31. Mengaku Salah

31.2K 3.4K 161
                                    

Seharusnya Erina menikmati matahari yang bersiap terbenam dari kabin pesawat dengan bahagia seperti yang biasa dia lakukan, tetapi hari ini pengecualian. Beberapa kali Erina menghela napas berat, sejauh apapun dia pergi, sesibuk apapun dia bekerja, pikirannya tidak pernah tenang.

Entah berapa lama Erina melamun hingga matahari sempurna tenggelam dan meninggalkan kerlip cahaya yang mulai terlihat karena pesawat semakin rendah dan akan segera mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali.

"Are you okay, mbak Erina?" tanya salah satu junior Erina. Erina menyunggingkan senyum, beberapa kali dia memang kedapatan melamun walaupun tidak melakukan kesalahan pada penumpang tetapi itu meresahkan rekannya yang lain. Terlihat jelas jika Erina tidak baik-baik saja.

"Oke kok, cuma agak gak enak aja perasaan ku," jawab Erina tanpa melepas senyumannya.

"Nanti check up aja mbak pas kita sampai," ucap junior Erina lagi. Erina mengangguk mengiyakan.  Tadi sebelum terbang, saat pemeriksaan kesehatan, Erina sudah diperingatkan untuk tidak perlu terbang karena darahnya rendah, tetapi Erina meyakinkan bahwa dia baik-baik saja dan meminum obat yang diberikan.

Kalaupun dia jatuh sakit di Bali, ya tidak apa-apa, dia bisa menjauh sejenak dari Arsa, daripada dia harus melihat sikap dingin suaminya itu.

"Erina!" Geo menarik tangan Erina menuju galley agar tidak menjadi pusat perhatian penumpang.

"Lo sakit? Kenapa ikut terbang sih?" omel Geo. Seburuk apapun hubungan mereka beberapa waktu lalu, persahabatan mereka yang sudah terjalin lama tidak mudah diputuskan begitu saja apalagi sekarang Erina adalah ipar Geo.

"Gue gak sakit Geo," balas Erina dengan santai. Geo menghela napas, sekali keras kepala tetap keras kepala.

"Nanti gue temenin ke Rumah Sakit, pihak maskapai udah kirim surat rujukan, kalau perlu nanti gue urusin surat sakit lo," ucap Geo. Tangannya bergerak memegang kening Erina, panas.

"Lo demam, Er," ucap Geo.

"Iyaa, nanti kita ke RS bareng, puas lo?" Erina menatap Geo dengan sebal. Geo mengusap pundak Erina.

"Gue balik ke dalam dulu," ucap Geo yang diangguki Erina.

Bahkan Geo lebih peduli dari Arsa yang notabene suami gue. Erina tersenyum getir. Dia mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh.

"Erina? Sabuk pengaman lo, bentar lagi kita mendarat," ucap Gayatri saat mendapati Erina yang masih berdiri dengan linglung.

"Eh, iya Ya," jawab Erina lalu dengan sigap dia duduk dan memakai sabuk pengamannya.

🍭

Geo mengusap wajahnya, perasaannya gusar. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja Erina pingsan sesaat sebelum dia turun dari pesawat. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Erina terserang Anemia dan dehidrasi ringan. Saat Geo hendak mengabari keluarganya di Jakarta, seorang suster memberitahu Geo jika Erina sudah siuman.

Geo segera bergegas masuk dan mendapati Erina yang terbaring lemas. Erina tersenyum tipis, untung saja lipstik nya masih bisa menutupi wajah pucatnya.

"Lo anemia dan dehidrasi ringan, tapi malah maksa terbang?" Geo menatap Erina tidak habis pikir.

"Anemia dan dehidrasi juga bisa menyebabkan kematian kan, Ge?" tanya Erina dengan polos.

"Er!"

Erina tertawa kecil lalu dia memukul pelan bahu Geo dengan tangannya yang bebas.

"Jangan bilang sama keluarga di Jakarta ya? Biar gue aja yang ngabarin mereka, gue juga pengen pengakuan dosa," ucap Erina. Geo mengangguk, dia yakin hubungan Erina dan Arsa sedang tidak baik, tetapi Geo tidak mau ikut campur.

PERTIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang