19 | Sarapan hari ini rusak

1.6K 422 74
                                    

b a g i a n | 19 |  Sarapan hari ini rusak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

b a g i a n | 19 |  Sarapan hari ini rusak

———————————————

.

.

.

.

.

.

.

Juni menghirup semerbak parfum yang barusan dia semprotkan ke langit-langit kamar seraya berputar-putar supaya seluruh badannya ikutan wangi. Sebuah kebiasaan rutin yang dilakukannya sebelum berangkat sekolah, hari ini Mama sudah berisik di dapur, kebetulan kamarnya dekat dengan meja makan, makanya dia bisa dengar.

Anak itu meraih ransel sambil menutup pintu pelan-pelan, tadi Kintana bilang harus berangkat lebih awal, jadi adik perempuan Juni itu sudah tidak ada. Juni menyelasar rambutnya yang semi basah gara-gara dikasih pomade, pandangannya tertuju kepada seorang anak lelaki yang menunduk.

Itu bukannya Dikta?

Mama mengelus surai Dikta yang sudah agak panjang, yang duduk di sebelah Dikta itu Dovan. Remaja lelaki yang lebih tua setahun dari dirinya, anak dari Mama Nindy. Ia terlihat memancing perhatian Dikta yang agak murung dan tidak bersahabat, Juni benar-benar dibuat bingung. Ini ada apa?

"Papa?"

"Juni... sapa saudara kamu yang lain. Namanya Dikta— oh? Kalian satu sekolah rupanya."

Dikta menatap Juni takut-takut, Juni meremat seragamnya. "Maksudnya Papa apa?"

"Dikta adik gue," Dovan membalas. "Waktu itu gue pernah nanyain ke lo pas Dikta kesini pertama kali."

"Kamu tidak bilang kalau dia adikmu!" Juni menyentak. "Selama ini kamu sudah tau kalau Dovan dan Mamamu ada di sini, Dikta?"

Juni perlahan membeku lagi. Dikta cuma mengangguk samar, benaknya dipenuhi rasa tidak nyaman. Sementara itu Mama masih sibuk dengan makanan-makanan yang diangkutnya dari dapur, dia tidak membantu Dikta sama sekali untuk menjelaskan keadaannya.

"Jun, gue—" Dikta terbata, Juni memutusnya.

"Pembohong."

"Juni, bersikap baik kepada saudaramu."

"Aku tidak mau jadi saudara dia," Juni melengang begitu saja. Anak itu menutup pintu rumah keras-keras sampai Bima terlonjak dan mendengkus kesal.

"Sarapan hari ini harus rusak karena ada kamu!" Dada Bima naik turun dengan cepat, sebelum melempar piring kosong kepada Dikta, Dovan terlebih dahulu menangkap benda tersebut. "Kamu berani dengan Papa, Dovan?"

Rumpang | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang