24. Romance Without Words

30.3K 3.6K 224
                                    

"Eh, cari makan yuk."

Erina, Satria, dan Chan berada di dalam mobil Chan yang terparkir beberapa blok setelah rumah orangtuanya. Napas ketiganya masih terengah, itu karena tadi mereka berlari menuju garasi untuk bersembunyi saat Buna memanggil Papa.

"Mana anak-anak?"

Satria dan Chan langsung merapatkan tubuhnya pada Erina yang ada di tengah begitu mendengar suara Papa. Mereka sedang bersembunyi di samping Jeep milik Papa. Mereka memang sangat segan pada Papa di saat-saat tertentu. Apalagi jika melakukan kesalahan, sudah pasti Papa akan terlihat galak dan itu menakutkan.

"Ada di garasi Bang, ini dapur berantakan banget." Suara Buna terdengar samar.

"Lari." Chan berbisik tertahan dengan nada panik sambil menepuk pundak Erina.

"Siniin kunci mobil lo Chan." Satria mengulurkan tangannya, Chan menyerahkan kunci mobilnya. Untung saja tadi dia belum sempat ke kamarnya untuk menaruh kunci mobilnya.

"Oke. Hitungan ke tiga ya." Chan mengambil ancang-ancang untuk segera berlari.

"Satu.." Chan mulai berhitung

"Tiga!" Satria dan Erina sudah lebih dulu bangkit tepat saat itu pintu penghubung garasi terbuka.

"HEH!"

Seruan Papa terdengar garang, Chan yang panik ditinggalkan oleh kedua kakak laknatnya itu segera bangkit dari posisi jongkoknya dan ikut berlari.

"Ampun Pap, maafin Chan!" seru Chan tanpa menghentikan laju larinya menuju mobilnya. Belum sempat dia membuka pintu, Satria sudah memacu mobil itu keluar dari rumah.

"Woilah! Damn! Sialan kelen!" Chan berlari mengejar mobilnya hingga mobil itu tepat berhenti di depan pagar rumahnya. Chan segera berlari, apalagi seruan Papa kembali terdengar, makin membuat Chan ketar-ketir. Dalam hatinya dia memaki kedua kakak sialannya itu!

"Chandraca! Berhenti kau!"

Makin paniklah Chan, dia semakin mempercepat laju larinya lalu segera masuk ke dalam mobil saat pintu mobil dibukakan Erina, dia masih sempat mendengar seruan marah Papanya dan Pa Imam, satpam di rumahnya. Tetapi Satria kembali melajukan mobil Chan hingga di blok paling depan tepat di depan kediaman Ayah Alfath.

"Ke rumah Ibu aja tuh, aku udah WhatsApp," ucap Erina yang menampilkan chat nya dengan Ibu Kai.

"Gila, mampus kita habis ini," ucap Chan lalu turun dari mobilnya disusul Erina dan Satria.

"Kalian aja, gue ada perlu habis ini," jawab Erina dengan santai, dia baru saja membalas chat dari Arsa dengan singkat.

"Wah pengkhianat lo mbak, Abang juga! Bisa-bisanya gue ditinggal!" Chan melotot marah. Erina membuka pagar rumah Ibu Kai untuk masuk.

"Lagian pergerakan lo lama, ngapain juga lo ancang-ancang lari pake ngitung? Orang tuh kalau udah kepepet ya tinggal lari aja," ucap Erina. Entah ikatan batin Erina dan Satria begitu kuat, mereka langsung berlari saja tadi dan langsung mengucapkan kata 'tiga'.

"Assalamualaikum Ibuuu," seru Erina. Dia bahkan tidak memakai alas kaki. Astaga! Untung saja dia tidak menginjak sesuatu yang menjijikkan atau menyakitkan tadi saat berlari.

"Wa'alaikumussalam, lho? Kok kalian bertiga ke sini? Itu juga kenapa keringetan begitu?" Ibu Kai memperhatikan wajah tiga keponakannya itu.

"Panjang ceritanya Bu, Chan mau minum," ucap Chan. Dia sempat mencuci kakinya lalu masuk ke dalam rumah diikuti Erina dan Satria yang juga mencuci kakinya. Rupanya mereka bertiga tidak memakai alas kaki.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang