Pagi berikutnya, Erina dan Arsa sudah dalam perjalanan menuju lokasi foto Pre-wedding pertama mereka. Buna dan Mamanya Arsa memilih Bogor sebagai destinasi pertama, rencananya juga mereka akan menginap di pulau seribu.
Erina dan Arsa berada di mobil yang sama. Sepertinya para orangtua sengaja melakukannya mengingat calon pengantin itu baru saja berbaikan semalam. Erina menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, matanya mulai terpejam.
Semalam dia harus mendapat omelan dari Papa hingga larut malam, itu karena Chan dan Satria baru kembali ke rumah hampir pukul 12 malam. Jadinya Erina ikut diseret dalam wejangan Papa hingga pukul 2 malam, bahkan Erina sampai tertidur saat Papanya masih berbicara.
"Semalam tidur jam berapa?" tanya Arsa melirik Erina yang sudah terpejam.
"Jam 2 baru balik ke kamar, habis itu jam 4 udah dibangunin Buna siap-siap subuhan," jawab Erina masih memejamkan matanya.
"Yasudah, tidur lagi saja. Turunkan sandaran kursinya."
Tangan Erina bergerak untuk menurunkan sandaran kursi menjadi lebih rendah dan dia mencari posisi yang nyaman. Tepat sebelum kesadarannya mengambil alih, Erina merasakan sesuatu menutupi tubuhnya.
Arsa melirik wajah Erina yang tertidur dengan damai. Setelah menepi untuk menyelimuti tubuh Erina, Arsa menurunkan suhu AC di mobilnya dan menyetel lagu dengan volume rendah lalu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Entah berapa lama Erina tertidur, dia terbangun karena merasakan sedikit guncangan. Erina menolehkan kepalanya pada Arsa yang fokus menyetir lalu tatapannya beralih pada sebuah jaket yang menutupi tubuh atasnya.
"Aduh." Erina meringis saat merasakan kakinya kesemutan.
"Kenapa?" Arsa menolehkan kepalanya pada Erina dengan wajah khawatir.
"Kaki aku kesemutan, kelamaan ditekuk sih pas tidur," jawab Erina lalu dia meregangkan ototnya. Tatapannya beralih pada persawahan di sepanjang jalan.
Erina menurunkan kaca mobil dan angin sejuk langsung menerpa wajahnya. Erina menopang dagunya di jendela mobil.
"Mas Arsa pernah ke sawah?" tanya Erina tanpa menolehkan kepalanya pada Arsa.
"Pernah."
"Aku terakhir kayaknya waktu SMP deh, waktu itu praktek nanam padi kalau gak salah. Kalau mas kapan?"
"Setiap pulang ke Malang, pasti main ke sawah."
Erina menutup kembali kaca mobil lalu menolehkan kepalanya pada Arsa.
"Emang Mama asli Malang?" tanya Erina. Arsa menggelengkan kepalanya.
"Mama asli Semarang, almarhum Papa saya asli Malang," jawab Arsa.
"Oh ya? Kapan-kapan ke Malang dong Mas, udah lama gak main ke sana," ucap Erina. Dulu dia sering ke Malang saat masih awal menjadi pramugari karena Erina pernah berada di Base Surabaya saat masih junior.
"Iya, nanti diajak ke sana."
Erina tersenyum kemudian menopang dagunya dan mengamati wajah Arsa dari samping.
Cakep banget ciptaan Tuhan di sebelah gue ini.
🍭
Erina beberapa kali mengganti pakaian untuk melakukan foto preweddingnya dengan Arsa di hutan pinus. Suasana terasa sejuk dengan kabut yang menutupi sebagian hutan.
"Oke, sekarang pose yang lebih intim lagi. Tangan mbaknya dikalungkan ke leher mas nya, dan tangan masnya di pinggang mbaknya."
Erina bisa gila lama-lama dengan berbagai pose yang sedang mereka lakukan, apalagi posisi mereka sedekat ini. Untung saja ini gaun terakhir yang dia pakai setelah tadi dia memakai setelan santai, pakaian dinas, dan pakaian Bhayangkari nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTIWI
عاطفية#Sequel moveon "Kamu itu, pacaran udah kayak baju, Gonta-ganti terus. Kalau gitu terus nikahnya kapan?" -Raina Azalea Lubis, Ibunda Ratu "Beli sayuran aja dipilih-pilih dulu, kalau bagus baru diambil." -Erina Kartika Pertiwi Nasution, Pramugari Garu...