"Carmina!"
Carmina menoleh dan terkejut ketika melihat wajah seseorang yang sangat ia kenal. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan rindu dan sedih. Namun, Carmina sama sekali tidak merasa kasihan dengan Zero, laki-laki itu.
Carmina membalik badannya dan berjalan menuju arah yang berlawanan. Norrix menatap mereka berdua dengan bingung dan mengejar Carmina. Zero berlari ke arah Carmina dan memegang pergelangan tangannya.
"Kakak! Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu!" pekik Zero.
Carmina menghempaskan tangan Zero dan menatapnya dingin. "Tidak ada yang perlu kita bicarakan sama sekali, dan aku juga bukan kakakmu. Aku hidup sendiri, tidak memiliki orang tua dan saudara jadi jangan memanggilku kakakmu,"
"Carmina, tolong dengarkan aku sekali saja. Aku ingin kalian semua kembali ke rumah dan kembali seperti dulu. Aku juga sudah sangat lelah dengan perlakuan ayah. Aku merindukan kalian, tapi aku tidak dapat menemukan kalian," ucap Zero.
"Aku tidak peduli. Lagi pula aku hanya akan menjadi samsak jika aku pulang ke rumah. Bahkan aku tidak yakin saudaramu yang lain itu masih hidup. Mungkin saja ada yang menjual dirinya sendiri untuk bertahan hidup, atau hal-hal menjijikkan lainnya," sahut Carmina.
Zero terkejut mendengar kata-kata Carmina. "Kakak! Jangan katakan hal seperti itu! Aku yakin saudara kita yang lain masih hidup dan dapat bertahan hidup dengan baik!"
"Oh? Tidak ada yang menghalangimu untuk berharap, sih. Tapi aku tidak akan berkata apa pun jika kau menemukan mereka dengan keadaan yang sebaliknya," jawab Carmina.
Norrix mendesah pelan mendengar perseteruan antara saudara yang terjadi di hadapannya. "Aku rasa kalian membutuhkan tempat untuk berbicara. Kini semua orang sedang menatap kalian. Ayo ikut aku,"
Norrix langsung menarik tangan Carmina dan membawa mereka ke sebuah toko makanan penutup. Carmina dan Norrix duduk berhadapan dengan Zero yang terus menatap kakaknya. Norrix memesan beberapa makanan dan menatap mereka berdua.
"Sebaiknya kalian menyelesaikan masalah kalian terlebih dahulu. Aku tidak tahu apa masalah kalian berdua, tapi aku tidak ingin kalian membiarkan masalah itu begitu saja. Aku akan pergi dari sini," Norrix segera bangkit dari tempat duduknya.
Carmina memegang pergelangan tangan Norrix. "Tidak perlu, lagi pula aku tidak nyaman jika berbicara berdua saja dengannya. Kau tetaplah berada di sampingku,"
Norrix kemudian kembali duduk di samping Carmina. Norrix bisa merasakan aura yang sangat gelap menyelimuti mereka. Norrix menelan ludahnya, merasa keputusannya untuk tetap diam di sini adalah salah.
"Aku tidak mengerti mengapa ayah melakukan hal itu pada kalian. Dia bahkan tidak memberi kalian kesempatan untuk menyiapkan barang-barang kalian. Kalian keluar dengan tangan kosong dan itu benar-benar membuatku frutasi," ucap Zero.
Carmina menatap Zero dengan tatapan aneh. "Tidak usah merasa seperti itu. Lagi pula jika kami ditakdirkan mati, maka kami akan mati. Yang kau lakukan selama ini juga hanya berdiam di kastel Sharpe dan hidup dengan enak,"
Zero memegang kepalanya. "Sepertinya hidup sendirian selama tiga tahun benar-benar mengubahmu, ya. Padahal dulu kau sangat menyayangiku. Aku tahu jika akulah penyebab kau mengalami itu semua, aku tak bisa merubahnya,"
Beberapa makanan serta minuman kemudian tiba. Carmina meminum tehnya dan memakan makanan penutup yang disajikan. "Karena kau sudah menyadari hal itu semua. Maka segera pergi dari hadapanmu, permintaan maafmu atau kata-katamu tak akan bisa mengubah semua yang terlah terjadi,"
"Walaupun aku tak bisa mengubahnya, tapi aku ingin memperbaiki semuanya, kak! Aku bahkan sudah menyewa beberapa orang untuk mencari kalian semua. Aku benar-benar bersyukur karena kau muncul di ibukota dengan sendirinya. Aku jadi lebih mudah untuk mencarimu. Aku mohon kak, kembalilah," mohon Zero.
Norrix menjadi tidak tega ketika melihat Zero yang seperti itu. Namun, tampaknya Carmina sama sekali tidak merasa kasihan dengan adiknya itu. Norrix bergidik ketika menyadari jika perempuan yang ia sukai itu benar-benar dingin dan tak memiliki hati. Tapi Norrix mengerti mengapa Carmina bisa seperti itu.
"Kembalilah, tidak akan ada yang berubah jika aku pulang. Hiduplah dengan tenang dan lupakan semua saudaramu itu," jawab Carmina tegas.
Zero terdiam sejenak dan mengeluarkan sebuah buku yang ia bawa di tasnya. "Aku sudah mengetahui kelahiran berulangmu itu, kak. Aku juga ingin membantumu agar bisa terbebas dari kesengsaraan itu,"
Carmina mendelik dan hendak merebut buku itu. Namun, Zero segera memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Carmina mendengus kesal karena ia dengan cerobohnya menulis semua kisah kehidupannya di buku itu. "Aku tidak pernah mengalami kelahiran berulang itu, semuanya hanya imajinasiku saja,"
"Kami semua sudah mengetahui tentang itu kak. Kak Senka juga sangat khawatir karena kakak sering sekali berteriak-teriak saat sedang tertidur. Kami semua ingin membantumu, sayang sekali kita harus terpisah seperti ini," ucap Zero.
Norrix menatap Zero dengan tidak percaya. Tentu saja beberapa kali ia pernah mendengar Carmina yang berteriak-teriak saat tertidur. Namun, Norrix berpikir itu hanyalah mimpi buruk biasa. Siapa yang menyangka jika Carmina memimpikan masa lalunya.
"Itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kalian. Tidak akan ada yang bisa menghentikan takdir sialan ini. Kau pikir apa yang aku lakukan di ke dua puluh empat kehidupanku yang sebelumnya?" tanya Carmina sinis.
"Kau mencari semuanya sendirian, Carmina. Aku tahu kau tidak pernah mau bergantung dengan orang lain karena takdirmu itu. Tapi kami benar-benar mengkhawatirkanmu. Kami sangat ingin membantumu, Carmina. Percayalah, kami menyayangimu," mohon Zero.
Norrix berdehem. "Maaf, tuan Zero Sharpe. Tapi apakah tidak apa jika kau membicarakan tentang hal itu di hadapanku? Itu hal yang sangat sensitif bagi Carmina walaupun aku sudah mengetahuinya. Carmina benar-benar tersiksa,"
"Aku terus memikirkan keadaan kalian semua setiap malam. Aku dengar kak Senka kini tinggal dengan kak Everit dan kak Rosary. Hanya kak Leeta dan kak Carmina yang tinggal sendirian. Apa perlu aku membunuh si tua bangka itu agar kalian mau kembali ke kastel Sharpe?" tanya Zero frustasi.
Carmina tersenyum miring. "Baiklah. Bunuh orang tua itu. Setelah kau membunuh ayah aku yakin ibu pasti memilih untuk bunuh diri. Dua orang tidak berguna itu akan tinggal di neraka selamanya. Ah, pasti indah jika berada di neraka,"
Norrix menatap Carmina dengan tatapan ngeri. "Hei, Carmina, jaga kata-katamu. Aku tahu jika kau membenci orang tuamu. Tapi menyuruh adikmu untuk membunuh orang tuamu itu agak... parah? Kau bisa tinggal bersamaku selama yang kau mau. Adikku akan sangat senang jika kau mau tinggal bersama kami,"
Zero menatap Norrix dengan dingin. "Kakakku tidak perlu tinggal dengamu. Kami masih bisa membiayainya hingga ia tua. Tidak usah berlagak sebagai pahlawan. Kau hanya laki-laki yang lewat dalam hidup kakakku,"
"Oh ya? Seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu, Zero Sharpe. Kau tidak berbuat apa-apa saat melihat kelima kakakmu diusir. Kau masih memiliki anggota badan yang lengkap, bukan? Kau bisa saja menyuruh prajurit untuk membuntuti mereka. Carmina bahkan tiba di desa yang sangat jauh dari sini," balas Norrix.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena ayah mengurungku di ruang bawah tanah! Dia tidak mengeluarkanku selama dua minggu lamanya. Menyuruh prajurit? Ayahku bahkan menempatkan beberapa prajurit untuk menjagaku agar aku tak bisa menolong kakak-kakakku! Aku benar-benar tidak berdaya saat itu!" pekik Zero.
Norrix tersenyum meremehkan. "Bilang saja kau memang tidak memiliki kekuatan. Kau lemah, tuan Zero Sharpe. Kau tahu apa yang dilakukan kakakmu ini untuk bertahan hidup? Dia mencari tanaman obat di alam bebas! Padahal kau bisa menyewa detektif setelah keluar dari ruang bawah tanah, tapi kau membiarkan kakakmu mempertaruhkan nyawanya untuk bertahan hidup,"
Zero hendak membalas tapi Carmina langsung menyela mereka. "Sudahlah. Lagi pula umurku tidak akan lebih dari dua puluh lima tahun. Ini semua tidak ada gunanya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade [END]
FantasyCarmina Sharpe selalu memiliki nasib yang menyedihkan. Ia akan mati dengan mengenaskan, lalu hidup kembali. Situasi itu terus terulang tanpa henti. Carmina tidak mengerti mengapa ia terus mengalami hal itu. Namun, Carmina tetap mencoba untuk menjala...