5

660 62 3
                                    

"Nghhhh.."

Jeongin sedikit menggerakkan tubuhnya, lalu membuka kedua matanya perlahan. Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah terlelap Hyunjin yang hanya ada beberapa centi tepat di depan wajahnya. Hal itu membuat Jeongin tersentak kaget dan tergerak mundur sedikit, sampai akhirnya ia menyadari bagaimana posisinya kini. Duduk di atas lutut Hyunjin, atau dalam artian lain duduk di pangkuan Hyunjin dengan kedua lengan milik laki-laki berwajah tegas tersebut yang bahkan masih sedikit melingkar di pinggang kecilnya. Sedetik kemudian, sensasi panas langsung menyerang wajahnya hingga naik ke telinga, membuatnya memerah sempurna. Bersamaan dengan itu, jantungnya langsung berdetak dengan kecepatan abnormal, menyebabkan rasa sesak merenggut dadanya dan melemaskan setiap otot-otot di tubuhnya.

'Ke-Kenapa rasanya begini? Kenapa jantungku berdetak tak karuan begini hanya karena Hyunjin?'

Jeongin heran. Ia heran kenapa tiba-tiba teman sejak kecilnya itu memiliki aura dan pesona yang sebegitu kuat hingga membuat wajahnya memanas. Mungkin, apa karena ia merasa malu dengan posisinya saat ini? Karena ini pertama kalinya ia berada di atas pangkuan Hyunjin dan sadar, sadar bahwa tubuh Hyunjin yang begitu hangat sudah membuatnya merasa nyaman. Jeongin memperhatikan wajah Hyunjin. Memperhatikan setiap lekuknya. Memperhatikan pipi yang tirus itu. Memperhatikan betapa tegas dan kuatnya rahang yang tengah mengatup itu. Padahal dulu ia menganggap bahwa Hyunjin sangatlah imut dan mungil. Sejak kapan temannya itu sudah tumbuh menjadi laki-laki sedewasa ini? Lagi. Jeongin merasakan jantungnya terlalu cepat berdetak. Lagi. Rasa panas itu memenuhi tiap pori-pori wajahnya. Ia memalingkan wajahnya ke samping dan mencoba bangkit dari tubuh besar itu, sampai akhirnya ia sadar bahwa lututnya terasa amat sangat nyeri.

"Akh!"

'Sial!'

Ia lupa bahwa kemarin dirinya baru saja mengalami kecelakaan terjatuh dari panggung saat geladi bersih. Sungguh naas sekali nasibnya.

Suara pekikan Jeongin membuat Hyunjin terusik dan akhirnya bangun.

"Jeongin?" serunya dengan suara berat khas orang bangun tidur.

Ia mengusap matanya sebentar, dan melihat Jeongin berada di pangkuannya. Sedetik kemudian ia sadar akan keadaan dan buru-buru membawa Jeongin turun dari lututnya untuk duduk di atas kasur.

"Ma-Maaf. Mungkin aku membuatmu merasa tidak nyaman." serunya sambil mengusap tengkuknya, canggung.

Hyunjin langsung bangkit berdiri dengan linglung. Sedangkan Jeongin juga masih terdiam karena berusaha menenangkan jantungnya sejenak, sebelum akhirnya ia bisa mengeluarkan senyuman manisnya.

"Tidak apa-apa, kok. Pasti aku yang manja padamu semalam, kan, hehe." balasnya.

Hyunjin hanya ikut tertawa pelan. Sungguh canggung.

"Ah, ngomong-ngomong, bagaimana kakimu? " tanyanya kemudian sambil kembali duduk di pinggir kasur.

"Masih sakit." balas Jeongin dengan ekspresi murung.

Hyunjin menyentuh kaki kanan Jeongin, mencoba memijatnya pelan. Jeongin memejamkan matanya saat rasa nyeri itu kembali menyerang lututnya.

"Kasihan." gumam Hyunjin pelan, namun Jeongin dapat mendengarnya.

Hanya saja ia tidak tau harus menjawab apa. Ia mengalihkan matanya ke objek lain, sampai akhirnya ia menyadari sesuatu.

"Hyunjin, apa kau belum mandi?"

Hyunjin memiringkan kepalanya karena bingung. Lalu Jeongin menujuk kemeja merah kotak-kotak yang dipakai Hyunjin.

"Itu baju yang kau pakai kemarin, kan?"

It's Not Right, I Know ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang