23. Perang

29.3K 3.2K 109
                                    

Banyak orang yang mengalami ujian sebelum pernikahan dan Erina sedang mengalami hal itu. Beberapa hari yang lalu dia bertengkar dengan Arsa yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga sering membiarkan Erina yang mengurus persiapan pernikahan mereka. Arsa juga tidak ingin membiarkan Erina, tetapi pekerjaannya harus dia utamakan. Kemudian pecahlah kekesalan yang dipendam Erina.

Disela jam terbangnya, Erina harus mencuri waktu untuk mengurus persiapan pernikahannya sedikit demi sedikit, bahkan dia masih ingat setelah sidang pra-nikah dengan Arsa, sore harinya dia harus terbang ke Palembang dan Aceh.

Erina menatap jari manisnya yang kosong, cincin pertunangannya dia lepas begitu saja dan langsung menyerahkan kembali pada Arsa. Tentu saja keluarganya panik luar biasa, hanya tinggal tiga minggu mereka menikah dan Erina ingin membatalkannya?

"Besok foto pre-wedding kamu sama Arsa, kita ikut bareng Mamanya Arsa, Ayah gak bisa nganter, Satria juga sibuk." Buna duduk di sebelah Erina yang sedang menyantap cookies yang dia bawa dari Surabaya tadi siang sambil menikmati film yang dia tonton.

"Bu--"

"Kamu jangan gila ya mbak mau batalin pernikahan ini, selesaikan masalah kalian saat bertemu nanti, kamu itu lagi dikuasai setan," ucap Buna tak terbantahkan.

"Emang Er temenan sama setan kok," jawab Erina tanpa beban.

"Er! Kamu tuh ya nyahut terus kalau Buna kasi tahu, ngelunjak aja kerjaannya. Buna gak mau terima alasan, selesaikan masalah kalian. Sana kamu masak makan malam, Buna mau isi energi dulu sama Papa, mumpung ini malam jum'at, sunnah." Buna tersenyum lebar lalu beranjak dari tempatnya.

"Ih Buna! Ingat anak udah setengah lusin, mau buat tim kesebelasan memangnya?"

"Bisa Buna pertimbangkan kalau kamu batal menikah dengan Arsa!" jawab Buna membuat Erina semakin kesal. Mana mau Erina punya adik lagi? Awas saja jika Papa kembali menghamili Buna!

Erina memilih beranjak dari tempatnya untuk memasak makan malam. ART yang dipekerjakan Buna memang tidak menginap di rumah ini.

"Kamu tuh ya Mas, aku capek urus semuanya sendirian, kayak aku sendiri aja yang menikah!"

Kilasan pertengkarannya dengan Arsa kembali terngiang. Itu pertama kalinya mereka bertengkar hebat.

"Maaf, pekerjaan saya tidak bisa ditinggal."

Arsa masih berusaha sabar saat itu, tetapi kemarahannya meningkat saat melihat Erina melepas cincin pertunangannya dan melemparnya entah ke mana. Mau hilang pun, Erina tidak peduli.

"Aku udah capek, kita batalkan saja."

"Apa maksud kamu? Setelah sejauh ini, kamu malah mau membatalkannya?! Lagi pula ada tim WO yang membantu mengurusnya."

"Jadi karena ada tim WO kamu bisa seenaknya gini aja mas? Untuk test catering nanti kita juga harus ikut! Tapi udahlah, kamu memang gak pernah peduli!"

Erina langsung turun tanpa menoleh lagi, untung saja mereka sudah tiba di kediaman orang tua Erina saat itu.

"Ayamnya gosong!"

Erina langsung tersentak dari lamunannya dan memeriksa kompornya. Dia bahkan belum menyalakan api dan menaruh wajan di atas kompor.

"Tai lo!" Erina berseru marah pada Satria. Wajah kakak kembarnya itu terlihat kelelahan. Satria tertawa lalu menarik kursi di ruang makan dan mendudukinya.

"Lagian bengong aja. Bahaya tau Er, Arsa aja hampir kena tembak tadi karena gak konsen."

Tubuh Erina terpaku mendengar penuturan Satria, tetapi jelas harga dirinya masih tinggi walaupun dalam hatinya dia khawatir.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang