28. Demi Negara

38K 3.4K 252
                                    

Erina mengerjapkan matanya begitu merasakan cahaya yang masuk. Erina memilih berbalik untuk membelakangi cahaya, membuat selimut yang menutupi tubuhnya tersibak dan menampakkan punggung polosnya.

"Jam berapa Mas?" tanya Erina dengan suara serak khas bangun tidur. Tadi selepas subuh Erina kembali melakukannya bersama Arsa. Emang kecanduan si Batu itu.

"Jam 8, Buna tadi ke sini, ngajak kita sarapan di restoran bawah."

Erina beranjak duduk, masih dengan perasaan tidak sadar, dia merenggangkan otot ya sedangkan Arsa sudah bersandar di dinding sambil menatap lurus Erina.

Erina merasakan angin yang menembus kulitnya, saat itu juga dia tersadar. Tubuhnya masih polos. Erina segera menarik selimutnya.

"Dasar mesum!" Erina melotot pada Arsa. Arsa mengangkat sebelah alisnya. Dia pria normal, disuguhi sebuah pemandangan indah dari seorang gadis... eumm yang sudah tidak gadis lagi, tentu saja membuat Arsa menikmatinya, apalagi dari pasangan halalnya yang seolah masih menyalahkan si suami atas perbuatan baik yang mereka lakukan semalam dan selepas subuh tadi.

Erina segera melilit seluruh tubuhnya dengan selimut dan menatap Arsa dengan pandangan, awas lo ya! Gue balas nanti. Dengan sedikit tertatih karena bagian bawahnya masih terasa nyeri Erina beranjak menuju kamar mandi.

Arsa segera memungut pakaian mereka, sisa kekacauan selepas subuh tadi lalu memasukkannya ke dalam koper dan merapikan tempat tidur mereka yang berantakan. Setelah itu dia mengambil ponselnya yang di charge untuk memeriksa e-mail.

Setengah jam kemudian, Erina keluar dengan wajah yang segar sambil bersenandung. Aroma strawberry langsung memenuhi indera penciuman Arsa.

"Mas kapan masuk kerja?" tanya Erina setelah beberapa menit hening, Arsa mendongakkan kepalanya dan mendapati Erina yang sudah rapi dengan dress selutut berwarna putih dengan motif bunga-bunga.

"Lusa," jawab Arsa dengan santai.

"Hah? Kita gak bulan madu gitu?" tanya Erina yang terlihat kaget. Arsa menghela napas, pekerjaannya sedang banyak.

"Banyak kasus yang harus aku tangani, Erin. Kita bisa berlibur nanti," jawab Arsa. Erina menghela napas, baru sehari menikah, negara sudah mengambil alih masa cuti suaminya. It's okay Erin, lo memang urutan ke sekian.

"Oke." Erina kemudian mengambil hair dryer dan mulai mengarahkan ke rambutnya yang basah. Keheningan mereka terisi oleh suara mesin hair dryer selama beberapa menit.

Setelah memoleskan sedikit make-up, Erina kemudian mengajak Arsa untuk ke restoran hotel yang terletak di lantai dasar. Saat mereka tiba, seluruh keluarga sudah berkumpul, seolah restoran itu milik mereka pribadi karena tidak ada orang lain.

"Berapa ronde semalam, Mas?" tanya Papa Mitsuki begitu kedua pasangan baru itu mendekat. Arsa hanya memasang wajah datarnya, sedangkan Erina langsung salah tingkah. Ke mana sifat petakilan gue?!

"Enak gak, Mas?" kali ini giliran Mama Shansa.

"Enak lah pasti mbak, yang nyosor duluan siapa?" Buna mengerling jenaka.

"Bunaa!" Erina melotot sebal pada Buna dengan wajah memerah. Seluruh keluarga langsung tertawa.

"Aku pengen punya cicit lagi ya. Rasya, kau hamili dia secepatnya supaya dia keluar dari pekerjaannya," ucap Opung.

"Namanya Arsa, Opung, bukan Rasya," koreksi Erina.

"Suka-suka akulah, dia saja tak protes, kenapa kau yang sewot?" balas Opung. Erina menghela napas. Mbuh lah, Opung mah bebas.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang