31 | Mulai dari nol

1.1K 218 61
                                    

b a g i a n | 31 |  Mulai dari nol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

b a g i a n | 31 |  Mulai dari nol

———————————————

.

.

.

.

.

.

.

Akhirnya Dikta kembali pada posisi itu. Di kamar, di atas kasur tipis yang tidak pernah diganti. Di bawah langit-langit yang dipenuhi sarang laba-laba. Di dekat Wiraloka, juga omelannya.

"Kan gue bilang juga apa, Mama lo dibenyekin aja. Berulah mulu perasaan."

"Aku tuh bukan nggak suka sama Mama, cuma nggak suka aja kalau hidupku berubah ke arah yang membosankan. Mas tau nggak sih, kebanyakan duit itu juga bikin eneg. Selera Mama yang tinggi bikin aku mencret berhari-hari, aku nggak cocok makan spagetti sama mashed pottato. Nasi padang emang paling sehat buat lambung dan kantongku."

Loka ketawa kecil, dia elus kepala Dikta yang berada di pangkuannya. "Udah terbiasa miskin soalnya."

"Hehe, iya. Mas udah ketemu Mama belum? Maksudnya ngobrol serius berdua, bukan sekelebat doang."

Loka geleng-geleng mantap, "kaga sudi lah Dikta. Lo ini amnesia apa gimana, gue sama Nindy kan musuhan."

"Mama tuh baik tau."

"Enggak, kalau baik dia nggak tinggalin Abang."

Dari bawah sana Dikta dapat perhatikan kumis tipis Loka yang belum dicukur, juga rambut lepek lelaki itu yang mulai gondrong. Padahal sebelum-sebelumnya Loka adalah manusia paling rapi, paling oke kalau masalah penampilan.

"Mas Loka belum tahu alasannya. Iya sih Mama salah, cuma dia nggak bermaksud demikian. Paksaan dari keluarga dia, Mas. Mama nggak ada pilihan lain. Pun kalau harus ada yang disalahkan, kataku sih bukan Mama. Tapi aku."

"Kok elo?"

"Karena Mama dan Papa pisah itu gara-gara biayain aku. Dulu aku kan saking aktifnya sampai jatuh menggelinding dan membuat pala ini bocor tidak estetik, nih kalau Mas lupa ada bekasnya sampai sekarang."

Dikta tuntun jemari Loka untuk menyentuh bekas jahitan bertahun-tahun silam yang masih terasa. Lelaki itu cuma menghela napas, masih menyangkal kata-kata Dikta. Dia enggan berikan validasi bahwa Kakak iparnya berlaku benar. Nindy tetap bersalah, pergi di tengah masalah keluarga yang melanda adalah keputusan yang tidak tepat.

Menurut Loka, seumpama Nindy benar cinta, dia akan berjuang sampai usai. Sampai tidak ada lagi yang dapat sentuh keluarganya. Nindy akan bertahan sepedih apapun, sesulit apapun. Mau orang tuanya mengancam, memberi tawaran, apabila Nindy benar-benar anggap Jovan itu ada, dia tidak akan tinggalkan Dikta.

Rumpang | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang