Ketika dunia mengajakmu bermain, dan kamu dituntut untuk mencari.
Pencarian yang justru membawa pilu.
Apakah kamu akan ikut bermain?
Sayangnya, kau tak diperbolehkan menolak.
_____
Cepat bersembunyi, dunia sedang mencari pemain baru.
•••
Start: 01/0...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Original pict: mine
•••
"Pokoknya jangan pernah lupakan kita, ya!" Dua orang gadis itu melambaikan tangan pada seorang gadis yang membawa koper. Ia membalas pula dengan lambaian dan senyuman indah.
Tiba-tiba, hitam ...
"Aku mencintaimu, Ghali."
Suara itu ... menelusup masuk ke telinga. Suara milik gadis pembawa koper tadi. Mengelus wajah laki-laki di hadapannya. Mereka saling bertatap mesra. Tiba-tiba, dari arah berlawanan seorang gadis datang menarik tangan laki-laki itu. Membawanya pergi ... tak kembali. Sekeras apapun gadis koper itu meminta, berteriak memanggil namanya, laki-laki itu tak pernah kembali. Ia lebih suka dengan gadis baru yang menariknya.
"Lihat saja, dunia tidak akan memihakmu!"
Kembali, hanya hitam memenuhi pandangan. Tiba-tiba saja sebuah mobil terlihat. Pengemudinya adalah laki-laki yang nampak sedang tertawa bersama gadis di sampingnya. Tawa itu lenyap, kala sebuah mobil datang dari arah berlawanan dan menabraknya ...
... dengan sengaja.
"AAAAAAAAA!!!" . .
"Hah ... Hah ... Hah ...."
Apa itu tadi? Mimpi buruk itu terasa nyata. Kenapa tiba-tiba mimpi itu datang lagi?
"Bunda? Bunda kenapa?" tanya Yera dengan tatapan khawatir. Ini pertama kalinya ia melihat Bunda sangat kacau. Napas yang tersengal, badan terus bergemetar, keringat mengalir di dahi, mata melotot seolah melihat hal yang sangat menakutkan. Bahkan, Yera yang melihatnya pun merasa sangat takut. Segera ia keluar dari kamar dan mengambil segelas air putih.
Bunda mencoba mengendalikan diri, mengatur napasnya. Meyakinkan bahwa itu hanya ilusi. Ya, tidak nyata. Mata kini menyorot sendu. Kenapa tiba-tiba ia bermimpi seperti itu? Perasaannya tidak tenang. Seolah hal buruk akan terjadi. Bunda menengadahkan wajah, berusaha agar air mata tidak jatuh.
"Tolong jangan datang lagi. Aku akan menjaganya dengan baik. Jangan datang lagi. Akan kulupakan dia. Jangan hantui aku lagi."
"Minum dulu Bunda," ucap Yera menyodorkan gelas. Bunda menerimanya sambil terus membisu. Namun terlihat lebih baik, sudah lebih tenang. "Bunda kenapa? Tadi Bunda teriak, Yera kaget banget. Terus Yera ke sini."
"Enggak, Bunda gak apa-apa, kok. Cuman capek aja jadi berhalusinasi," jawab Bunda memaksa tersenyum. Percayalah, Yera tak semudah itu dibohongi. Umurnya 14 tahun, sudah cukup untuk mengerti bahwa Bunda sedang berbohong. Yera masih saja khawatir. "Udah, Bunda gak apa-apa. Sana lanjutin mainnya." Bunda menenangkan. Akhirnya Yera bangkit dan keluar dari kamar Bunda, menutup pintu dan menatap sedih.
Sepeninggal Yera, Bunda kembali merebahkan tubuh. Melihat sebuah kotak coklat di atas lemari. Ia menatap lamat-lamat beberapa saat. Akhirnya ia beranjak mengambilnya. Kotak itu dikunci. Bunda merogoh saku dan mengeluarkan beberapa kunci. Mencari kunci yang ia tandai dengan huruf 'I'. Ketemu, Bunda membukanya. Perlahan mengeluarkan beberapa buku yang telah terkunci bertahun-tahun. Satu kesamaan dari buku-buku itu, di cover depan tertera dengan jelas 'Imah's Sketchbook'.