2.0 | Boleh Foto?

296 236 658
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Kiri, Bang!"

Tangan terulur memberikan uang. Baru selangkah turun dari mobil yang mengantar—angkot—tiba-tiba ...

"Neng! Uangnya kurang seribu!"

Ugh! Memalukan. Icah merogoh sakunya heboh, sedang Imah memandang malas. Sudah kubilang di awal, uangnya kurang! Demikian maksud tatapannya.

"Mah, jangan diem aja, dong! Ada seribu gak?" Imah memberikan koin seribu. Patah-patah Icah memberikanya pada Pak Supir. Imah masih menatapnya dengan tatapan yang sama.

"A-apa?" Icah mulai terganggu dengan tatapan Imah yang tak kunjung berpaling.

"Ish!" dengus Imah memalingkan wajah. Benar-benar, orang di hadapannya ini! Icah melengos tak peduli, memperbaiki jilbabnya yang miring lalu melangkah mantap melewati gerbang. Disusul Imah yang berpangku tangan.

Bukan, bukan ... hari ini bukan hari pertama mereka menginjakkan kaki di SMA Lintas Cahya. Bukan pula hari pertama melakukan MOS. Hari ini, hari pertama pelajaran akan dimulai. Gerbang sekolah berwarna hitam dengan tinggi 1,5 meter itu dilalui dengan mudah. Tentu saja, Imah dan Icah tidak berminat menjadikan terlambat masuk dan memohon-mohon pada Pak Satpam sebagai rutinitas.

Terpampang di mading, nama-nama murid dan kelasnya. Pagi ini, mading itu dikerumuni banyak murid. Tentu saja mereka memiliki tujuan yang sama. Icah mendengus, kalau begini Ia tidak akan bisa masuk ke kelas. Bagaimana mau masuk, tau kelasnya saja tidak. Seketika terlintas ide yang cemerlang, lampu menyala di atas kepalanya. Imah yang hafal betul tingkah laku seseorang disebelahnya merasakan firasat buruk.

"AIR PANAS! AIR PANAS!! PUNTEN AKANG TETEH! PERMISIII!!"

Tuh, kan.

Icah memecah lautan manusia. Oke, ini berlebihan. Hanya segelintir manusia. Sekejap, keremunan itu berhamburan, kalang kabut. Dengan senyum penuh kemenangan, Icah mencari kelasnya.

"Wuu! Budayakan ngantri dong!"

"Gak sabaran banget, sih!"

Sorak-sorai jengkel mulai terdengar. Akhirnya sadar juga itu hanya tipuan.

"Salah sendiri kenapa pada lari. Sekarang itu, ngandalin kerja keras doang, mah, gak guna! Kerja cerdas, dong!" ucap Icah bangga sambil berlalu menghampiri Imah yang sengaja menjauh dari mading. Malu.

"Aku kelas IPA 3. Kamu kelas mana, Mah?" tanya Icah yang dibalas dengan wajah heran Imah.

"Kamu gak cari kelas aku?"

"For what? Punya tangan, punya kaki, punya mata. Masih berfungsi, digunakan, dong!"

"Oke, hubungan kita END."

"Canda atuh, Mah!" Icah nyengir sedang Imah berusaha mati-matian memupuk kembali kesabarannya. "Sekelas lagi kita. Aih! Sama Mamah lagi! Aku bukan anak kecil lagi, Mamah! Gak perlu atuh sampai ikutin aku terus, sekelas dari segede upil sampe sekarang. Aku bisa jaga diri, kok, Mah. "

Hide N SeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang