat ia menoleh, ia cukup terkejut mendapati Changbin sudah duduk manis di kursi sebelahnya sambil memegang beberapa lembar kertas berisi not-not balok. Sosok itu melemparkan senyum manisnya dan Felix pun sukses dibuat salah tingkah karenanya.
"Apa kabarmu, hm? Bukankah akhir-akhir ini kita jarang mengobrol?"
Felix mengusap tengkuknya dengan gugup. Suasana benar-benar menjadi canggung sekarang, dan ia tidak menyukai sensasi yang mencekiknya tersebut.
"Ba- Baik. Kau sendiri?" balasnya.
"Aku pun begitu. Senang melihatmu sudah baikan lagi."
Felix masih terdiam. Entah karena sugesti atas perkataan Minho atau bagaimana, Felix merasa jantungnya sedikit berdetak lebih cepat. Benar, mungkin ia hanya merasa gugup karena beberapa hari belakangan tidak berbicara dengan Changbin. Apalagi ia masih dibayang-bayangi oleh kejadian waktu itu, terlebih soal Changbin yang menyatakan perasaannya.
"Ma- Makasih."
Suasana menjadi hening. Felix bahkan tidak memiliki niatan untuk melanjutkan permainan pianonya, sedangkan Changbin sendiri malah memilih untuk berdiam diri.
"Felix."
"Ya?"
"Mungkin Minho sudah memberitahumu."
Kini Felix menoleh ke arah Changbin, bersamaan dengan sosok itu yang juga menoleh kearahnya hingga kedua mata mereka saling bertatapan, mencoba menyelami perasaan masing-masing.
"Boleh aku bercerita?"
Seakan tersihir oleh tatapan Changbin, Felix menganggukkan kepalanya.
"Kau tau, aku mencintaimu tanpa pernah aku sadari sebelumnya. Hanya saja, ketika aku melihatmu selalu akrab dengan Minho, disaat itulah aku mulai menyadari kecemburuanku. Kupikir aku hanya cemburu karena iri sebagai seseorang yang takut kehilangan sahabatnya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai sadar kalau rasa cemburuku bukanlah hanya sekedar iri, tapi karena perasaanku yang menjadi lebih kuat terhadapmu."
Felix masih setia menatap ke arah Changbin meski hanya sisi samping wajah sosok itu yang menyapanya.
"Selama itu Minho selalu menyadarkanku akan arti dari perasaanku sendiri, hingga akhirnya aku paham kalau inilah yang dinamakan cinta. Kau tau, aku takut untuk mengakuinya. Aku takut hancur, sama sepertimu. Tapi menyimpannya terlalu lama juga sama menyakitkannya dengan itu. Aku selalu diselubungi kecemburuan akibat kedekatanmu dengan Minho, terlebih saat aku mengetahui kenyataan kalau kau memang mencintainya. Aku merasa tertampar realita begitu keras."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Not Right, I Know ✔
FanfictionCOMPLETED (Nov. 2020) | STRAY KIDS Kisah tentang cinta yang dipaksa untuk bersatu meski harus menentang waktu dan status [HyunJeong] | [ChanMin] | [ChangLix] | [MinSung]