10.0 | Anakmu

163 120 438
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Ya ampun, Mah. Dari tadi gak selesai-selesai gambarnya," ucap Icah yang baru selesai mandi. Sejak bangun tidur sampai sekarang, teman sekamarnya ini selalu duduk di meja belajar. Bukan untuk belajar atau mengerjakan PR, tapi membuat sketsa. Bising disekitar tak dipedulikan. Seolah tak terdengar apa-apa di telinganya. "Mandi dulu, woy! Aku gak mau ya, telat gara-gara kamu."

"Berisik."

Icah memutar bola mata kesal. Diingetin bukannya berterima kasih. "Lagian buat apa, sih? Biasanya gak pernah gambar pagi-pagi."

"Namanya juga udah buat kesepakatan," jawab Imah tak mengalihkan pandangan.

"Kesepakatan? Kesepakatan apa?" Icah mendekat dengan kerutan di dahi yang nampak jelas. "Wah! Kamu gak cerita! Kesepakatan apa, hah! Jawab!"

"Kenapa harus cerita? Emang kamu siapa?" sahut Imah tak berniat menjawab.

"Anakmu."

"Ck! Udah, gak usah ganggu!" usir Imah. Icah mengerucutkan bibirnya. Lagi-lagi seperti ini.

----

"Alhamdulillah! Si Mamang angkot langsung berangkat. Kalau enggak, udah pasti telat!" cerocos Icah setelah memasuki gerbang sekolahnya. Sedangkan Imah tak banyak bicara. Tepat sebelum lorong kelas, Imah berbelok. Berlari kecil menuju suatu tempat.

"Lha? Siapa yang Mamah, siapa yang anak, sih! Perasaan aku gak merasa dijaga, deh. Justru aku yang jaga. Dasar, Mamah!" Icah menggerutu sambil memaksa kakinya mengikuti Imah. Awas aja kalau Icah telat masuk kelas karena harus menghampiri Imah. Dijamin, gak akan utuh kepala Imah.

Icah terus membuntuti Imah. Sesekali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Sepuluh menit lagi bel akan berbunyi. Untunglah, ia tak kehilangan jejak Imah.

"Ngapain si Mamah ke taman?"

Langkahnya terhenti sesaat setelah melihat Imah menemui seseorang. Di taman itu, ia tak sendiri. Mulut Icah terkatup, niatnya untuk memanggil diurungkan. Kakinya tak lagi berniat menghampiri. Entah mengapa suasana hati Icah berubah. Ia kesal tanpa tau sebabnya. Berpikir seharusnya ia terus menuju kelasnya.

"Kak Hadza lagi rupanya."

----

Keberuntungan memihak pada Imah dan Hadza. Mereka berhasil masuk kelas tanpa hukuman. Entah janjian atau bagimana, kedua guru yang harusnya menghadiri kelas Hadza dan Imah tidak masuk. Jadilah murid-murid dengan bebas keluar masuk kelas.

"Ya ... akhirnya aku tanda tangani. Tadi pagi, baru aja aku kasih sketsanya," jelas Imah mengakhiri ceritanya. "Dah. Utang aku udah lunas."

"Kenapa gak cerita dari kemaren-kemaren?" tanya Icah berusaha mengubur perasaan aneh yang tadi dirasakan.

Hide N SeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang