Erina tiba di Jakarta hampir pukul 11 malam dan hanya disambut oleh Papa karena Buna sudah tidur duluan. Setelah membersihkan diri dan mengganti dress nya dengan piyama bergambar teddy bear, Erina beranjak ke dapur untuk mengambil air minum.
Saat Erina melewati musholla yang terletak di dekat tangga, langkah Erina terhenti melihat Papanya yang sedang sholat. Pasti deh sholat tobat seperti biasa yang Papa lakukan. Sudah Erina bilang kan? Otak Papanya itu selurus jalanan menuju surga.
"Adem banget ya punya Papa yang Sholeh Masya Allah, gak kayak gue yang banyakan Astaghfirullah," gumam Erina kemudian dia meneruskan langkahnya menuju dapur.
Sekembalinya Erina dari mengambil minuman dan menjarah makanan sebagai teman insomnia nya, langkah Erina lagi-lagi terhenti, tetapi kali ini karena panggilan dari Papa.
"Erina," panggil Papa.
"Ya, Pa?"
Tumben jawabnya bener. Gumam Papa dalam hati.
"Papa lagi menahan hasrat ingin begadang sama Buna ya?" tanya Erina karena Papa yang hanya diam.
Gak jadi bener. Ralat Papa dalam hati. Erina memang tidak pernah benar otaknya.
"Ke sini bentar, Papa mau ngomong," ucap Papa.
"Bentar Pa, Er mau wudhu dulu," jawab Erina kemudian dia berbalik, menyimpan gelas dan beberapa cemilannya di atas meja dan berwudhu di toilet dekat dapur.
"Kok wudhu?" tanya Papa dengan kening berkerut bingung. Erina kalau wudhu jika dia ingin sholat saja.
"Erina diikutin setan Pa, jadi harus wudhu dulu sebelum masuk musholla," jawab Erina.
"Kalau gak wudhu?" Papa malah meladeni obrolan absurd putrinya.
"Setannya kepanasan lah Pa," jawab Erina dengan santainya lalu dia mengangsurkan gelas berisi air pada Papanya.
"Papa bacain ayat kursi nih, doa Papa kan cepet sampe di langit," ucap Erina.
"Doa Papa gak sembarangan lho," ucap Papa menatap Erina dengan waspada, entah apa lagi jawaban ngawur yang diberikan oleh sang anak.
"Kali ini bukan doa ketemu sama Dong Wook oppa kok Pa, udah bacain dulu ayat kursi," ucap Erina. Papa menuruti ucapan Erina kemudian menyerahkan kembali gelas itu pada Erina.
"Semoga Dong Wook oppa bisa muallaf biar aku bisa nikah sama dia. Aamiin." Erina langsung meneguk habis air dalam gelas itu. Papa hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Erina. Kenapa pula Papa punya anak seajaib Erina?
"Gimana tadi di Bandung?" tanya Papa setelah Erina selesai meneguk air minumnya.
"Seru, Papa Beni juga ada di rumah Nini lho Pa sama Mamim juga," ucap Erina.
"Oh ya?"
Erina menganggukkan kepalanya lalu mulai menceritakan sidang dadakan dari Papa Beni yang masih saja protektif pada Erina dan juga ajakan resmi dari Arsa.
"Iya, Arsa sudah cerita," ucap Papa begitu cerita Erina selesai.
"Diihh, si Kuda Arsa itu cerita sama Papa?" Erina menatap Papa dengan keki. Kuda Arsa (Kuarsa).
"Iya. Mbak jangan banyak tingkah lho nanti kalau sudah menikah," ucap Papa.
"Aku mati dong Pa kalau gak banyak tingkah," seloroh Erina.
"Lebih kalem dikit Er, Papa aja yang lihat kamu banyak tingkah kok capek. Emang Erina gak capek?"
"Ya enggak lah Pa, mending pecicilan kelihatan bahagia, daripada kalem kayak orang ngenes," jawab Erina.
![](https://img.wattpad.com/cover/233891999-288-k281363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTIWI
Romantizm#Sequel moveon "Kamu itu, pacaran udah kayak baju, Gonta-ganti terus. Kalau gitu terus nikahnya kapan?" -Raina Azalea Lubis, Ibunda Ratu "Beli sayuran aja dipilih-pilih dulu, kalau bagus baru diambil." -Erina Kartika Pertiwi Nasution, Pramugari Garu...