20. Turbulensi

28K 3.6K 335
                                    

Bacanya pelan-pelan aja ya gengs biar gak cepat selesainya 🤣 jangan lupa vote dan komentarnya yang ramai biar aku semangat lagi nulisnya 💕

Tandai typo ya!

**

"Susahnya hidup ini." Fito berkacak pinggang melihat banyaknya narkoba di sebuah truk yang seharusnya digunakan untuk mengangkut es kristal.

Bagian lapangan sudah menangani si pengedar narkoba. Mereka berhasil melacak keberadaan seorang bandar narkoba. Setelah salah satu rekannya tertangkap saat hendak melakukan transaksi di Bandara, kini mereka menempuh jarak darat.

"Mulung ganja lagi kita?" tanya Satria ikut berdiri di sebelah Fito.

"Gagal nih makan siang nasi goreng kambing," celetuk Sabri.

"Abang udah janji lho mau traktir," ucap Fito tak terima pembatalan janji makan siang tim mereka yang akan disponsor oleh Sabri. Melihat wajah kecewa Fito, Sabri tertawa sedangkan Satria mulai naik ke atas mobil.

"Si arca hidup tidur lagi?" tanya Sabri mengalihkan pandangan ke mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari truk berisi narkoba itu. Arca hidup yang dimaksud Sabri adalah Arsa.

"Ngapain nanya-nanya?" Arsa turun dari mobil lalu mengambil alih kamera yang sedang dipegang Araz.

"Sana Raz ikut mulung," ucap Arsa lalu mulai mengarahkan kamera pada rekannya yang mulai mengamankan barang bukti.

"Kirain tidur lagi lo, Sa. Lagian tumbenan amat masih pagi udah tidur." Sabri menatap Arsa yang sibuk dengan kamera.

"Nganter calon istri lah dia Bang," jawab Satria. Arsa hanya menarik seulas senyuman, membenarkan ucapan Satria.

"Ini kalau gue colong satu gak ketahuan kan Bang?" tanya Fito dengan iseng yang langsung mendapat jitakan dari Sabri.

"Gaji kita kurang makanya lo mau beralih profesi?" Sabri kemudian memiting leher Fito.

"Ampun Bang Jago, bercanda doang," ucap Fito. Satria dan Araz tertawa-tawa melihat tingkah kedua rekannya.

"Fito ngelawak Sa, lo kok diem aja?" Sabri mengalihkan tatapannya pada rekan satu angkatannya di Akpol.

"Lawakan dia gak lucu," jawab Arsa.

"Level bang Arsa mah beda," komentar Fito. Mereka terus mengobrol sambil memindahkan barang bukti ke dalam box untuk diserahkan ke pihak kantor.

Setelah selesai, mereka masuk ke dalam mobil untuk ke kantor. Waktu makan siang hampir tiba dan sepertinya mereka akan makan di posko lagi.

Arsa memilih memeriksa ponselnya yang sejak tadi dia abaikan. Ada beberapa pesan suara dari Erina, sepertinya dikirim gadis itu sebelum dia berangkat ke Melbourne.

Arsa segera menyambungkan earphone ke ponselnya, tentu saja dia tidak ingin pesan suara Erina didengar oleh teman-teman satu timnya, bisa habis dia menjadi bahan ejekan.

"Arsa, aku lagi nunggu briefing bareng Pusher, tadi udah periksa kesehatan juga terus subuhan. Aku gabut banget."

"Dari semalam aku mellow deh Sa, mungkin karena Pushernya Mbak Widy."

Saat mengucapkan nama Mbak Widy, Erina berbisik pelan agar tidak terdengar oleh orang lain.

"Aku juga gugup, hari ini hari pertama di kelas bisnis, kata Sativa, penumpangnya banyak yang suka ngeyel, Aku ambil sabarnya kamu aja kali ya Sa?"

Gadis itu tertawa, membuat Arsa menarik senyum. Sepertinya sekarang gadis itu masih di udara.

"Apa aku gak usah terbang aja ya? Kita kencan aja yuk Sa. Eh tapi kamu kan kerja, yaudah deh gak jadi, lumayan hari ini ke Melbourne naik Boeing 777."

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang