sebelas

241 54 2
                                    

Carmina tahu di mana ia berada. Ini adalah kehidupan ketiganya, di mana ia pertama kali jatuh cinta dengan laki-laki tapi berakhir bertepuk sebelah tangan. Carmina menatap dirinya di air, wajahnya sangat mudah tersenyum saat itu.

"Carmina! Apakah kau tidak tahu jika aku benar-benar panik saat kau menghilang? Lain kali jangan bepergian ke tempat yang jauh!" pekik seorang laki-laki.

Carmina menatap laki-laki itu dan mendesah pelan. "Ini bukan tempat yang jauh. Ini adalah tempat favoritku jika aku sedang ingin sendirian,"

"Tetap saja! Aku benar-benar takut karena kau tidak pulang ke rumah padahal hari sudah sore. Siapa yang menyangka jika kau tertidur di lembah ini,"

"Aku sangat menyukai lembah ini. Hei, apakah kau sudah mencoba meminum air sungai di lembah ini? Rasanya sangat menyegarkan! Aku yakin kau akan menyukai tempat ini!" balas Carmina semangat.

Carmina tahu jika semua ini adalah semua kenangannya dahulu. Entah mengapa dari sekian banyaknya kenangan buruk Carmina kembali memimpikan laki-laki itu. Apakah mungkin karena dia adalah cinta pertama Carmina? Carmina tidak mengerti.

"Carmina, kenapa kau sangat menyukai lembah ini? Tidak ada yang istimewa dengan lembah ini. Aku bisa mencarikan tempat yang lebih baik dari pada ini,"

Carmina mengangkat bahunya. Gadis remaja itu menatap kabut yang mulai muncul. "Ada sesuatu di sini yang membuatku tertarik, sejak pertama kali aku menemukan tempat ini aku seolah sudah terikat dengan tempat ini."

Laki-laki itu terdiam dan berdiri dari sana. Mata Carmina terus menatap laki-laki seumurannya itu. Carmina bisa merasakan debaran di jantungnya. Bahkan setelah enam abad, Carmina tahu jika masih ada rasa cinta itu di hatinya.

"Carmina, siapa yang memiliki nisan ini? Aneh sekali. Jarang ada orang yang menguburkan mayat di sini. Ini kan tempat yang sangat sulit dikunjungi. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh orang yang menguburnya?"

Carmina berdiri dan menghampiri laki-laki itu. Carmina terkejut ketika melihat sebuah nama yang sangat ia kenal ditulis di nisan itu. Laki-laki yang ia sukai itu mungkin tak bisa membacanya, tapi Carmina bisa. Di nisan itu tertulis namanya dengan bahasa yang ia sendiri tidak ketahui.

"Carmina? Mengapa kau menatap nisannya seperti itu? Apakah kau bisa membaca tulisannya? Aneh sekali, aku benar-benar tidak bisa membacanya,"

Carmina masih membatu di tempatnya. Carmina melupakan kenangan ini, dan ia baru menyadarinya sekarang. Carmina tahu seseorang tidak mungkin menguburkan mayatnya di sana. Saat itu Carmina baru meninggal sebanyak dua kali, dan ia tinggal di kerajaan yang berbeda.

Laki-laki di sebelahnya terus memanggil Carmina tapi gadis itu masih terdiam di tempatnya. Sungguh, Carmina benar-benar melupakan memorinya tentang ini. Memori yang Carmina ingat selama ini hanyalah tentang siksaan selama hidupnya.

Carmina menyentuh nisan itu dan sekelebat bayangan langsung memasuki ingatannya. Ia bisa melihat seorang laki-laki bersayap putih dan seorang perempuan bersayap hitam yang sedang berpelukan. Carmina terkesiap.

Sepertinya dia benar-benar melupakan tentang hal itu karena dia masih sakit hati dengan cinta pertamanya itu. Carmina menatap nisan itu dengan tatapan kosong. Apakah dia dihukum karena mengetahui kisah cinta dua makhluk bersayap itu?

"Carmina, apa yang kau lakukan? Ayo kita pulang sekarang. Hari sudah sore. Jika kita diam di sini hingga malam kita akan bisa pulang,"

Tangan Carmina ditarik oleh laki-laki itu dan mereka kembali ke desa mereka. Beberapa tahun kemudian terlewati. Carmina melihat wajah laki-laki yang ia cintai selama beberapa tahun itu. Seorang perempuan cantik merangkul tangannya dan laki-laki itu tersenyum.

Ah, Carmina sudah kebal dengan hal itu. Dia tahu jika laki-laki itu tidak akan pernah menyukainya. Perhatian yang dia tujukan selama ini hanyalah perhatiannya sebagai teman dekat. Dia sama sekali tidak pernah memandang Carmina.

Carmina berusaha menahan rasa sakit di dadanya. Perempuan itu menyadari tatapan sedih Carmina dan tersenyum sinis. Beberapa saat kemudian Carmina kembali ke lembah itu. Carmina tahu beberapa saat lagi adegan kematiannya akan terulang.

Laki-laki itu mengajaknya ke lembah dan mereka duduk di sana. Carmina tidak menyadari jika ada yang aneh dengan laki-laki itu. Carmina buta akan cintanya dan tidak menyadari jika laki-laki itu membawa pisau di tangannya.

Laki-laki itu kemudian segera menusuk dada Carmina dengan tatapan kosong. Air mata Carmina terjatuh ketika laki-laki itu menusuknya. Dia memperdalam pisau itu membuat Carmina memuntahkan darah dari mulutnya.

Air mata Carmina mengalir dengan deras. "Kenapa? Kenapa kau melakukan hal ini?"

Carmina terjatuh dan melihat perempuan yang merupakan kekasih laki-laki itu muncul dari balik pohon. Laki-laki itu terkejut dengan perbuatannya sendiri dan langsung berdiri. Carmina terdiam dalam posisi telentang dan menatap mereka berdua.

"Carmina! Kita harus segera pergi ke tabib desa! Aku yakin mereka bisa menyembuhkanmu! Ayo kita pergi sekarang Carmina!"

Perempuan itu tertawa dengan keras. "Hei, kau sendiri yang membunuh perempuan jalang ini dengan tanganmu sendiri. Untuk apa kau berusaha membawanya ke tabib?"

Carmina menatap laki-laki itu dengan tatapan terluka. "Kenapa kau harus melakukan hal ini? Aku sangat menyayangimu, tidak, aku sangat mencintaimu,"

"Hei, sayang sekali dia tidak mencintaimu, Carmina. Sejak awal kalian memang tidak pernah ditakdirkan untuk bersatu. Sadarlah Carmina, dia memang terlalu sempurna untukmu. Seharusnya kau mencari laki-laki lain,"

"Kenapa kau mengatakan hal itu pada Carmina?! Apa kau yang membuatku membunuh Carmina? Kau sangat jahat,"

Carmina tidak pernah merasa sehancur ini. Dia sangat mencintai laki-laki itu. Carmina bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan laki-laki itu. Carmina bisa menerima jika laki-laki itu tidak mencintainya. Namun, ini semua terlalu kejam.

Perempuan itu kemudian menarik tangan laki-laki itu dan membiarkan Carmina tergeletak dengan darah yang terus mengucur. Carmina terkekeh. Untuk pertama kalinya ia merasakan sakit hati yang luar biasa.

Carmina memejamkan matanya, menunggu saat-saat napasnya akan berhenti berhembus. Lembah ini, lembah yang sangat ia sukai, menjadi tempat peristirahatan terakhirnya. Lucu sekali.

"Carmina! Aku mohon! Buka matamu! Aku berjanji akan menolongmu!"

Carmina membuka matanya dan melihat seorang gadis kecil yang menatapnya dengan mata bergetar. Carmina sudah mulai kehilangan kesadarannya tapi gadis kecil itu terus meneriakkkan namanya.

"Ini semua karena mereka! Kau tidak pantas menerima hukuman sekejam ini! Kenapa kau harus menanggung semua ini demi kita?!"

Hati Carmina terasa sangat sakit ketika dia mendengar hal itu. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia katakan tapi hatinya terasa sangat sakit. Gadis itu terus duduk di sampingnya sambil menangis. Carmina bahkan tidak mengenal siapa dia.

"Norrix... kenapa kau melakukan hal ini?" desis Carmina dengan suara lirih.

Gadis itu kemudian diam di sana hingga Carmina menghembuskan napas terakhirnya. Sepertinya ia tahu jika membawa Carmina ke desa itu sia-sia. Dia akan segera mati di perjalanan karena jaraknya yang begitu jauh.

Carmina kemudian bisa melihat tubuhnya yang terbaring di tanah. Carmina teringat dengan kata-kata yang ia ucapkan tadi dan terkejut. Kenapa tiba-tiba dia mengatakan nama penyihir aneh itu?

Carmina merasakan sakit yang menghantam kepalanya. Carmina langsung terduduk dan memegang kepalanya. Ah, benar. Laki-laki yang ia cintai itu bernama Norrix. Entah mengapa ia memiliki wajah yang sama persis dengan si penyihir itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

Saudade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang