Original pict: mine
•••
Tempat ini sepi, seolah tak berpenghuni. Terlihat tenang dan damai. Namun nyatanya, tanah ini menyimpan air mata. Batu-batu dengan ukiran kata tertancap di salah satu sisi setiap gundukan. Angin menerpa mencoba membawa pergi puing-puing kesedihan. Nihil. Kesedihan akan selalu ada di tempat ini. Semakin menumpuk, dipupuk setiap orang yang berkunjung.
Tangan seorang wanita mencabut tumbuhan liar yang dengan kurang ajarnya tumbuh di sini. Kemudian menebar kelopak-kelopak bunga. Ya, ini lebih baik daripada rumput-rumput itu. Matanya sendu dan berkaca-kaca. Hati gundah, banyak yang sudah ia pendam selama ini. Tak kunjung ia keluarkan. Sebenarnya, ia hanya tak punya tempat untuk mengeluarkan, melampiaskan, menumpahkan.
Ya, tidak ada.
Bahkan di tempat ini pun, isak tangis dan keluhnya pasti mengganggu mereka yang tertidur, bukan?
Helaan napas terdengar.
"Anakmu baik, sangat baik. Dia tumbuh menjadi gadis yang ceria. Meski ia tak tau kamu, ia selalu mengingat dan merindukanmu," ujar wanita itu. "Dia juga cantik ... sepertimu."
Wanita itu mengusap sudut mata yang basah.
"Ia tumbuh dengan baik. Meski tanpa dirimu. Apa itu artinya ... aku sudah menjadi pengganti yang baik?"
Suara yang bergetar itu terdengar pedih menusuk hati. Seolah ada sesuatu yang tidak dapat terucap. Seperti rasa sakit dan takut. Entah apa penyebabnya.
"Maaf." Setelah menghela napas, ia melanjutkan. "Aku baru mengunjungimu. Ehm, tapi ... kamu tak akan merasa kesepian kan? Karena di sampingmu selalu ada ...." Wanita itu kembali memberi jeda, membiarkan ucapannya tergantung di udara. Seolah sulit untuk mengucapkan. Cukup lama ia menahan suara. Tak ingin membuat semakin lama menunggu, wanita itu melanjutkan.
"... suamimu."
Entah sudah berapa kali, ia menatap ukiran kata pada batu. Mengusapnya penuh kerinduan. Hatinya kembali membaca kata yang tertulis.
Yuna Gunawan,
Meninggal 11 Januari 2005.Perih kembali terasa. Helaan napas kembali ia keluarkan. Berbalik, menatap lama gundukan tanah di sebelah makam sahabat baiknya. Kata demi kata yang ia siapkan selama perjalanan, kabur entah kemana. Meninggalkan wanita itu dengan kebisuan. Jahat sekali, padahal ia yakin akan mengucapkan itu. Lagi dan lagi, bibirnya kelu.
Ghali Ganendra Aquela,
Meninggal 11 Januari 2005.Helaan napas kembali terdengar, lebih kasar dari sebelumnya. Meskipun hatinya terasa hangat. Mata wanita itu tak menunjukkan tanda akan berpindah. Seolah yang dilihat bukanlah gundukan tanah, melainkan wajah. Ya, wajah laki-laki yang menjadi pemilik hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide N Seek
Ficção AdolescenteKetika dunia mengajakmu bermain, dan kamu dituntut untuk mencari. Pencarian yang justru membawa pilu. Apakah kamu akan ikut bermain? Sayangnya, kau tak diperbolehkan menolak. _____ Cepat bersembunyi, dunia sedang mencari pemain baru. ••• Start: 01/0...