Crazy - 31

3K 369 3
                                    

"EMANGNYA lo cinta sama gue?"

Detik pertama, Rein mengerjap. Dia bisa saja jujur dan mengiyakannya. Namun, taruhannya terlalu besar. Jika Irin setuju mereka benar-benar akan hidup bahagia, tapi jika tidak ... hubungan mereka akan berubah menjadi canggung dan itu sangat berbahaya.

Rein pun berpikir untuk mengiyakan sekaligus menyerang balik istrinya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Irin yang kini sedang duduk di depannya. "Emangnya lo nggak?"

Irin tampak terkejut mendengar pertanyaan yang balik menyerangnya itu. Wajahnya dengan perlahan mulai memerah, tapi hanya sebentar karena detik berikutnya dia mulai menggelengkan kepala dan menatap Rein tajam.

"Alah, lo bilang kayak gitu paling karena mau minta jatah lagi dari gue, kan?" Irin menebak, langsung tepat sasaran dan menusuk Rein yang diam-diam ingin mencuri sebuah ciuman.

Rein tersenyum masam. Dia langsung menjauhkan wajahnya dan menatap Irin dengan tatap putus asa. Padahal dia sangat berharap ini adalah sebuah kesempatan yang selama ini dia nantikan. Namun ternyata ... sama saja seperti sebelumnya.

Rein mengembuskan napas kasar. "Kenapa lo bisa mikir kayak gitu?"

"Kenapa ... kan dari tadi gestur tubuh lo kayak lagi ngegodain gue, Rein? Masa lo nggak sadar sih?!" Irin menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Ngegodain lo gimana? Gue cuma mau minta cium dikit aja, lo mikirnya sampai ke mana? Mesum lo, Rin!" Rein mengumpat. Padahal tadi dia hanya ingin mencuri satu ciuman singkat. Namun, sepertinya Irin memaknai berbeda apa yang mau dia perbuat.

"Idih, lo nggak ngaca apa gimana? Lo kali yang mesum! Kan lo yang tiap hari minta jatah terus! Mana suka lupa waktu dan nggak tahu aturan main!" Irin balik mengumpati suaminya yang memang suka lupa waktu dan tidak tahu aturan.

"Eh, siapa bilang gue nggak tahu aturan main?" Rein bertanya dengan nada yang terdengar sangat-sangat tidak terima.

"Lah, buktinya gimana? Lo kalau main sampai nggak inget waktu, nggak tahu aturan juga—"

Rein langsung memotong ucapan Irin dengan cepat. "Buktinya lo puas. Itu berarti gue tahu gimana aturan mainnya, Rin." Sangkalnya, tidak mau mengalah disebut tidak tahu aturan main di antara mereka.

Irin tersedak kalimat yang ingin dia lontarkan pada suaminya.

Rein tertawa pelan, kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. "Kalau gue nggak tahu aturan, lo pasti udah gue paksa macam-macam sejak awal. Selama ini gue nggak sampai sejahat itu, kan?" Lagi, Rein menambahkan pendapat yang membenarkan jika selama ini dia tidak pernah salah.

Irin terdiam sejenak. Benar juga. Rein masih tahu aturan, tapi bukan itu maksud Irin sebenarnya. Rein tidak tahu aturan main yang cukup sekali dua kali ronde kelar. Rein suka main sampai kelewatan batas, lupa waktu, dan kadang sampai menyiksanya hingga dia benar-benar lelah!

Irin menatapnya tajam. "Rein, lo tahu jelas maksud gue nggak tahu aturannya di mana, eehh!"

Irin langsung berteriak saat Rein menarik tangannya hingga tubuhnya ikut jatuh di atas ranjang. Rein tersenyum tipis, dia memeluk istrinya dan mulai menggumam, "Tidur aja kalau ngantuk, kalau lo nggak mau tidur, kita bisa ngelakuinnya lagi sekarang."

Irin mendelik ke arahnya. "Gila! Belum puas juga lo, ya?!"

"Kalau main sama lo, udah puas pun gue bakal minta lagi, Rin. Karena gue nggak bisa berhenti, nggak ... gue nggak mau berhenti." Rein mengecup pelan bibir Irin. Kecupan yang begitu halus, lembut, dan terasa hangat. "Jadi gimana, lo mau nggak?"

Irin memasang wajah cemberut, menunjukkan dia tidak setuju dengan ajakan suaminya itu.

"Kalau lo nggak mau, gue nggak akan maksa. Toh niat awalnya lo mau tidur, kan?" Rein tersenyum manis.

"Emm ...."

"Kalau lo mau langsung tidur, oke. Tapi kalau lo kesulitan tidur, kita bisa main dulu. Sekali aja, nggak apa-apa. Seenggaknya sampai lo ngerasa rileks dan bisa tidur dengan nyenyak malam ini." Rein mengerling menggoda, jelas kentara jika dia memiliki niat terselubung saat mengatakannya.

"Modus lo!"

Rein tertawa pelan. "Ya gimana? Seks bisa bikin rileks dan cape, khusunya buat lo. Kalau udah rileks dan cape, lo pasti cepet tidurnya, kan?"

"Hm ...."

"Gimana? Lo mau nggak?"

Irin berpikir sejenak, dia tidur sekarang pun pasti sulit untuk memejam. Kalau dia menerima tawaran Rein ....

Irin mendesah panjang. "Tapi janji sekali aja, ya?" Irin menatap Rein dengan tatapan memohon.

Dia ingin istirahat, tapi matanya sangat sulit untuk terpejam. Mungkin dia memang membutuhkannya. Sebuah seks untuk membuat tubuhnya rileks dan semakin kelelahan.

Sedangkan Rein yang mendapat persetujuan istrinya langsung saja melumat bibir Irin dan menenggelamkannya ke dalam gairah.

Bercinta lagi, lagi, dan sekali lagi. Seperti dua orang pasangan suami istri yang saling mencintai dan sedang ditenggelamkan dalam kabut berahi.

Rein tidak bisa berhenti. Tidak, dia hanya tidak mau berhenti. Karena dia takut semua ini hanya mimpi. Mimpi yang akan menjatuhkan Rein dari titik tertinggi begitu ia terbangun dari ilusi.

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang