b a g i a n | 23 | Jadi tidak tau malu kadang perlu
———————————————
.
.
.
.
.
.
.
"Aya, makan dulu Nak."
Aditama tidak berekspektasi kalau anak sulungnya itu tiba-tiba saja memeluk dirinya kuat. Entah dia ini kesambet apa selepas pulang sekolah, mendadak gadis itu menangis tersedu di balik dada bidangnya. Soraya sudah menjaga jarak cukup lama semenjak ibunya meninggal bertahun-tahun lalu. Sejak ayahnya memilih untuk menikah lagi dan memberinya adik tiri.
"Aya kenapa?"
"Aya minta maaf," gadis itu menelan ludah susah payah. Perlakuan Dikta yang didengarnya dari Nadesh siang tadi cukup membuat bulu kuduknya merinding. Dia bodoh sekali mau percaya dengan anak laki-laki modelan seperti Haje. "Aya minta maaf selama ini diam ke Ayah."
Netra lelaki itu berbinar, ini sudah lama sekali, bahkan disaat pernikahan keduanya Soraya tidak berucap satu katapun. Dia selalu jadi apa yang dia inginkan, Tama tidak memberi batasan. Tapi malam ini dia masih tidak tau apa alasan yang membuat anak itu melelehkan beku.
"Ayah nggak pernah marah ke kamu, Ayah yang salah. Maaf ya kalau Ayah bikin keputusan sepihak waktu mau nikah lagi tanpa pikirin perasaan Aya kayak gimana," Tama menemangkan putrinya. Mereka berdua duduk di ranjang Soraya yang sudah cukup tua. "Aya nangis cuma karena mau minta maaf ke Ayah? Anak Ayah ini kuat, pasti ada alasan lain. Cerita dong ke Ayah."
"Ayah ingat anak laki-laki yang sering antar jemput aku pas kelas sebelas nggak?"
"Ingat."
"Aku ... minta maaf banget Ayah."
Aditama sudah menyiapkan naskah paling buruk yang ada dipikirannya. Seandainya benar, memaki dan menghina hanya menambah rasa tidak nyaman. Memarahi anak itu atas tindakan yang sudah berlalu tidak akan memberi sembuh. Yang ada malah luka baru yang timbul akibat caci yang diberi.
"Ayo cerita pelan-pelan," Tama berucap ramah. "Aya udah ngapain sama dia?"
"Foto-fotoku pakai baju terbuka ada di dia, Yah. Ada video juga, dijualin sama dia, harganya seratus ribu." Gadis itu mengaku seraya mengusap matanya yang perih. "Maaf, aku bikin Ayah kecewa. Waktu itu aku pikir, di dunia ini aku cuma punya dia. Bunda dan Ayah ninggalin aku. Makanya waktu dia minta, aku kasih sukarela biar dia nggak ninggalin aku juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang | haechan
General FictionLugas Dikta Adiguna selalu ingin menyelesaikan paragraf rumpang dalam satu kisah yang ditulisnya bertahun-tahun lalu. Paragraf tersebut berisi deskripsi pasal keluarga, Mama, Papa, Kakak, dan segenap tokoh lain yang ia idolakan. Dahulu sekali ketik...