33. Menjemput Bahagia

37.6K 3.6K 228
                                    

Setiap masalah pasti memiliki penyelesaian, sama seperti hubungan Erina dan Arsa yang sempat mengalami masalah. Keduanya kini saling berbaikan.

Setelah pulih dari anemianya, Arsa tiba-tiba saja mengajak Erina untuk berlibur. Anggap saja sebagai pengganti bulan madu mereka. Setelah menikah juga mereka belum pernah melakukan perjalanan bersama.

Erina menikmati suasana bulan madu mereka dengan wajah ceria.

"Mas, mau berenang, ayo dong. Sekalian lihat sunset," ajak Erina sambil menarik sebelah tangan Arsa. Pria itu sedang berkutat dengan Ipad miliknya.

"Tunggu sebentar," jawab Arsa. Sejak mereka tiba di hotel, Arsa sudah sibuk dengan pekerjaannya padahal dia sedang mengambil cuti. Susah memang memiliki suami seorang Abdi Negara.

"Yaudah, aku duluan ya," ucap Erina memilih menyerah. Dia beranjak menuju privat pool lalu melepas jubah mandi yang tadi menutupi tubuhnya, menyisakan bikini berwarna hitam polos yang kontras dengan kulitnya yang putih.

Erina duduk di tepi kolam dengan kedua kakinya yang tenggelam di air. Erina menolehkan kepalanya untuk melihat Arsa bersamaan dengan Arsa yang juga menatap Erina. Tatapan mereka bertemu, dan Erina tahu Arsa kalah saat itu juga.

Erina tersenyum lebar saat melihat Arsa berdiri dari tempatnya.

See? Umpan gue berhasil! Assa!

Erina bersorak dalam hati lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada pemandangan laut yang terhampar luas.

Sebuah tangan merangkul bahu Erina dan menariknya untuk mendekat.

"Sengaja kan kamu?"

Erina terkekeh lalu menyandarkan kepalanya di bahu kokoh suaminya.

"Masnya aja yang mudah dipancing. Lagian siapa juga yang menolak pesona seorang Erina kembarannya Naomi Scott?" ucap Erina sambil mendongakkan kepalanya pada Arsa. Arsa tersenyum. Hanya Erina yang selalu melihat senyumannya, dan hanya Erina juga yang membuatnya tersenyum seperti sekarang ini.

"Kamu beneran mau hamil, Erin?" tanya Arsa. Erina mengangguk setelah terdiam beberapa detik. Arsa mengusap bahu Erina yang terekspos.

"Kenapa? Mas mau kita nanam saham di kolam ini?"

Arsa mencuri satu kecupan di pipi Erina yang bersemu.

"Sekarang, siapa yang mesum?"

Erina cemberut, tetapi dia tidak mengelak. Salahkan Arsa yang selalu minta dikodein sehingga Erina mengeluarkan segala kata mutiara yang menjadi daya tariknya. Jika tidak berkata manis, mana bisa selama ini dia menjadi player sebelum bertemu Arsa?

"Kalau kamu belum siap, tidak perlu terburu-buru," ucap Arsa. Erina menghela napas.

"Aku pasrah aja sih Mas, kalau memang udah di kasih, alhamdulillah, gak nolak, malah senang," jawab Erina.

"Kenapa secepat itu berubahnya?"

Erina mengedikkan bahunya, dia juga bingung kenapa secepat itu pikirannya berubah. Apa mungkin dia telah siap untuk memiliki anak?

Menjadi ibu itu adalah impian setiap wanita yang telah menikah. Kata Buna, ada kebahagiaan lain selain suami jika telah memiliki anak. Pusat dunia kita juga akan terfokus pada anak, berusaha untuk membahagiakan anak serta berbagai perasaan baru yang akan kita rasakan setelah memiliki anak.

"Terus pekerjaan kamu bagaimana?" tanya Arsa. Dia sangat tahu bagaimana Erina sangat mencintai profesinya, bahkan sejak masih SMA Erina sudah berambisi menjadi pramugari.

"Aku akan resign, Mas. Susah sih, tapi mengurangi pekerjaan aku di luar menjadi salah satu usaha aku untuk anak kita kelak. Aku akan melakukan apapun untuk mereka termasuk mengorbankan pekerjaan aku," jawab Erina dengan lancar. Wajahnya juga terlihat serius.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang