1. Jungkir Balik

56.1K 4.2K 59
                                    

McLaren biru muda milik Erina terparkir rapi di carport. Sang pemilik segera turun dan keningnya berkerut bingung melihat Jeep sang Papa terparkir disebelah mobilnya.

Tumben hari sabtu Papa di rumah.

Erina menggeret kopernya menuju pintu penghubung, langkahnya terlihat anggun dengan suara high-heels yang beradu dengan lantai menjadi pengiring.

Gerakan Erina yang hendak membuka pintu yang menghubungkan carport dengan ruang keluarga terhenti saat telinganya menangkap namanya disebut.

"Yakin Erina mau, Bang?"

Itu suara sang Ibunda tercinta.

"Hanya itu satu-satunya cara agar keluarga kita dengan keluarga Wijaya tetap terjalin dengan baik, Rain. Raina kan tahu bagaimana pengorbanan keluarga Wijaya."

Suara Papa terdengar serius. Pengorbanan apa? Erina menggaruk pelipisnya, pertanda sedang bingung.

"Kalau gitu Abang aja ya yang bicara dengan Erina, tahu sendiri anaknya keras kepala."

Kemudian, hening.

Erina segera mengulas senyuman lebarnya, lalu dengan wajah riang dia membuka pintu penghubung itu. Kedua orangtuanya menoleh.

Papa yang hanya memasang ekspresi datar seperti biasa dan Buna yang terlihat shock lalu detik berikutnya tersenyum lebar.

"Erina pulang, Ibunda, Papahanda," sapa Erina lalu dia meletakkan kopernya di dekat dinding dan mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

"Bukannya baru pulang besok, mbak?" tanya Buna dengan heran.

"Surprise dong, penerbangan ke Singapura gak jadi," jawab Erina. Buna menghela napas lega. Setidaknya, Erina tidak menambah barang branded lagi.

"Erina beliin skincare buat Buna," ucap Erina. Buna tidak jadi lega. Sudah dipastikan sederet barang branded berada di koper sang anak.

"Kamu beli apa lagi, Erina?" tanya Papa. Erina nyengir. Papanya paling tidak suka jika Erina sudah mengeluarkan banyak uang. Itu juga karena Opung Hadi terlalu memanjakan Erina.

"Cuma tas Prada sebiji kok Pa, tenang aja," jawab Erina. Tas Prada sebiji, tapi skincare dan make up nya yang banyak. Hehe. Belum lagi high heels dan kacamata.

Erina gak maksud bohong kok Pa.

"Erina pamit istirahat dulu ya, Bun, Pa, ngantuk banget. Tadi cuma tidur sejam doang di galley," pamit Erina lalu dia mengambil kopernya.

"Hari ini gak ke mana-mana kan Er?" tanya Papa menghentikan langkah Erina. Erina mengangguk.

"Emangnya kenapa Pa? Mau ngajakin Er shoping?"

Buna melotot, sudah tahu Papa paling sensitif masalah shoping, masih saja dipancing. Dasar Erina.

"Ada hal penting yang ingin Papa bicarakan setelah kamu istirahat nanti," ucap Papa.

"Baik Papahanda, selamat pagi."

Erina berbalik, dia menaiki anak tangga sambil mengangkat kopernya. Mbok Min, asisten rumah tangganya sempat menawarkan untuk membawakan koper sang majikan tetapi Erina menolak secara halus. Rasanya tidak sopan saja pada orangtua. Dia juga sudah biasa dalam urusan angkat-mengangkat koper.

Tetapi, perasaan Erina tiba-tiba saja menjadi tidak enak. Apa yang ingin dibahas Papa nya ya? Apapun itu asal bukan pernikahan. Erina masih ingin menghasilkan uang, bebas shoping, dan traveling.

🍀 🍀 🍀

Setelah beristirahat beberapa jam dengan tidur, Erina segera ke lantai bawah untuk membantu Buna yang pasti sedang menyiapkan makan siang.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang