b a g i a n | 18 | Rumahnya bukan di sini lagi
---------------
.
.
.
.
.
.
.
Dikta pernah dengar, katanya waktu adalah hal yang paling misterius. Dia mampu mengejutkan, menyudutkan, mematahkan, dan mematikan harapan. Barusan Dikta sampai rumah dengan dua kantung kresek belanjaan. Pemandangan pertama yang terlihat cukup membuatnya dirinya tercekat. Ada Mama.
"Saya nungguin Dikta sejak lama.. tapi dia bilang enggak bisa ikut karena kalian. Saya ini ibunya lho, kenapa dilarang-larang?"
Mas Loka tidak terlihat cerah seperti biasanya, tapi meski begitu ciri khas wajah tegas nan berangnya tetap mendominasi ruang tamu. Haelmi meremat jemari Loka yang mengepal, yang bersiap meninju wanita di depannya ketika hilang akal.
"Ma ... ma?"
"Adek yaampun Mama kangen banget," Nindy berdiri, merengkuh anak itu sebentar, lalu menyibakkan rambut ikalnya ke samping. "Adek ikut Mama pulang hari ini ya? Udah janji loh dari lama."
Bahkan tas-tas besar milik Haelmi sudah terisi buku dan seragam Dikta. Mama datang sekitar satu jam lalu, Loka juga barusan sampai entah dari mana. Haelmi terus menelpon anak bungsunya itu untuk membantunya memutuskan apakah Nindy diperbolehkan mengacak-acak kamar Dikta, namun panggilannya terus diabaikan.
"Ma aku belum- "
"Apalagi sih Dek? Buku udah Mama masukin tas, seragam juga. Kurang apa? Jangan-jangan kamu ditahan di sini sama mereka ya? Kamu disuruh-suruh? Dijadiin pembantu?"
"Mama!"
Ketika Nindy mengangkat telunjuk dan mengarahkannya kepada Loka dan Haelmi bergantian, Loka meremat ujung jari wanita tersebut. "Yang sopan sama orang tua."
"Mas, aku- "
"Pergi aja, lo udah dijemput." Loka menepis jemari Dikta yang bertengger di lengannya. "Ini yang lo mau 'kan? Seneng? Gimana? Seneng lo?"
Dikta berada diantara dua jembatan yang sama-sama runtuh. Ketika Mama datang memaksanya, Loka dan Haelmi tentu lebur, ketika Dikta tidak mau ikut dan membatalkan semua janjinya kepada Mama, dia diliputi rasa salah yang mendalam. Dia bingung, tidak tau harus melangkah kepada siapa.
"Loka sudah mengizinkan. Kamu tunggu apa lagi, sih Dek?" Nindy menarik seragam Dikta untuk menjauhi Loka. "Ayo pulang sekarang!"
"Ma, nanti dulu. Sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang | haechan
General FictionLugas Dikta Adiguna selalu ingin menyelesaikan paragraf rumpang dalam satu kisah yang ditulisnya bertahun-tahun lalu. Paragraf tersebut berisi deskripsi pasal keluarga, Mama, Papa, Kakak, dan segenap tokoh lain yang ia idolakan. Dahulu sekali ketik...