dua puluh tujuh

180 45 0
                                    

Carmina memandang matahari yang mulai terbenam. Ia kemudian menatap kamarnya yang sudah lama ia tinggalkan. Rasanya aneh. Carmina sendiri tidak tahu kenapa ia merasakan hal itu. Entah kenapa, semuanya terasa aneh.

Carmina masih penasaran apakah Norrix masih memiliki keinginan untuk menghentikan hukumannya karena dengan mendengarnya saja sudah terasa mustahil. Carmina juga tidak tahu apa yang akan dilakukan setelah hukumannya berakhir.

Leeta mengatakan jika jiwanya bisa saja kembali ke dunia iblis karena dia memang berasal dari sana. Namun, ada sesuatu di hati Carmina yang membuatnya tak ingin menjadi iblis lagi, walaupun ia akui jika kekuatan iblisnya sangat menguntungkan.

Ia menghembuskan napasnya dengan kencang dan melihat pemandangan. Carmina kembali teringat kenangannya bersama Norrix. Mereka pertama kali berciuman saat matahari sedang terbenam.

Carmina kemudian tersentak. "Astaga, apa yang aku pikirkan? Dari banyaknya momen kami kenapa aku harus teringat dengan kenangan yang itu?"

Carmina kemudian tertawa kecil. Perasaannya pada Norrix tidak pernah hilang walaupun ia tidak ingat dengan masa lalunya. Namun, Carmina sadar jika segala sesuatu tidak bisa ia paksakan. Norrix masih seorang malaikat.

"Takdir benar-benar mempermainkan kita berdua, Norrix. Dia membuat hati kita berdua patah dan membuat kita mendapat kenangan buruk seperti ini. Entah apa yang direncanakan olehnya sehingga dia mempertemukan kita kembali," ucapnya parau.

Carmina bisa mendengar gelak tawa saudara-saudaranya. Ah, Carmina juga ingin bisa tertawa bebas seperti itu. Namun, hukumannya ini membuat hatinya menjadi mati rasa. Ia hanya bisa bersedih sepanjang hidupnya.

Carmina memejamkan matanya dan kembali teringat dengan Norrix. Norrix memang sudah menjadi bagian dalam hidup Carmina. Sangat sulit baginya untuk melupakan cinta pertamanya itu. Apa lagi dengan benang takdir yang terus mengikat mereka.

Dulu Norrix sangat pandai membuat Carmina tertawa. Ia akan melakukan apa pun agar perempuan yang ia cintai itu bisa bahagia. Saat Carmina sedang marah, kecewa, dan sedih, maka Norrix akan menenangkannya.

Tiba-tiba saja Carmina berharap agar Norrix bisa membuatnya berhenti mendapatkan hukuman itu. Bohong jika ia bilang jika dia masih bisa menjalani delapan kehidupan lagi. Carmina sudah sangat lelah. Ia bahkan tidak tahu apa lagi yang akan dilakukan para manusia untuk menyakitinya.

"Aku tidak pernah mengatakan ini terang-terangan kepadamu sebelumnya, tapi aku akan mengatakannya sekarang. Sampai saat ini, aku masih menginginkan sesuatu yang dulu kita inginkan, Norrix, yaitu pernikahan," ucap Carmina lirih.

Carmina tertawa setelah mengatakan hal itu. Dia memang benar-benar naif. Untuk apa dia masih menginginkan keinginan remaja yang sangat menggelikan itu? Tapi Carmina juga sudah lelah membohongi dirinya sendiri.

Carmina terkejut ketika seseorang melompat ke jendela kamarnya. Carmina kemudian melihat Norrix yang tersenyum lebar sambil menatapnya. Senyum konyol itu, kebiasaan Norrix memang tidak pernah berubah.

Carmina membuka jendelanya. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau bisa masuk dengan sopan, bukan? Kau ini memang sangat aneh," gerutunya.

"Apa kau lupa jika Zero sangat membenciku? Dia tidak dapat mengingat masa lalunya saat itu tapi aku tahu jika dia memang sangat membenciku! Sepertinya tidak akan mudah melupakan dendam itu," jawab Norrix.

"Hei, aku sudah pernah dibunuh secara tidak langsung oleh Amriel. Kini adalah giliranmu untuk dibunuh oleh Zero. Kau sendiri yang mengatakan jika tidak adil jika hanya aku yang dihukum, bukan?" Carmina menyeringai.

Norrix berdecak. "Baiklah, aku akan masuk dengan sopan dan meminta Baron Sharpe agar ia mau meminjamkan kakaknya yang sangat ia cintai ini untuk aku bawa pergi ke sebuah tempat," ucapnya.

Norrix kemudian segera turun dan Carmina berusaha menahan senyumannya. Entah kenapa ia merasa jika mereka mirip dengan Romeo dan Juliet. Carmina tertawa pelan dan keluar dari kamarnya.

Carmina turun dari lantai dua dan melihat Zero yang sudah menghadang Norrix dengan tatapan berapi-api. Carmina hanya bisa berharap jika adiknya itu tidak akan menggunakan kekuatan iblisnya di tempat ini.

"Count Zayne, aku rasa sangat tidak sopan untuk pergi ke rumah seseorang tanpa memberi surat atau pemberitahuan terlebih dahulu. Tapi karena kakakku masih mencintai bajingan bodoh sepertimu, aku memaafkanmu," sindir Zero.

Leeta kemudian menepuk bahu Carmina. "Kenapa Norrix tiba-tiba ada di sini? Apakah dia tidak tahu jika Zero benar-benar membencinya? Bisa saja Norrix membangkitkan raja kehancuran yang ada di dalam diri Zero,"

"Tidak mungkin. Zero tidak akan melakukan hal seperti itu di dunia manusia, apa lagi dengan banyaknya saksi mata seperti ini. Walaupun dia adalah raja kehancuran, tapi Zero juga memiliki otak," sahut Carmina.

Senka melihat dua laki-laki itu dengan tatapan aneh. "Carmina? Kenapa kekasihmu itu ada di sini? Apakah kalian berdua akan segera menikah? Tampaknya pernikahan kalian tidak akan disetujui begitu saja,"

Mereka semua melirik wajah Zero yang benar-benar menyeramkan. Carmina menelan ludahnya. Tidak menyangka jika Zero masih memiliki jiwa raja kehancuran.

"Aku dan Norrix tidak akan menikah! Selama ini kami hanyalah rekan kerja! Norrix membutuhkanku untuk membuat obat dan aku menerima tawarannya karena aku membutuhkan uang!" bantah Carmina.

Everit tersenyum jahil. "Akui saja, Carmina. Semua orang juga pasti bisa menyadari tatapan mata kalian berdua yang saling mencintai. Tidak apa, Carmina! Walaupun Zero tidak merestuimu kita semua akan merestuimu!

Leeta menahan tawanya dan Carmina langsung menatap adik sekaligus asistennya itu dengan tatapan tajam. Hati Carmina tersentuh ketika Senka dan Everit tidak menentang cinta mereka berdua. Tidak pernah ada yang melakukan hal itu sebelumnya.

"Maaf, Baron Sharpe. Aku terlalu sibuk bekerja di menara sihir sehingga aku lupa mengirim surat jika aku akan pergi ke sini. Aku sudah tidak sabar melihat kakakmu itu. Benar, kan? Carmina?" tanya Norrix kepada Carmina.

"Hei, kenapa kau malah bertanya kepadaku?" ucap Carmina menahan senyumnya.

Rosary tertawa. "Kalian berdua bahkan sudah saling memanggil dengan nama panggilan seperti itu dan kau masih membantah jika kalian berdua tidak akan menikah? Bahkan kekasih pun enggan memanggil nama panggilan bangsawan begitu saja,"

Zero menghembuskan napasnya dan menatap Norrix dengan tajam. "Ayo kita pergi ke ruang pertemuan, ada banyak sekali hal yang ingin aku bicarakan denganmu,"

Senka, Everit, dan Rosary kembali ke kamar mereka sedangkan Carmina merasa gelisah karena Zero sudah memperoleh ingatannya. Leeta kemudian menarik tangan Carmina ke ruang pertemuan untuk mendengar pembicaraan mereka.

"Norrix, aku sudah memperoleh ingatanku. Aku harap kau tidak menyepelekanku kali ini karena kekuatanku jauh lebih besar darimu," ancam Zero.

Norrix meminum tehnya dan menatap Zero. "Zero, aku tahu jika kesalahanku di masa lalu benar-benar tidak termaafkan. Namun, aku ingin menebus kesalahanku di masa lalu. Karena itu izinkanlah aku membawa Carmina pergi ke suatu tempat,"

Zero menatap Norrix dengan tatapan marah. "Bagaimana mungkin aku bisa percaya denganmu? Kaulah yang membuat kakakku menjalani hukuman kejam seperti itu, Norrix! Kau juga membunuh kakakku di kehidupan ke tiganya, kan?!"

"Kali ini aku bersumpah, Zero. Aku akan benar-benar meminta pada Oriel untuk menghentikan hukuman Carmina. Kau bisa ikut denganku selama perjalanan. Jika kau merasa aku mencurigakan, kau bisa membunuhku," jawab Norrix.

Zero kemudian mendesah dan menatap pintu yang sedikit terbuka. "Baiklah, aku izinkan kau pergi bersama kakakku. Tapi aku akan mengirim salah satu bawahanku untuk mengawasimu. Jika kau bertindak macam-macam, aku langsung membunuhmu di tempat,"

Norrix tersenyum. "Terima kasih, aku tidak akan menyia-nyiakan ini,"

***

3 chapter lagi tamat 👍🏻

Saudade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang