32 | Menuju akhir yang bahagia

1.4K 190 30
                                    

b a g i a n | 32 |  Menuju akhir yang bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

b a g i a n | 32 |  Menuju akhir yang bahagia

———————————————

.

.

.

.

.

.

Ada masa yang cukup sulit bagi banyak orang. Masa itu membuat massa tubuh berkurang sedikit demi sedikit. Penyebabnya beragam. Bisa karena terlalu lama kelopak mata terbuka (begadang maksudnya), bisa karena jarang memberi makan cacing pada perut-perut yang kurus, bisa jadi karena memang hasrat untuk hidup sudah berhenti karena sebab lain.

Dikta sering berpikir untuk berhenti bergerak, mengejar apa yang dia inginkan ketika masih sekolah dasar sangatlah sulit. Keluarga yang lengkap untuk menjalani kehidupan yang normal, ternyata keinginan itu sukar untuk diwujudkan.

Padahal semisal ia memilih untuk menerima, bersyukur atas apa yang ia punya, seperti Haelmi, Mas Loka, dan juga rumah kecil di tengah kota, Dikta yakin semua tidak akan serumit ini.

Harusnya Dikta tidak perlu menjadi sekarah. Hanya karena ia tidak memiliki Mama dan Papa, bukan berarti ia tak bisa memiliki kehidupan normal. Mas Loka, walau selalu gengsi begitu, ia punya hati yang bersih. Ia selalu ingin memenuhi obsesinya dengan menjadi pengganti orang tua Dikta. Sebetulnya Dikta punya segalanya, hanya saja ... ia tidak bersyukur.

Kini ia memandangi buku catatan pelajaran Bahasa Indonesia yang usang. Letaknya tersembunyi diantara kardus-kardus berdebu di dalam kamar kecilnya. Sampul cokelat buku itu sedikit robek, mungkin dimakan tikus, atau mungkin memang waktunya dia rapuh, Dikta tidak tahu.

Dia buka lembar demi lembar yang menguarkan aroma khas. Tulisan yang tak cukup rapi nampak dengan jelas. Tiba-tiba ingatan ketika kalimat-kalimat itu ditulis menyerang kepalanya.

Dikta masih berusia sembilan tahun, waktu itu dia kelas tiga sekolah dasar. Ada satu tugas di mana seluruh murid kelas tersebut diminta untuk mendeskripsikan keluarga mereka.

Kala itu hanya Dikta yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Ia kebingungan. Teman-teman menulis bagaimana pagi mereka yang ceria, ketika ibu mereka memasak dan menghidangkan makanan, mengajak mereka pergi berlibur, Dikta tidak punya pengalaman itu. Mama sudah pergi saat tugas itu diberikan. Mama dan Abangnya sudah jauh sekali.

Dikta bertanya kepada Papa, Papa memberi saran untuk menuliskan bagaimana harinya dimulai bersama Loka dan Haelmi, tetapi Dikta tetaplah iri. Ia enggan menyelesaikan paragrafnya kala itu.

"Aku bangun pagi, Papa juga bangun, Papa berangkat bekerja, aku sekolah. Sudah selesai. Aku pulang bersama .... Aku buka pintu, ada .... Aku menunggu Papa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumpang | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang