dua belas

231 49 4
                                    

"Carmina! Carmina! Bangun! Apakah kau bermimpi buruk?" pekik Nora.

Carmina terkesiap dan membuka matanya. Ia kemudian melihat Nora yang menatapnya dengan khawatir. Carmina menyadari jika mereka masih berada di kereta kuda. Carmina menghembuskan napasnya dan menatap Nora.

"Aku memang selalu bermimpi buruk, Nora. Ini adalah hal biasa," jawab Carmina.

Nora menatap Carmina dengan tatapan terkejut. "Apakah ini karena masalah keluargamu itu? Apakah kau tak berniat menyembuhkannya? Aku dengar ada seseorang di kerajaan yang bisa menyembuhkan trauma,"

Carmina tersenyum kecil. "Ini bukanlah sebuah trauma yang bisa disembuhkan. Aku sudah hidup berdampingan dengan trauma ini sejak aku lahir. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku karena aku sudah terbiasa dengan ini,"

"Tapi aku tidak ingin melihatmu seperti itu, Carmina! Kau adalah orang baik yang sudah membantu banyak sekali orang. Kami semua bisa sembuh karenamu, mana mungkin aku bisa melihat penyelamatku memiliki hidup yang seperti itu?" ucap Nora.

"Sudah aku katakan jika ini bukan trauma yang bisa disembuhkan, Nora. Suatu hari, aku yakin kau pasti mengerti kenapa aku membiarkan hidupku seperti ini. Ini semua.. tidak semudah yang kau bayangkan," balas Carmina.

Carmina yakin Nora pasti mengerti saat Carmina telah meninggal. Lalu Nora pasti akan melupakannya seperti orang-orang lain yang ada di masa lalunya. Pada akhirnya, Carmina hanyalah seseorang yang pernah lewat di kehidupan mereka.

Carmina kembali teringat dengan mimpinya itu. Pantas saja dia merasakan sesuatu yang familiar ketika dia bersentuhan dengan Norrix. Siapa sangka jika laki-laki itu adalah cinta pertamanya yang benar-benar menghancurkannya.

Carmina ingat di kehidupan keempatnya dia kembali ke desa itu dan ia tidak dapat menemukan Norrix di mana pun. Padahal yang ingin Carmina dengar hanyalah permintaan maaf dari laki-laki itu. Carmina tahu jika kekasih liciknya yang mengendalikan Norrix hingga membunuh Carmina.

"Carmina, aku rasa kau butuh istirahat. Maaf jika kakakku menghancurkan perasaanmu. Aku tahu dia seharusnya tidak mengatakan hal-hal seperti itu," ucap Nora menyesal.

Carmina menepuk-nepuk kepala gadis yang seumuran dengan Zero itu. "Tenang saja. Itu bukan masalah yang besar. Terkadang manusia membuat kesalahan,"

Mereka kemudian sampai di kastel Zayne. Carmina pergi ke kamarnya dan merebahkan badannya di ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar yang dipenuhi oleh motif matahari dan bulan. Dia masih terkejut karena bertemu dengan cinta pertamanya yang terlahir kembali bahkan memiliki nama yang sama.

"Norrix.. kenapa kau sama sekali tidak mengatakan apa pun saat itu? Kenapa kau mau-mau saja kembali ke desa bersama perempuan itu dan meninggalkanku sendiri di sana? Kenapa kau melakukan hal itu?"

Carmina tahu itu sia-sia jika ia menanyakannya pada Norrix. Laki-laki itu telah terlahir kembali dan memiliki nasib yang lebih baik. Sedangkan Carmina masih terjebak dalam penderitaan yang tidak berakhir.

"Bisakah aku mempercayainya? Tidak ada yang tahu dia akan berkhianat seperti dulu,"

Carmina memegang dadanya yang terasa sesak. Seberapa keras pun Carmina mencoba, laki-laki itu memang selalu diam di dalam hatinya. Walaupun Carmina melupakan namanya, dia masih mengingat dengan jelas rasa cintanya pada laki-laki itu.

"Aku tak pernah berharap untuk dicintai olehmu. Aku bahkan mendukung hubunganmu dengan perempuan itu. Aku tahu jika kau dikendalikan olehnya, tapi kenapa kau tidak minta maaf? Jika saja kau meminta maaf saat itu, mungkin saja aku akan memaafkanmu,"

Carmina mengusap matanya yang mulai basah. Carmina ingat saat dia terlahir kembali di kehidupan keempatnya. Walaupun dia berada di tubuh seorang bayi, Carmina tetap berusaha untuk mencari Norrix.

Carmina memang bodoh, sangat bodoh. Dia masih tidak percaya jika laki-laki yang ia cintai itu membunuhnya. Carmina berharap jika itu semua hanyalah mimpi. Namun, kenyataan menamparnya dengan sangat keras.

Carmina terisak. "Aku sangat mencintaimu, benar-benar mencintaimu. Hingga aku berharap jika itu semua hanyalah mimpi. Aku bahkan tidak percaya ketika gadis kecil itu mengatakan bahwa kau memang benar-benar membunuhku,"

Carmina kembali bertemu dengan gadis kecil yang menangis itu. Namun, gadis itu telah menjadi orang dewasa. Dia sendiri tampaknya tidak mengenali wajah Carmina walaupun wajahnya tidak berubah sama sekali.

"Lalu kenapa kini kau terlahir kembali dan menolongku? Apakah ini semua hanya tipu dayamu? Apakah kau berbuat baik agar bisa menyakitiku lebih dalam, Norrix? Apakah kau akan membunuhku lagi seperti dulu?"

Norrix yang hendak meminta maaf pada Carmina terpaku di depan pintu kamarnya. Tentu saja, Norrix mendengar semuanya dari awal. Norrix sendiri masih berusaha untuk meyakinkan dirinya dengan apa yang diucapkan Carmina.

"Jadi orang yang dia cintai lalu membunuhnya itu adalah aku?" Norrix menahan rasa sesak di dadanya. Norrix berusaha menepis hal itu tapi ia dikejutkan dengan suara tangisan Carmina. Tangisan gadis itu benar-benar menyayat hatinya.

Norrix menatap kedua tangannya dan memegangnya. "Apakah orang itu benar-benar aku? Atau jangan-jangan Carmina salah mengingat orang? Bisa saja ada orang lain bernama Norrix, bukan? Ya, itu kemungkinan yang sangat besar,"

Norrix mengenggam erat buku yang ada di tangannya. Itu adalah buku yang ia yakini memiliki hubungan dengan kelahiran kembali Carmina. Norrix menguatkan hatinya dan mengetuk pintu kamar Carmina.

"Carmina? Aku ingin meminta maaf," ucapnya pelan.

Carmina tersentak dan segera menghapus air matanya. Ia membuka pintu kamar dan melihat Norrix yang menatapnya dengan tatapan bersalah. Mata Carmina kemudian tertuju pada buku yang dibawa oleh Norrix.

"Ah, masuklah. Aku yakin ada hal lain yang ingin kau bicarakan denganku," Carmina mengabaikan rasa sakit yang terus mendera hatinya setiap ia melihat wajah Norrix.

Norrix mengangguk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Carmina. "Aku ingin meminta maaf. Aku tahu jika aku sangat tidak berhak untuk menghakimimu karena aku tidak pernah berada di posisimu,"

"Tidak apa, orang lain pasti akan berpikir sepertimu," jawab Carmina.

Norrix kemudian mendesah dan memberikan Carmina sebuah buku yang terlihat sangat tua. Carmina membulatkan matanya ketika menyadari jika huruf yang digunakan itu sama dengan huruf yang ada di nisan itu.

"Aku sendiri tidak mengerti tapi sejak kecil aku bisa membaca huruf aneh ini. Banyak orang percaya jika huruf ini sudah sangat tua dan punah. Namun, entah mengapa aku bisa membacanya dengan mudah. Buku ini menceritakan tentang seorang malaikat dan iblis yang jatuh cinta," jelas Norrix.

Carmina terkejut. Malaikat dan iblis? Jangan-jangan dua orang bersayap yang ia lihat itu adalah malaikat dan iblis yang diceritakan dalam buku itu? Carmina langsung merebut buku itu dan membacanya dengan sangat cepat.

"Carmina? Kau juga bisa membaca huruf itu? Bagaimana bisa?" tanya Norrix.

Carmina meletakkan buku itu di meja setelah selesai membacanya. Ia mendesah dan menatap langit-langit. "Aku pernah melihat malaikat dan iblis ini di dalam mimpiku. Sepertinya aku tahu mengapa aku mendapat penderitaan ini,"

Norrix tersentak. "Kau pernah melihat mereka berdua? Aku bahkan mengira jika itu hanyalah cerita fiksi! Astaga, jadi kisah mereka itu benar-benar nyata,"

"Sepertinya aku dihukum karena memergoki mereka berdua. Pada akhirnya mereka berdua berpisah bukan? Tapi jujur saja sepertinya buku ini tidak menceritakannya secara lengkap. Ada sesuatu yang masih disembunyikan," ucap Carmina.

"Tunggu, kita bisa membahas hal itu nanti. Yang ingin aku tanyakan, kenapa kau bisa membaca huruf itu? Aku bahkan menemui banyak orang dan tidak ada satu pun di antara mereka yang mengetahui huruf itu. Apakah kita berasal dari tempat yang sama?" tanya Norrix.

"Entahlah. Yang jelas dulu aku adalah pelayan dari iblis itu," jawab Carmina serius.

Saudade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang