12. Masa Lalu

28.3K 3.1K 130
                                    

Waktu masih sekolah, Erina adalah tipe anak yang susah diatur. Erina masih ingat saat dia baru saja tiga bulan di Sma, dia menonjok salah satu kakak kelasnya. Gara, sahabat Langit yang menjadi korban taekwondo Erina karena pria itu memaksa Erina memberikan nomor ponselnya.

Saat itu Erina masuk BK, Buna mengomel panjang lebar sepanjang kooridor dari ruang BK sampai parkiran.

"Maaf tante--"

Suara itu menghentikan omelan Buna yang hendak membuka pintu mobil untuk Erina yang wajahnya sudah tertekuk.

"Iya nak?"

Erina ikut menoleh dan matanya menyipit melihat lelaki yang pernah dia bantu di perpustakaan dan membelikan minuman untuknya di kantin.

"Ponsel tante tertinggal."

Buna menghela napas lega.

"Yaampun makasih ya nak, nama kamu siapa?"

"Sakha, tante."

Hari itu Erina baru mengetahui nama pria itu. Buna merogoh dompet nya dan mengangsurkan dua lembar uang berwarna merah pada cowok itu.

"Tidak perlu tante," jawab Sakha menolak.

"Ambil aja sih kak," celetuk Erina membuat Buna melotot. Sakha hanya tersenyum tipis kemudian dia berbalik pergi.

**

Erina tidak menyukai hujan, bukan benci sampai menyumpahi hujan. Dia hanya tidak suka saja jika sudah terkena hujan, besoknya dia pasti akan pilek.

Sore itu Erina baru keluar dari lapangan indoor selepas latihan taekwondo, saat dia membuka lemari untuk menyimpan seragam taekwondo nya perhatian Erina teralih pada sebuah payung berwarna kuning dan sticky note yang tertempel di tongkat payung lipat itu.

Semoga kamu tidak kehujanan ya.

-A.

Beberapa hari ini Erina sering mendapatkan pesan dari orang asing, awalnya Erina tidak peduli tetapi makin kesini dia jadi penasaran dengan pemilik sticky note kuning ini.

Erina mengedarkan pandangannya tetapi dia tidak menemukan siapapun.

"Yaudah lah, dari pada gue kehujanan sampai gerbang," ucap Erina kemudian menutup lemarinya dan melangkah menuju parkiran karena ajudan Papanya sudah menunggu.

Suara langkah kaki lain yang bergema di kooridor membuat Erina refleks menolehkan kepalanya dan mendapati Sakha berjalan tak jauh darinya.

"Loh? Kak Sakha belum balik?" tanya Erina. Dia ingat pria itu. Ingatan Erina tentang orang lain memang payah tetapi jika seseorang telah menolongnya, Erina pasti akan mengingatnya.

"Baru mau balik," jawab Sakha dengan wajah datar.

"Mbak Erina." Erina menolehkan kepalanya dan mendapati ajudan Papanya sudah berdiri tak jauh darinya.

"Eh Om Tarra, Kak Sakha, payungnya buat kakak aja nih, aku udah ada payung, dah kak." Erina menyerahkan payung kuning itu pada Sakha kemudian dia mengambil payung yang dipegang ajudan Papanya dan berlalu meninggalkan Sakha yang terdiam di tempatnya.

**

Pesan-pesan itu semakin sering datang untuk Erina, beberapa kali dia juga bertemu dengan Sakha membuat Erina menaruh curiga pada Sakha tetapi Erina terus menepisnya. Tidak mungkin Sakha karena mereka saja tidak dekat.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang