19. Sosok Saidan Prahadi

245 97 15
                                    

Friendship Problems
19. Sosok Saidan Prahadi

❁happy reading, ya❁

ELNA berjalan gontai menuju kelasnya. Dia tidak menemukan Saidan lagi. Ruang catur tampak senyap kala dia menjejakkan kaki di sana. Suasana hati Elna sekarang sedang tidak secerah cuaca di luar sana. Mencari seseorang yang tak kunjung dia temukan benar-benar membuatnya kesal.

"Rai." Elna memanggil seorang gadis berkacamata yang baru saja melintas di sampingnya. Frame bening yang sedikit berbentuk oval itu membuat wajahnya menjadi imut. Masih ditambah rambutnya yang dikuncir kuda tanpa poni membuat kesan tegas saat orang-orang memandang.

Gadis yang diduga bernama Raina menghentikan langkah. Menoleh ke belakang untuk melihat pemilik suara yang baru saja memanggilnya. "Eh, Elna. Ada apa?"

"Saidan tadi masuk sekolah nggak, Rai?"

Teman sekelas Saidan itu menjawab dengan sesekali membenarkan posisi kacamata yang dia pakai. "Masuk, kok. Emang ada apa, Na?"

"Lo tahu dia lagi ada di mana?"

Raina tampak berpikir. Bola matanya menatap langit-langit kemudian menggelengkan kepalanya. "Lo ada keperluan apa sama dia? Biar gue sampaiin kalau ketemu."

"Tolong bilangin ke dia kalau gue mau ngomongin sesuatu. Besok gue tunggu dia di kursi panjang dekat taman."

"Lo nerima dia?" tanya Raina menyelidik.

Berita saat Saidan menyatakan perasaan pada Elna cepat sekali menyebar ke seantero jagad Brawijaya. Banyak hati patah karena lelaki itu. Siapa yang tak kenal Saidan? Lelaki paling pandai bermain catur di sekolah itu populer di antara banyak anak Brawijaya. Selain pintar, dia juga memiliki paras yang tampan. Ketampanan itulah yang membuaut dia digilai banyak gadis.

Elna menggeleng.

"Terus?" Raina semakin dibuat penasaran.

"Ada deh."

***

KEESOKAN harinya. Sesuai dengan apa yang dikatakannya kemarin. Elna menunggu Saidan di kursi panjang dekat taman yang letaknya di belakang sekolah. Bertepatan dengan kelas XII IPS 1, kelas Genta bersama Arga dan Nathan. Tiga manusia yang dikenal seantero Brawijaya karena cap playboy melekat pada diri mereka.

Elna duduk di kursi panjang sendiri dengan pandangan mata terjatuh pada batu-batu yang melingkari sebuah pohon bunga matahari. Ada satu bunga yang berhasil mekar dan menghadap penuh pada sang surya. Filosofi bunga matahari melambangkan arti kesetiaan. Warna kuningnya pun identik dengan kehangatan dan kebahagiaan.

Memikirkannya, Elna menjadi tersenyum sendiri. Bunga kuning itu mirip seperti dirinya. Jika penampang bunga matahari selalu mengikuti ke mana arah matahari bersinar. Maka dirinya akan selalu memandang ke mana arah lelaki itu pergi. Lelaki hebat yang telah berhasil mencuri hatinya sejak lulus Sekolah Dasar. Salah satu teman dan juga sahabat yang dia miliki saat dirinya masih berbadan gemuk. Magenta.

Senyumnya seketika luntur kala mengingat Genta gemar mematahkan hati perempuan. Gadis itu kerap menantikan pernyataan cinta Genta pada dirinya. Momen yang selalu dia idam-idamkan sejak lama, tetapi sampai sekarang dia belum mendapatkannya. Malah pernyataan cinta laki-laki lain yang sering didapat. Percayalah, Elna sudah lelah menolak mereka semua. Dibalik lelahnya, dia juga takut menyakiti perasaan laki-laki yang menyukainya. Namun, bukankah perasaan tidak bisa dipaksakan? Elna tidak bisa membalas perasaan mereka jika Elna saja tidak menyukainya.

"Elna."

Lamunan Elna terbuyarkan ketika gendang telinganya menangkap suara bariton yang memanggil namanya.

Saidan, lelaki bertubuh jangkung itu menghalangi sinar matahari yang menyorot badan Elna. Tanpa meminta izin terlebih dulu. Lelaki dengan potongan rambut mirip Hwang In Yeop saat memainkan drama Korea berjudul 18 Again duduk di samping Elna.

"Raina nggak nipu gue 'kan kalau lo mau ngomong sama gue?"

Elna segera menggeleng. "Nggak kok. Emang ada suatu hal yang pengen gue omongin sama lo."

Saidan menganguk berulang kali. "Oke. Apa yang pengen lo omongin?"

Elna merogoh saku bajunya. Menarik sesuatu dari sana. Memperlihatkan origami berbentuk hati itu pada Saidan. Lelaki di hadapannya seketika mengernyitkan kening.

"Lo yang ngasih ini ke gue bukan?"

"Hah?"

"Bukan, ya?" Melihat reaksi Saidan yang tampak cengo Elna jadi bisa memutuskan lebih dulu bahwa bukan Saidan yang mengirimnya origami ini.

Saidan tampaknya mengerti apa maksud Elna. Terbesit suatu niat di dalam hatinya. "Kalau gue yang ngasih. Emangnya, lo mau apa?"

Elna mendadak jadi canggung. "E – ke – ke – kenapa lo ... ngasih ini ke gue?"

Lelaki itu mengendik. "Nggak tahu. Pengen aja."

Mata Elna seketika membola. Jadi ini benar-benar sungguh Saidan yang meberikannya? Tunggu, Saidan sedang tidak berbohong kepadanya 'kan?

"Serius lo yang ngasih?" Mata Elna menyipit. Mencoba mencari kebohongan dari netra dan gerak-gerik Saidan.

Saidan mengangkat salah satu kakinya. Meletakkan kaki kanan itu di atas paha kirinya. Setelahnya dia menaik-turunkan bahunya dia tersenyum samar. Wajahnya yang sedikit berkeringat menjadi mengkilap karena terkena sinar mentari pagi.

Elna menatapnya tidak percaya. Sungguh, dia tidak pernah mengharapkan Saidan yang mengirimkan ini semua. Namun jika benar, apa sebenarnya tujuannya?

"Lo serius yang ngasih ini ke gue?"

"Menurut lo, gue bukan yang ngasih?"

Elna sungguh tidak yakin dengan ini. Saidan berkata dia yang memberikan ini semua. Namun perasaannya malah mengatakan yang sebaliknya. Bukan Saidan yang mengirim ini semua. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah menemui Saidan dan lelaki itu mengakuinya. Meskipun masih sulit untuk dipercaya. Sepertinya Elna memang harus menerimanya.

To be continue

Hayolooo Saidan bukannnn?

find me:
instagram: @lailaefna_

Friendship Problems [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang