"Apa maksudmu dengan ke dua puluh lima kehidupan, Carmina?"
Carmina membulatkan matanya dan menoleh. Ia melihat Norrix yang berdiri sambil melipat kedua tangannya. Carmina meneguk ludahnya. Ia mengira jika Norrix kesal dengannya dan pergi dari laboratorium. Carmina menundukkan kepalanya, habis sudah.
Norrix segera berjalan menghampiri Carmina dan mengangkat kepalanya dengan lembut. "Apa maksudmu dengan ke dua puluh lima kehidupan? Apakah ini ada hubungannya dengan ilmu pengetahuanmu itu? Jawab aku, Carmina,"
"Jika aku mengatakan yang sebenarnya, apakah kau akan membunuhku? Seperti yang kalian lakukan pada Carmina, mantan penyihir agung yang juga pernah menjadi ketua menara sihir," ucap Carmina lirih. Norrix bahkan hampir tidak bisa mendengar suaranya.
Norrix menyipitkan matanya. Norrix kemudian teringat dengan salah satu penyihir agung yang terkenal, Carmina. Ia mati di usia dua puluh empat karena dibunuh. Tidak ada yang tahu mengapa ia bisa dibunuh. "Jangan bilang jika penyihir agung Carmina yang meninggal beberapa puluh tahun yang lalu adalah dirimu? Bagaimana bisa? Kau tidak menua sama sekali,"
Carmina mendesah, pasrah dengan takdirnya. "Norrix, aku adalah Carmina. Seorang perempuan yang sudah terlahir kembali sebanyak dua puluh lima kali dan akan selalu mengalami kematian yang mengenaskan sebelum ia berumur dua puluh lima tahun. Tidak ada orang lagi selain diriku yang memiliki nama Carmina di dunia ini. Aku telah terlahir di berbagai macam kerajaan dengan nama yang sama,"
"Pasti itu berat untukmu," ucap Norrix. Carmina terkejut mendengar jawaban Norrix. Belum pernah ada orang yang mengatakan hal itu sebelumnya. Tanpa sadar Carmina meneteskan air matanya, rasa sesak di hatinya mulai terasa kembali.
Norrix memeluk Carmina. "Apakah itu alasan kenapa kau tidak ragu untuk meminum air sungai itu? Tapi kau tidak perlu berbuat seperti itu. Kau seperti menyiksa dirimu sendiri, Carmina. Tidakkah kau mencoba untuk menghentikan itu?"
"Kau pikir aku tidak pernah mencobanya? Aku sudah berusaha untuk menghentikan kutukan ini, Norrix! Sudah dua puluh kali aku mencoba menghentikannya. Tapi, aku sama sekali tidak mendapatkan apa pun. Pada akhirnya aku akan mati dengan cara yang paling kejam yang pernah ada," jawab Carmina.
Carmina kemudian kembali memuntahkan darah. Carmina mendelik ketika melihat itu. "Ap- apa yang terjadi? Aku kira Phantom Eye tidak sesulit itu untuk disembuhkan. Mengapa hal ini bisa terjadi?"
"Carmina! Astaga, lebih baik kau beristirahat terlebih dahulu. Apa lagi kau menggunakan tubuhmu sendiri untuk percobaan. Aku masih tidak bisa mengerti jalan pikiranmu, Carmina. Lalu jika kau berpikir aku akan membunuhmu, maka hal itu tidak akan pernah terjadi. Siapa orang konyol yang akan membunuh orang hanya karena dia terlahir berkali-kali?" Norrix mendesah.
Norrix kemudian mengangkat tubuh Carmina menuju kamarnya yang berada di sebelah ruangan kerjanya. "Beristirahatlah terlebih dahulu. Sepertinya kau sudah berhasil membuat ramuan obat. Tapi mengapa kau masih mengalami muntah darah?"
Carmina menggeleng. "Aku sudah mengeluarkan parasit yang ada di tubuhku, tapi sepertinya aku masih harus berjuang lebih keras lagi. Norrix, aku sudah membuat catatan tentang ramuan obat itu. Kau bisa menyuruh para penyihir untuk mulai membuat ramuan obat itu. Setidaknya kita harus bisa mengeluarkan parasit itu dari tubuh mereka,"
"Gerard! Calla! Tolong buat ramuan obat ini dan berikan kepada mereka yang terkena penyakit Phantom Eye. Ini adalah catatan yang sudah dibuat oleh Carmina," ucap Norrix sambil menyerahkan kertas-kertas itu.
Calla mengernyitkan dahinya. "Apakah kau sudah sangat yakin jika ini akan menyembuhkan mereka? Bagaimana jika kita malah dihukum oleh kerajaan karena membuat obat yang salah?"
"Carmina meminum air sungai itu dan menggunakan dirinya sendiri sebagai percobaan. Dia mengatakan jika dia sudah bisa mengeluarkan parasit itu dari dalam tubuhnya. Namun, dia masih memuntahkan darahnya. Dia mengatakan jika dia masih harus berjuang lebih keras lagi," jawab Norrix.
"Apa? Carmina sengaja meminum air sungai itu dan menjadikan dirinya sendiri sebagai percobaan? Seumur hidupku aku tidak pernah bertemu dengan orang yang seperti itu. Entah dia gila atau memang sangat berdedikasi dengan pekerjaannya," sahut Gerard.
Calla berdecak mendengar kata-kata Gerard. "Hei, jangan mengatakan hal itu. Carmina benar-benar berjuang untuk menyembuhkan penyakit itu sedangkan yang kita lakukan di sini hanyalah diam dan berharap seseorang bisa menemukan obatnya,"
"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Memang kita tidak bisa dibandingkan dengan Carmina. Ia berani mengambil risiko sebesar itu, kita bahkan tidak memiliki info apa pun tentang penyakit ini," Gerard mendesah.
"Nama penyakit itu adalah Phantom Eye. Seperti yang tertulis di sana, penyakit itu berasal dari parasit yang masuk ke dalam tubuh dan melukai organ-organ dalam. Sepertinya Carmina sudah bisa mengeluarkan parasit itu, tapi organ dalamnya terlanjur terluka. Padahal belum sehari dia meminum air sungai itu," jelas Norrix.
Calla mendelik. "Dia bisa mengetahui nama penyakitnya secepat itu? Apakah Carmina pernah belajar di kerajaan lain? Walaupun agak kesal, tapi aku mengakui jika ilmu pengobatan di kerajaan kita sangat tertinggal. Carmina bahkan langsung bisa membuat obatnya dengan sangat cepat, berbeda dengan kita,"
Norrix tersenyum sedih. "Dia mengalami banyak hal yang menyakitkan hingga bisa berada di posisi itu. Kita harus menghargainya karena bisa bertahan sejauh ini. Dia bisa saja membunuh dirinya sendiri setelah mengalami hal-hal berat itu,"
Gerard menatap Norrix dengan tatapan jahil. "Kau mengatakan hal itu seolah kau sudah benar-benar mengenalnya. Apakah kau tertarik dengannya? Akhirnya bosku ini akan menikah. Kita bisa bebas, Calla!"
Calla dan Gerard langsung berpelukan dan Norrix menatap mereka dengan tatapan aneh. Tidak dipungkiri, Norrix merasa ada yang aneh di hatinya setiap ia menatap gadis itu. Norrix tahu jika ia mulai tertarik dengan Carmina, tapi entah mengapa selalu ada rasa sedih yang mengiringinya setiap ia menatap Carmina.
Norrix masuk ke dalam kamarnya dan menyadari jika Carmina telah tertidur. Norrix tersenyum dan mengusap rambut Carmina. Namun, Norrix bisa merasakan suhu tubuh Carmina yang sangat panas. Dengan panik, Norrix segera mengambil ramuan obat dan memberikannya pada Carmina yang masih tertidur.
"Astaga, hampir saja jantungku keluar dari tubuhku. Apakah kau sudah benar-benar pasrah dengan hidupmu, Carmina? Apakah kau tidak pernah menyadari jika ada orang yang menyayangimu? Bahkan orang itu sangat dekat denganmu," ucap Norrix.
Norrix kemudian bangkit dari kursinya dan kembali ke ruangan kerjanya. "Calla, Gerard, tolong carilah informasi tentang semua orang yang bernama Carmina. Cari hingga yang ada di kerajaan lain. Aku tidak peduli jika orang itu sudah meninggal atau belum,"
Calla dan Gerard hanya mengangguk, tidak mempertanyakan perbuatan Norrix. Norrix kemudian kembali ke kamarnya dan membaca buku. Norrix menunggu Carmina untuk bangun. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin Norrix tanyakan pada Carmina.
"Norrix.. Kenapa kau tidak beristirahat? Aku tahu kau juga lelah,"
Norrix terkejut dan langsung menghampiri Carmina. "Bagaimana keadaanmu? Tadi kau sempat demam, dan aku sudah memberikanmu obat. Apakah suhu tubuhmu masih tinggi?"
Norrix segera memegang dahi Carmina. Mereka berdua merasakan sengatan saat kulit mereka saling bersentuhan. Norrix segera melepaskan tangannya. "Syukurlah, kau sudah tidak demam. Tapi kau masih harus beristirahat,"
"Kau juga harus beristirahat, Norrix. Aku tidak pernah melihatmu beristirahat sejak kau datang kemari. Kau juga harus memperhatikan dirimu sendiri. Aku akan segera mencari penginapan, kau tidur saja di sini,"
Carmina beranjak dari tempat tidurnya dan Norrix menahannya. "Hei, kau kira aku tidak memiliki rumah? Kamar ini hanya aku gunakan jika aku ingin beristirahat saat aku bekerja. Tidak usah mencari penginapan, kau bisa menginap di rumahku selama yang kau mau. Aku juga tidak yakin uang yang kau bawa cukup untuk membayar penginapan,"
Carmina terkekeh. "Baiklah. Terima kasih, Norrix,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade [END]
FantasyCarmina Sharpe selalu memiliki nasib yang menyedihkan. Ia akan mati dengan mengenaskan, lalu hidup kembali. Situasi itu terus terulang tanpa henti. Carmina tidak mengerti mengapa ia terus mengalami hal itu. Namun, Carmina tetap mencoba untuk menjala...