"GIMANA sama Rein, kamu baik-baik saja, kan?" Verga bertanya begitu Rein naik ke kamar putrinya.
Irin menatap ayahnya serius, lalu menganggukkan kepala. "Sekarang masih baik-baik saja, Pa."
Verga menghela napas lega. "Rein sudah tahu soal itu?"
Irin terdiam cukup lama, sebelum menganggukkan kepala. "Iya, Rein sudah tahu, Pa."
"Syukurlah kalau dia mau mengerti. Kapan kamu mau konsultasi lagi? Kamu tidak mungkin akan terus begini setelah menikah, kan?"
Irin menggigit bibirnya dengan ragu. "Aku izin sama Rein dulu, ya, Pa?" Perempuan itu menaiki tangga, meninggalkan Verga yang menatap punggungnya khawatir.
Irin memasuki kamarnya, dia bisa melihat Rein sudah rebahan di ranjang seperti biasa. Tubuhnya pun mendekat, duduk di samping suaminya, lalu dengan hati-hati tubuhnya merendah dan ia menyentuh wajah tampan Rein dengan perlahan.
Tidak ada keanehan apa pun. Tidak ada yang ia rasakan. Sama seperti dulu, tidak ada gejala apa pun yang ia rasakan pada Rein, teman masa kecilnya.
"Mungkin, nggak, sih, gue bisa nyoba sama lo?" tanyanya, sembari mengelus rahang suaminya yang tidak ditumbuhi bulu sama sekali.
Tangan Irin tiba-tiba ditangkap oleh Rein yang membuka mata dan menatapnya tajam. Tatapan keduanya bertemu. Irin merasa sedang menyelami laut di mata hitam itu dan entah sihir apa yang Rein miliki, karena Irin tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya dan mulai mencium bibir suaminya.
Keduanya sama-sama terdiam, bibir mereka hanya menempel tanpa melakukan apa pun, hingga Rein tersadar dan menarik tengkuk istrinya sebelum ia memperdalam ciuman mereka.
Napas keduanya memburu, bibir mereka saling beradu, mengecap apa pun yang sanggup mereka jangkau, hingga Rein tak bisa lagi berdiam diri di tempatnya.
Ia menarik tubuh Irin untuk jatuh menimpa tubuhnya, sebelum ia membalik posisi mereka. Irin tampak gelagapan begitu ciuman mereka terlepas. Napasnya tak beraturan di bawah tatapan elang suaminya.
"Re-rein," panggilnya, begitu perempuan itu tersadar. Dia berusaha mendorong Rein menjauh, tapi Rein sama sekali tak bergerak. Laki-laki itu masih di sana, menatap lurus matanya, tanpa mengeluarkan ekspresi apa pun yang sanggup membuat Irin menggigil ketakutan. "Minggir, dong, ah!"
Rein tidak bereaksi. Dia mendekatkan wajahnya, lalu kembali mencium bibir istrinya lagi. Namun, kali ini berbeda. Irin menolaknya. Dia terus berusaha mendorong dada Rein untuk menjauh dari atas tubuhnya.
"Kenapa?" tanya Rein pedih. "Kenapa lo nolak gue setelah lo godain gue tadi, hm?"
"Ish, siapa juga yang godain!" Irin lagi-lagi mendorong tubuh Rein untuk menjauhinya. "Minggir, dong!"
Rein menghela napas kasar. Dia pun bangkit dan membiarkan istrinya lepas. Dalam hati, dia mengumpat berulang kali. Bangun tidur langsung dicium, tapi digantung di tengah-tengah jalan itu memang rasanya sesuatu sekali.
Irin bisa melihat Rein memalingkan muka, saat ia mencari-cari di mana bola matanya berada. Jantungnya masih bertalu-talu, tapi perasaan cemas yang selama ini ia rasakan saat berciuman dengan pria tidak timbul seperti biasa.
Kali ini saja ia berpikir, mungkin dia bisa mencobanya dengan Rein. Walau kecanggungan itu pasti ada, tapi ... ini semua layak untuk dicoba.
"Lo kenapa nggak mau natap gue? Ngambek?"
Rein mendengkus, dia bangkit dan langsung berjalan menuju kamar mandi. "Pikir aja sendiri."
Irin turun dari ranjang dan langsung mengejar suaminya. "Beneran ngambek lo?" Irin memegangi lengan Rein yang belum menghilang di balik pintu kamar mandi.
Rein mendelik ke arahnya. "Lepasin, Rin, gue mau mandi."
"Idih, ngambek kenapa lo? Karena digantungin gitu aja, apa karena ciumannya nggak dibales?"
Rein memegangi bahu Irin dan menatap istrinya dingin. "Kalau lo cuma niat mau ngolok-ngolok gue atau cuma mau godain gue doang, mendingan berhenti. Kalau gue sampai lepas kendali, gue perkosa lo sekarang."
Rein melepaskan istrinya dan langsung sembunyi di kamar mandi.
"Kok serem, ya?"
____
Setelah semedi, akhirnya bisa ngelanjut ini lagi
Maaf pendek, sengaja. 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Marriage
RomanceBagi Rein yang selama ini menyimpan rasa suka pada sahabat masa kecilnya. Pernikahan ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan patut dicoba. Namun untuk Irin, pernikahan ini hanya akan menjadi percobaan belaka. "Kalau dua bulan kemudian gue nggak...