dua puluh enam

184 49 2
                                    

Carmina menatap pemakaman kedua orang di depannya. Siapa sangka mereka akan mati sebelum Zero berhasil membunuh mereka. Carmina tertawa kecil dan menoleh ke arah Zero dan Leeta yang sedang berbicara.

"Selamat, akhirnya kau sudah resmi menyandang gelar Baron Sharpe," ucap Leeta.

Zero menatap kakaknya itu dengan tatapan tidak percaya. "Selama ini kakak pergi ke mana? Lokasi kakak dan kak Carmina sangat sulit ditemukan!"

Leeta berdecak pelan dan menatap Carmina. Carmina terkekeh dan menyentil kepala Zero. Zero langsung terdiam. Carmina memberikan sedikit kekuatannya kepada Zero agar ingatan adiknya itu kembali.

"Apa itu tadi? Aku adalah raja iblis?" tanya Zero kebingungan dan Leeta mengangguk.

"Sial, kenapa dia menjadi lambat seperti ini? Rasanya saat dia masih kecil dia tidak seperti ini." keluh Carmina sambil menatap Zero yang sedang kebingungan.

"Entahlah, mungkin dia terlalu lama menjadi manusia dan membuatnya lupa dengan kekejamannya dulu. Bahkan dia mendapat julukan raja kehancuran. Zero benar-benar gila setelah mengetahui kematianmu," ucap Leeta.

Carmina mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak menyangka dia akan tumbuh seperti itu. Saat kecil dia benar-benar anak yang sangat baik dan sangat suka menempel padaku. Siapa sangka dia akan mendapat julukan seperti itu.

Zero memegang kepalanya yang sakit dan menatap Carmina dengan mata yang berkaca-kaca. Ia kemudian segera memeluk Carmina dengan erat dan menangis. Carmina memutar matanya, kenapa laki-laki di sekitarnya suka sekali memeluknya sambil menangis.

"Apakah kau merindukan kakakmu ini? Pasti kerajaan iblis sepi tanpaku, bukan? Karena aku lebih cerewet darimu, walaupun aku akui kau juga sangat cerewet. Tapi aku tidak tahu bagaimana kehidupanmu setelah aku mati," ucap Carmina.

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu dengan sangat mudah? Aku benar-benar merasa sakit hati karena selama ini mereka mengatakan jika kau hanya sedang pergi ke dunia manusia. Saat aku akan dinobatkan menjadi raja, Leeta memberikan surat itu padaku dan aku benar-benar hancur saat itu," ujar Zero.

Leeta menghembuskan napasnya. "Kau pikir aku tega mengatakan pada anak berusia tiga tahun jika kakaknya meninggal dengan sangat mengenaskan? Sayapnya dipotong, dipaksa meminum air suci, sial, aku saja tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya disiksa seperti itu,"

Carmina terkekeh. "Lebih sakit lagi ketika kau berusaha menahan teriakanmu karena kau tidak mau menjatuhkan harga diri iblis. Aku yang mantan ratu iblis saja tidak bisa menyiksa orang sekejam itu,"

Zero menatap Carmina. "Aku sudah mendatangkan kiamat bagi dunia malaikat. Aku tidak pernah berhenti sebelum dunia mereka benar-benar hancur. Aku harap itu semua bisa membalaskan dendamku pada mereka,"

"Tentu saja. Bahkan para malaikat selalu kabur saat bertemu iblis karena kekejamanmu itu. Sayang sekali aku tidak bisa melihatnya secara langsung karena aku masih mencari Carmina di dunia manusia," desah Leeta.

"Kalian benar-benar kejam. Yah, mau bagaimanapun begitulah sifat alami iblis. Aku yakin aku adalah penguasa yang memiliki waktu menjabat paling sedikit. Entah kenapa itu terdengar sangat konyol," Carmina tertawa pelan.

Leeta menatap Carmina. "Walaupun sebentar, tapi bangsa iblis benar-benar berterimakasih padamu. Mereka bahkan menulis di buku sejarah jika kau adalah penguasa yang membuat mereka semua bisa hidup dengan damai,"

Zero mengangguk setuju. "Ayah dan ibu benar-benar merasa kehilanganmu. Ibu akan menangis setiap malam karena teringat dengan dirimu. Saat itu aku masih sangat kecil, jadi aku tidak mengerti kenapa ibu menangis seperti itu,"

"Jangan ingatkan aku tentang ayah dan ibu. Kalian tidak tahu bagaimana rasa bersalahku pada mereka karena aku gagal menjaga dunia iblis. Lagi pula semuanya sudah berlalu, di kehidupanku yang ini kita bertiga adalah saudara," sahut Carmina.

"Zero, apakah kau sudah menemukan Senka, Everit, dan Rosary? Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mereka. Saat itu Carmina pergi dengan sangat cepat dan aku kehilangan jejaknya. Jadi aku berusaha untuk mencarinya," ucap Leeta.

Zero mengangguk. "Mereka tinggal bersama, berbeda dengan kalian yang sudah mengenali dunia luar. Mereka tidak mungkin berani berpetualang seperti kalian. Apa lagi Carmina tinggal di desa yang sangat jauh,"

Carmina mengangkat bahunya. "Aku hanya mencari desa yang tidak sengaja aku temui. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku bisa pergi sejauh itu. Padahal aku hanya berjalan selama satu minggu,"

"Kau kan memang aneh. Sampai detik ini pun aku masih tidak mengerti cara berpikirmu. Kau sangat tidak tertebak dan memendam pikiranmu sendiri. Itu benar-benar membuatku kewalahan saat masih menjadi pelayanmu," ucap Leeta.

"Betul, dia merelakan dirinya menjadi bahan siksaan para malaikat sialan itu. Padahal kau bisa meminta tolong pada ayah dan ibu untuk melawan malaikat. Kekuatan kita tidak kalah dengan para malaikat," lanjut Zero.

Carmina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Belum ada beberapa bulan aku menjadi penguasa dunia iblis dan aku sudah membuat malaikat berperang dengan iblis. Menurutmu apa ayah akan menyukainya? Tentu saja tidak, bukan?"

Zero mendesah. "Tentu saja ayah tidak akan menyukainya. Namun, ayah lebih tidak menyukai melihat anaknya mengorbankan dirinya dan kehilangan nyawa karena hal itu,"

Mereka bertiga kemudian naik ke kereta kuda dan kembali ke kastel Sharpe. Entah sudah berapa lama Carmina tidak melihat kastel itu. Sejujurnya tidak ada yang istimewa dengan kastel itu. Pada akhirnya Carmina akan melihat kastel itu akan hancur menjadi debu.

Mereka akhirnya tiba dan masuk ke dalam. Carmina terkekeh ketika mengingat bahwa Leeta terus memperhatikan dirinya di mana pun ia berada. Carmina awalnya tidak peduli dengan Leeta dan menganggap jika adiknya itu hanya penasaran dengan apa yang dilakukannya.

"Carmina? Leeta? Kalian kembali! Sebenarnya kalian pergi ke mana saja selama ini?" tanya Senka penasaran dan Carmina menatap kakaknya itu.

"Aku pergi ke sebuah desa yang sangat jauh dari sini dan bekerja sebagai orang yang mencari tanaman obat," jawab Carmina.

Leeta berdehem. "Aku pergi menjelajah dari satu desa ke desa lainnya. Dari dulu aku sangat ingin melakukan hal itu,"

Carmina menyenggol bahu Leeta dan menatapnya dengan penuh arti. Leeta memang sangat pandai membuat kebohongan. Padahal alasan sebenarnya adalah Leeta pergi mencarinya ke mana pun ia pergi.

"Aku benar-benar merindukan kalian. Apakah kalian tidak tahu bagaimana khawatirnya kami ketika mengetahui kalian pergi sendiri? Kalian bahkan tidak memberitahu kami ke mana kalian pergi!" pekik Everit.

"Saat itu aku sedang terburu-buru. Aku sudah sangat muak dengan ayah sehingga yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara keluar dari rumah ini," jawab Carmina.

Mereka berenam kemudian duduk di sofa dan menatap satu sama lain. Carmina meminum teh yang disajikan dan menatap mereka. Tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu.

"Aku tidak menyangka ayah akan mati secepat itu. Walaupun aku sangat kesal dengan perlakuannya dulu tapi kini aku tidak memiliki pilihan lain selain memaafkannya karena dia sudah meninggal," gerutu Rosary.

"Ayah akan menyiksaku setiap dia mengetahui jika aku berusaha mencari informasi tentang kalian. Entah apa yang ada di pikirannya hingga dia berani mengambil keputusan tak berperasaan seperti itu," celetuk Zero.

Senka mendesah. "Biarkanlah, semua itu sudah berlalu. Aku sangat bersyukur kita semua bisa kembali dengan keadaan yang baik-baik saja. Posisiku sebagai kakak tertua membuatku tak bisa berhenti memikirkan kalian.

Mereka berenam kemudian melanjutkan obrolan mereka. Carmina menatap langit yang berubah warna menjadi kemerahan dan berharap semuanya akan tetap baik-baik saja.

Saudade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang