34. Drama Ibu Hamil

40.4K 3.6K 179
                                        

Berita kehamilan Erina tentu saja disambut dengan antusias oleh dua keluarga yang juga akan mendapatkan dua orang cucu sekaligus. Janin yang dikandung Erina adalah kembar setelah dia melakukan pemeriksaan sekembalinya mereka dari Bali.

Maka dimulailah drama kehamilan Erina. Erina yang dasarnya suka ngegas kini semakin sensitif bahkan dia juga sering sekali menangis yang kadang dia sendiri juga tidak sadar jika bukan Arsa yang menyeka air matanya. Anehnya lagi, saat dia bekerja malah dia sangat ceria dan tidak mengalami mual.

Erina sedang berselancar di media sosial miliknya. Kepalanya bersandar di pundak Arsa, hal itu membuat sebelah tangan Arsa merangkul bahu Erina. Erina itu kalau dicuekin pasti langsung menangis, ucapannya tidak ditanggapi oleh Arsa saja dia bisa marah, padahal biasanya dia bodo amat, toh suaminya itu memang cuek dan pendiam.

"Mas, aku mau roti kukus Srikaya deh, kayaknya enak. Ini liat story temen di instagram." Erina membuka suara. Arsa tidak memberikan tanggapan, biasanya juga istrinya itu suka bercerocos.

"Eh aku mau bitter sweet juga, tapi kayaknya donat juga enak," ucap Erina lagi. Masih tidak ada tanggapan dari Arsa.

Erina menolehkan kepalanya dan mendapati suaminya sedang sibuk menatap layar I-Pad nya. Wajahnya dibingkai dengan kacamata minus.

"MAS!" Erina menyentak tangan Arsa yang ada di bahunya membuat perhatian Arsa teralih.

"Ya?" tanya Arsa dengan lembut. Erina yang terlanjur kesal langsung beranjak berdiri.

"Kamu mah, aku ngomong dicuekin. Kebiasaan banget," gerutu Erina.

"Aku denger, Erina mau dibelikan apa? Roti kukus Srikaya, Bitter sweet, atau ayam geprek?" Arsa bertanya dengan sabar. Tetapi Erina malah menangis. Astaga, Arsa lupa istrinya itu sedang sensitif sekarang.

"Erina.." Arsa meletakkan I-Pad nya di atas meja lalu mendekati Erina yang kini berbaring di ranjang mereka.

"Udah sana kamu kerja aja, aku males sama kamu," usir Erina sambil mendorong pelan tubuh Arsa.

"Maaf ya?" Arsa duduk di sebelah Erina dan mengusap pelan puncak kepala istrinya dengan sayang.

"Sana kamu jauhan, kita musuhan," ucap Erina lalu membelakangi Arsa.

"Gak boleh lah musuhan. Mau dibelikan apa? Atau kita keluar bareng aja malam ini?" Arsa masih mengusap puncak kepala Erina. Suara decakan Erina terdengar, sepertinya wanitanya akan luluh. Erina membalikkan tubuhnya pada Arsa.

"Mau makan malam di restoran Edelweis, habis itu mau belanja kebutuhan dapur sama make up aku," ucap Erina. Tangan Arsa beralih menyeka sisa air mata Erina dengan ibu jarinya.

"Oke. Apa lagi?"

"Udah, itu aja." Erina tersenyum manis membuat Arsa balas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya di kening Erina.

"Yaudah ayo siap-siap."

Erina segera beranjak bangun. Kalau sudah begitu, mau tak mau Arsa meninggalkan pekerjaannya sejenak. Toh Erina memang selalu menjadi pusat perhatiannya.

🍭

Arsa merasakan gerakan di sebelahnya. Saat Arsa membuka matanya, dia mendapati Erina yang berjalan cepat menuju toilet. Arsa ikut beranjak bangun untuk menghampiri Erina. Sepertinya istrinya itu muntah lagi.

Dengan cekatan Arsa memijit tengkuk Erina, sebelah tangannya menahan rambut Erina agar tidak terkena air yang mengalir dari keran wastafel. Erina memuntahkan makanan yang mereka makan beberapa jam yang lalu.

"Mas, pahit." Mata Erina sudah berkaca-kaca. Dia kembali menunduk, kali ini hanya cairan yang keluar.

Selang 10 menit kemudian, Erina keluar dari toilet dengan tubuh lemas. Arsa membantu Erina mendudukkan diri di sisi tempat tidur mereka.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang