Jika di trimester pertama kondisi Erina sangat fit saat melakukan penerbangan, tetapi memasuki trimester kedua, Erina mulai merasa mudah lelah. Apalagi perutnya juga mulai membuncit dan kondisinya yang kurang fit karena mengalami mual dan muntah yang hebat.
"Jadi aku resign nya minggu ini Mas?" tanya Erina dengan wajah sendu. Mereka baru saja kembali dari check up rutin dan kondisi Erina tidak disarankan untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan.
Jika kondisinya pulih, maka itu akan menjadi kesempatan terakhir Erina untuk melakukan penerbangan. Memikirkan itu membuat Erina sedih. Tentu saja bukan hal yang mudah mengambil keputusan itu. Tetapi demi anak-anaknya Erina harus mengorbankan pekerjaannya. Dia juga telah berjanji untuk resign.
"Kan buat mereka juga, atau mau cuti aja? Biar nanti bisa kerja lagi?" tawar Arsa. Erina menggelengkan kepalanya. Dia mau mengurus anak-anaknya dengan full.
"Mami kalian galau, nak," ucap Arsa mengusap perut Erina yang telah memasuki minggu ke-18.
"Galau banget." Erina segera meraih tisu dan menyeka air matanya. Belum resign saja dia sudah sesedih ini. Berat.
Erina malah semakin terisak, separuh jiwanya ada pada pekerjaannya. Erina sangat mencintai pekerjaannya. Dia memikirkan perjuangannya untuk masuk sekolah penerbangan, bagaimana pertengkarannya dengan Papa dan Opung demi impiannya.
"Loh? Kok makin parah nangis nya?"
Arsa segera meminggirkan mobilnya lalu menenangkan Erina.
"Pasti bakalan kangen banget kerja, Mas." Erina semakin sesegukan. Arsa dengan sabar menyeka air mata Erina.
"Tapi kalau ikhlas, pasti hadiahnya lebih besar lagi lho. Erin bakalan ketemu sama anak-anak. Tapi pilihan ada pada Erin, mau pilih anak-anak tau tetap kerja aja?"
"Pilih anak-anak lah," jawab Erina, ngegas. Arsa tertawa.
"Yaudah kuatin hati Erin, Mas yakin kok Erina itu bisa, kan mau jadi Hot Mommy."
"Hot Mommy apaan," ucap Erina kemudian dia tertawa salah tingkah. Arsa mengecup kening Erina selama beberapa detik.
"Gak usah sedih terus ya."
"Siap Ayah!"
Erina kemudian menyeka air matanya dan menerima botol berisi air mineral pemberian Arsa. Senyuman manis terukir bibirnya. Erina berusaha menguatkan hati untuk melepas pekerjaannya.
🍭
Sejak bangun di pagi hari, Erina berusaha untuk bersikap ceria. Erina harus melakukan yang terbaik di penerbangan terakhirnya dan hari ini akan menjadi hari yang akan dia kenang.
Dengan seragam ungun kebanggaannya, Erina melangkah dengan anggun menuju ruangan yang di khususkan untuk para awak kabin. Tepat saat Erina mendorong pintu, dia terkejut mendapati seluruh pramugari dan pilot yang tidak memiliki jadwal penerbangan berkumpul.
"Happy Last Flight!" koor mereka dengan kompak. Elias melangkah membawakan sebuah kue tart dengan lilin angka '8' yang menyala.
Tanpa sadar Erina menitikan air matanya.
"Ayo tiup lilinnya."
Erina tersenyum lalu dia meniup lilin dan langsung diikuti dengan tepuk tangan yang meriah. Belum selesai sampai di situ, Sativa mengalungkan sebuah sash kemudian layar proyektor tiba-tiba menampilkan sebuah video maker berisi moment dari awal Erina melakukan test di sekolah penerbangan, hingga dia bekerja di maskapai garuda Airlines. Semuanya terangkum dengan rapi.
Lalu terdapat kesan dan pesan dari rekan seangkatan Erina, senior, maupun junior pramugari dan pilot.
"Baiklah, karena ini Last Flight dari salah satu pramugari kita, maka saya akan memberikan penerbangan ke Singapura. Harusnya sih Eropa saja ya? Atau Amerika, tetapi demi menjaga bayi-bayi yang belum lahir itu agar tetap aman, jadi Erina akan ke Singapura," ucap salah satu Pilot senior.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTIWI
Roman d'amour#Sequel moveon "Kamu itu, pacaran udah kayak baju, Gonta-ganti terus. Kalau gitu terus nikahnya kapan?" -Raina Azalea Lubis, Ibunda Ratu "Beli sayuran aja dipilih-pilih dulu, kalau bagus baru diambil." -Erina Kartika Pertiwi Nasution, Pramugari Garu...