SAAT itu dia mulai bertanya-tanya. Kenapa istrinya—yang sejak hari pernikahan mereka mengatakan tidak mau melakukan hubungan intim dan akan mengakhiri pernikahan dua bulan kemudian—tiba-tiba saja mengizinkan Rein untuk menyentuhnya? Kenapa Irin tiba-tiba mau melakukannya? Apa yang sebenarnya ada di kepala istrinya itu?
Kalau Irin memang mau bercinta dengannya dan sengaja memberikan ancaman itu agar Rein tidak berselingkuh di kemudian hari. Irin hanya tinggal bicara dan Rein pasti menuruti semua kata-katanya.
Irin tidak perlu mengancamnya, karena Rein tidak pernah main-main dengan pernikahan mereka. Namun, Irin telah melakukannya. Jelas ada alasan di balik semua kalimat yang pernah istrinya lontarkan.
Rein menghela napas kasar. Dia menatap pintu kamar yang kemudian terbuka dan Irin muncul dengan senyuman lebar yang terlihat mencurigakan.
"Mampus, kan, ketahuan!"
Irin terkekeh, nada suaranya tampak normal dan penuh canda. Sangat berbeda sekali dengan Irin yang menganggukkan kepala dan mengizinkan Rein untuk terus menyentuh tubuhnya beberapa saat lalu.
Apa kepribadian istrinya bisa berubah dalam sewaktu-waktu?
Rein mengernyitkan dahi, tapi kemudian dia menanggapi omongan Irin dengan santai. "Nggak apa-apa. Kan, wajar, Rin, namanya juga pengantin baru."
Irin bersedekap dada. "Emang nggak ngerasa gimana gitu abis ke-gap sama orang tua sendiri?"
Rein mengangkat bahunya santai. "Sekarang dia nggak ada di sini, kita lanjutin yang tadi?"
Irin melotot. "Nggak! Nggak! Gue mau tidur, cape banget tahu." Perempuan itu menyerobot masuk melewati Rein yang masih berdiri di dekat pintu.
Tatapan suaminya tampak mengintimidasi, walau Rein hanya diam saja, tapi rasanya memang sesuatu sekali.
"Rein!"
"Hm."
"Jangan bilang lo emang mau ngelakuin 'itu' sama gue?" tanya Irin yang sudah menjatuhkan tubuhnya ke ranjang.
"Kalau iya memangnya kenapa? Lo tetap nggak mau ngasih jatah gue, ya?" Rein mendekati Irin, duduk di sisi ranjang menatap istrinya yang kini memalingkan wajah ke arah lain. "Bener, lo cuma mau godain gue doang dari tadi? Lo nggak ada niat buat ngasih gue keseriusan sama sekali, Rin?"
Rein bisa melihat kalau Irin sedang menggigit bibir bawahnya. "Hm ... kasih gue waktu."
"Buat apa?" tanya Rein yang kini mengernyit tak mengerti.
"Biar gue bisa yakin, kalau lo emang bisa gue titipin hati yang lemah dan tak berdaya milik gue ini."
Rein sontak tertawa mendengarnya. "Hati lo lemah dan tak berdaya, tapi lo suka banget mainin perasaan orang. Jadi, kayak gimana itu bentuknya?"
Irin menatap suaminya kesal. "Kalau nggak mau, ya udah, dua bulan kemudian kita——"
Rein mendekatkan wajahnya dengan cepat hingga berada tepat di depan wajah istrinya. "Kalau lo emang serius mau menjalani pernikahan ini sama gue, jangan ungkit kata-kata itu lagi, ngerti?" Irin hanya bisa mengangguk sembari menelan kalimatnya kembali. "Kalau lo butuh waktu, oke, gue bakal kasih berapa lama pun yang lo mau. Tapi syaratnya, lo harus janji sama gue, kalau lo nggak boleh ninggalin gue demi cowok lain."
"Iya sama," Irin memalingkan muka, "lo nggak boleh ninggalin gue buat cewek lain!" katanya berapi-api.
"Oke." Rein mengecup pelan pipi istrinya. "Gue mau mandi, mau mandiin gue, nggak?"
Irin mendorong tubuh Rein untuk menjauh dari sisinya. "Mesum banget! Nggak mau gue!"
Rein hanya tertawa terbahak-bahak dan menuju kamar mandi dengan segera. Meredakan nafsu dan mengembalikan pikirannya kembali sedia kala, atau dia benar-benar akan menggila dan memerkosa istrinya.
"Ck, sejak kapan otak gue jadi kayak gini?"
____
Nanti update lagi!
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Marriage
RomanceBagi Rein yang selama ini menyimpan rasa suka pada sahabat masa kecilnya. Pernikahan ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan patut dicoba. Namun untuk Irin, pernikahan ini hanya akan menjadi percobaan belaka. "Kalau dua bulan kemudian gue nggak...