4 | Kopi Nadesh

2.6K 529 36
                                    

b a g i a n | 4 |  Kopi Nadesh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

b a g i a n | 4 |  Kopi Nadesh

————————————

.

.

.

.

.

.

.

Asap yang ditimbulkan akibat pembakaran sampah membuat si pelaku terbatuk sendiri. Dengan sigap ia menutup hidung dengan kausnya, lalu berlari terbirit-birit menuju Haelmi yang sedang nonton TV. Si penerima sentuh berjingkat, agak terkejut dengan kehadiran cucunya.

"Ini kenapa nih kok tiba-tiba peluk?" Haelmi berkata heran, Dikta melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu. "Kok batuk-batuk itu kenapa?"

"Abis bakar sampah," Dikta menjawab. "Takut dimarahi Mas Loka soalnya asepnya kena motor dia."

"Tumben manggilnya agak sopan," Haelmi membalas. "Mau makan? Haelmi masak sayur asem."

Dikta menggeleng, "belum lapar. Mas Loka kemana?"

"Di ruang tamu. Ada temennya."

Dikta berdiri, ia menghampiri Loka diam-diam. Berniat mengejutkannya. Soalnya Loka kalau kaget biasanya misuh. Pasti seru.

"Kenapa nggak jadi dosen aja?" tanya seorang gadis berambut lurus. Ia duduk berseberangan dengan Loka, disesapnya secangkir teh melati sesekali.

"Kamu kira jadi dosen tinggal daftar terus ngajar? Kualifikasinya banyak, Sel. Lagipula aku dari dulu nggak ada niatan jadi tenaga pengajar."

"Kerja di luar kota?"

"Yang jagain Dikta siapa?"

Dikta termanggu. Tidak jadi mengejutkan Loka, malah menunggunya bercerita pasal ia kepada seorang perempuan muda seumurannya. Dikta tentunya kenal, itu kakaknya Leo.

"Dikta udah SMA," Jisel menjawab. "Dia sudah bisa jaga diri."

Loka masih menggeleng ragu. "Aku nggak bisa tinggalin dia, Sel. Nggak tau kenapa."

"Soalnya aku belahan hati Mas Loka, dia takut kangen." Dikta menjawab tiba-tiba. Di susulnya Loka dengan muka sumringah dan hampir menciumnya. "Mbak Jisel apa kabar? Leo alhamdulillah makin pinter setelah berteman sama aku, hihi."

Jisel tertawa, "iya. Makin aktif anaknya, dulu cuma bisa diem senyam-senyum kalau dijahatin, sekarang udah makin berani dan jaga diri. Makasih ya."

"Itu belajarnya di aku, sama-sama," ia menyela. "Nggak nyangka ya Mbak, aku keren banget ternyata."

Rumpang | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang