Crazy - 15

7.3K 554 14
                                    

SUDAH berulang kali dia datang ke restoran Nayla, sampai semua pelayan dan pekerja di dapurnya mengenal baik seorang Irin. Apalagi, Syila kerap membawanya masuk ke dapur dan meminjam salah satu tempat untuk digunakan sebagai tempat belajar memasak.

Awalnya, tentu saja Irin menolak, karena takut mengganggu pekerjaan yang lainnya di dapur. Namun, ternyata tidak seperti itu. Nayla memang memiliki satu tempat khusus untuk calon koki baru belajar masak di restorannya. Entah apa tujuan dia melakukannya, Irin tidak tahu pasti.

Saat Syila mengajarinya, terkadang koki lain pun mendekati mereka dan turut membantu Syila memberikan saran padanya. Seperti Nando juga keponakannya Naga yang membantu mereka tanpa diminta, "Kasihan juga si Rein kalau terus-terusan lo jadiin kelinci percobaan kayak gitu!" dalih kompak mereka berdua.

Irin sedang menunggu kedatangan Syila, duduk diam di salah satu kursi pelanggan sambil memesan sesuatu untuk dimakan. Saat dia melihat seorang gadis muda datang bersama Nayla. Gadis itu sedang menundukkan kepala saat berjalan melewati mejanya.

Sedangkan Nayla langsung menghentikan langkah dan menyapa dirinya. "Lho, Irina, kamu kapan sampainya, Nak?"

"Baru beberapa menit yang lalu kok, Tan." Irin meringis, terlihat jelas jika dia masih canggung pada tante Rein itu.

Nayla memang selalu ramah padanya, tapi kadang dia merasa canggung dan tidak enak kepadanya. Walaupun tahu Nayla dan ayahnya dulunya juga berteman akrab, tapi Irin nyaris tidak pernah mengunjungi restoran ini sebelum Syila mengajaknya datang kemari.

"Syila belum sampai, ya?"

Irin mengangguk dan saat itulah dia melihat gadis muda itu menoleh memandangi wajahnya. Irin tersenyum sopan padanya. "Dia siapa, Tan?"

Nayla mengerjap, kemudian dia ingat jika mereka memang belum saling mengenal sebelumnya. Saat pernikahan Evan, Irin belum menjadi bagian dari keluarga Gunawan. Alhasil dia tidak mendapatkan undangannya.

"Dia Lilya, menantuku." Nayla memperkenalkan mereka dengan singkat.

Irin mengerjap. Menantu perempuan ... itu berarti istri dari anak sulung laki-lakinya, kan? Bukannya ....

"Bukannya dia masih——"

"Iya, dia masih SMA."

Irin merasa wajahnya pucat pasi sekarang. Anak sulung Nayla bernama Evan, dia jelas lebih tua dari Irin, karena anak kedua Nayla seumuran dengannya. Itu berarti ....

"Dijodohin atau gimana, Tan?" Irin menatapnya penasaran.

Nayla mendekatkan kepalanya ke telinga Irin lalu berbisik pelan, "Kalau mau dibahas jangan di sini, ya? Alasannya agak ... ya gitu, deh, pokoknya."

Irin hanya mengangguk-angguk dan keduanya pamitan untuk masuk ke dalam. Kabarnya Lilya juga akan membantu di dapur bersama koki-koki yang lain.

Sedangkan Irin cukup menyayangkan, kenapa anak SMA seperti Lilya sudah menikah? Harusnya, anak-anak sepertinya masih memikirkan tentang masa muda serta masa depannya, kan? Mau jadi seperti apakah dia nantinya? Mau kuliah di mana? Ambil jurusan apa? Dan bukannya memikirkan masalah rumah tangga.

Irin mendesah panjang. Dia jadi teringat apa yang dia lakukan saat dia masih seumuran Lilya. Perempuan itu tersenyum tipis. Dulu, dia sibuk cari perhatian dari laki-laki yang dia sukai, tapi tak sekali pun dia pernah mendapatkan tanggapan yang berarti.

Kalau Rein ... mungkin dia sudah sibuk pacaran. Dulu, ada seorang anak perempuan yang mendatanginya dan memintanya untuk menjauhi Rein, karena dia merasa cemburu dengan kedekatan mereka.

Nama perempuan itu kalau tidak salah ... Freya.

Irin mengerjap. Tunggu, sepertinya dia pernah mendengar nama itu lagi sebelum ini?

Irin mencoba mengingat-ingat dan ucapan Rein yang menolak wanita pagi ini terngiang kembali di pikirannya.

"Gue lagi males ngapa-ngapain, Frey ...."

"Nggak mungkin, kan, kalau mereka orang yang sama?" tanyanya pada dirinya sendiri dengan tatapan tidak percaya.

"Tapi kalau iya ... itu berarti mereka udah ketemu lagi di tempat kerja, dong, ya?"

Irin pun mulai bermonolog sendirian sambil memikirkan semua kemungkinan yang ada.

"Kok Rein nggak balikan aja sama dia, ya?"

"Apa malah dia udah balikan, tapi nggak mau bilang-bilang?"

"Atau dia mau balikan, tapi udah keburu nikah sama gue, ya?"

"Tapi, kalau iya, dia pasti bakal setuju cerai dua bulan lagi, kan?"

Sepertinya, Irin perlu menanyakan masalah ini secara langsung pada suaminya.

Seseorang yang sejak tadi duduk di meja tidak jauh darinya sanggup mendengar semua ucapan Irin itu dengan baik.

Kepalanya sudah mendarat di meja. Lalu dengan wajah lelahnya dia berkata, "Sampai kapan dia mau kayak gitu? Dan sampai kapan gue harus nahan rasa bersalah ini ke dia?"

__

Jangan lupa vote dan komen, ya 😆🤪

Update dua kali setahun, katanya 🤣🤣🤣

Crazy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang