SETELAH makan Irin berniat bertanya lagi. Namun, baru saja mulutnya terbuka, sosok itu lebih dulu menyapa dengan cara memanggil namanya.
"Hai Irina!"
Seorang wanita cantik dengan body yang sanggup membuat Irin merasa iri itu kini sedang berjalan mendekati meja mereka. Irin mengernyitkan dahi, dia tidak merasa pernah mengenal wanita itu sebelumnya.
"Gue boleh duduk sini, kan?" tanya wanita itu, yang kini langsung menarik kursi di sebelah Rein dan duduk di sana, bahkan tanpa menunggu persetujuan dari keduanya.
"Gue nggak nyangka banget bisa ketemu sama kalian di sini," kata wanita itu sekali lagi.
Irin menendang kaki Rein yang sejak tadi fokus pada makanannya tanpa mau menolehkan kepala untuk melihat siapa yang datang menghampiri mereka. Rein menatapnya dan Irin langsung memelototinya.
Rein pun menoleh ke samping dan secara refleks dia berkata, "Freya? Ngapain lo di sini?"
Dalam hati Irin mendumel sendiri. Lo dari tadi ngapain, sih? Kenapa bisa nggak sadar ada orang di samping lo?
Tunggu dulu, Rein memanggilnya Freya tadi, kan? Itu berarti dia ... yang itu, kan? Masa, sih? Kok sepertinya dia banyak perubahan sampai Irin tidak bisa mengenalinya lagi?
Irin menatap Freya dari atas sampai bawah. Banyak sekali yang berubah. Sungguh, bukan hanya wajahnya saja yang terlihat makin cantik, tapi juga tubuhnya ... lebih-lebih payudaranya.
Perasaan dulu nggak segede itu, deh? Diapain ya, kok bisa nambah segede itu? Irin jadi ingin menanyakan padanya bagaimana tips atau rahasianya mungkin?
"Hai Rein! Kebetulan banget gue bisa ketemu sama kalian di sini!" Freya tersenyum manis.
Senyum yang benar-benar sanggup membuat Rein muak saat melihatnya. "Oh!"
Rein langsung menatap Irin. Istrinya sudah selesai makan, jadi mereka bisa langsung pergi sekarang. Rein tidak ingin berada di satu meja yang sama dengan Freya, apalagi berada dalam tatapan mata istri kesayangannya.
Irin itu mulutnya memang pedas dan ganas, tapi sebenarnya dia punya hati yang lembut sekali, apalagi kalau sesama perempuan, dia biasanya bakal lupa pada dirinya sendiri.
Kalau enggak gitu, mana mungkin dia bakal diam saja saat perempuan lain merebut cowok gebetannya? Atau waktu Freya dulu ngaku-ngaku sebagai pacar Rein, kan?
Atau saat dia mendapat tawaran pulang bareng, karena tidak bawa payung. Namun harus dia tolak, karena dia tahu cewek di sampingnya naksir sama orang yang menawarinya itu. Karena pada dasarnya, Irin memang terkenal waktu mereka sekolah dulu.
Rein membuka mulut, hendak memanggil Irin dan mengajaknya pulang. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.
Irin lebih dulu membuka mulutnya dan berkata, "Lama banget gue nggak pernah ketemu sama lo, ya? Gimana kabarnya, Freya?" tanyanya, tampak santai dan biasa-biasa saja, tapi Rein yang harus kena serangan jantung mendengar pertanyaan ramahnya.
Irin tersenyum sopan, senyuman biasa yang akan dia tunjukkan pada semua orang di sekitarnya. Walaupun jujur dia masih kesal dan marah pada Freya, tapi dia tidak bisa lantas membencinya begitu saja.
Apalagi, Rein sudah menegaskan hubungan di antara mereka. Harusnya Freya sadar diri dan berhenti mengejar-ngejar suaminya lagi, kan, ya?
"Baik, kok, lo sendiri gimana? Katanya lo udah nikah sama Rein, kok lo nggak ada ngundang-ngundang gue, sih?" Freya menyangga dagunya dan menatap Irin lurus-lurus.
Dia sedang mencoba membaca pikirannya. Apakah Irin sengaja tidak mengundangnya atau bagaimana? Mengingat Irin pernah tahu kebohongan yang dia buat jauh sebelumnya, harusnya dia merasa marah dan cemburu karena suaminya masih berhubungan dengannya sampai sekarang, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Marriage
RomanceBagi Rein yang selama ini menyimpan rasa suka pada sahabat masa kecilnya. Pernikahan ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan patut dicoba. Namun untuk Irin, pernikahan ini hanya akan menjadi percobaan belaka. "Kalau dua bulan kemudian gue nggak...