12. Tidak Menyangka

309 125 17
                                    

Friendship Problems
12. Tidak Menyangka

TIDURAN di sofa sambil menonton televisi lama kelamaan membuatnya mengantuk. Sudah berkali-kali gadis itu menguap. Namun dia tidak boleh tertidur sekarang. Makanan yang dia pesan melalui via online belum datang.

Rumahnya sepi karena Papa masih di kantor dan Mamanya baru saja keluar untuk menemani Tante Azizah pergi. Entah mereka pergi ke mana, Elna tidak mengetahuinya karena mereka tidak bilang kepadanya.

Kegiatan monotonnya di hari Minggu setelah mengibarkan bendera peperangan dengan Genta hanyalah menonton televisi sampai ketiduran. Biasanya, sebelum bendera perang berkibar. Pagi-pagi Genta pasti sudah stand by di depan rumah lengkap dengan sepeda motornya. Mereka berdua akan menghabiskan waktu sampai senja tiba. Jalan-jalan ke pantai, mall, kulineran, dan masih banyak lagi kegiatan yang Elna lakukan bersama Genta saat hari Minggu tiba. Terkadang Elna juga menemani Genta saat bertanding basket. Walaupun Genta memiliki seorang kekasih, tetapi tetap saja, Elna pasti yang selalu mendapat tempat penuh di sisi lelaki itu.

Elna sendiri juga tidak tahu mengapa Genta bisa seperti itu. Genta memang sudah bergonta-ganti pacar sampai tidak terhitung lagi berapa jumlah mantannya. Meski begitu, setahu Elna, Genta sama sekali belum pernah membawa salah satu dari cewek-cewek itu berkunjung ke rumahnya. Memikirkan hal itu, Elna menjadi tersenyum sendirian. Namun satu sisi lain Elna juga merasa bersalah karena selalu mencuri waktu yang seharusnya Genta habiskan bersama dengan kekasihnya.

Menjadi kekasih Genta, pasti akan menjadi berat untuk siapa pun jika dirinya masih berada di dekat laki-laki itu.

Elna tampaknya dapat menebak mengapa Genta tidak berani membawa perempuan ke rumahnya. Tante Azizah sangat galak jika menyangkut soal anak perempuan. Karena dahulu, semasa di putih biru. Setelah bertahun-tahun Genta tidak membuat gadis itu menangis lagi karena ulahnya. Kala itu Elna menangis hanya karena Genta menyembunyikan boneka beruang warna merah jambu miliknya.

Elna menangis sejadi-jadinya. Dia terlalu menyayangi boneka beruang itu. Takut jika dia dan boneka beruangnya tidak bisa bertemu lagi. Alhasil, dari pagi sampai sore, Genta tidak berhenti menerima ocehan dari Mamanya. Meskipun boneka beruang merah jambu itu sudah kembali kepada pemiliknya.

Lagipula Tante Azizah dan juga suaminya tidak menginginkan kedekatan Genta dengan gadis lain selain Elna. Selain sudah kenal, orang tua Genta juga sangat protektif dengan pergaulan anak semata wayangnya. Genta benar-benar sangat dijaga kemurniannya.

Genta juga sudah pernah diberi pesan oleh kedua orang tuanya untuk tidak mempermainkan perasaan seorang perempuan. Tentu tanpa pikir panjang dia mengiyakan. Tidak mungkin jika dia akan menjawab tidak. Kanjeng Ibu pasti akan memarahinya jika mendengar penolakan terlontar dari mulutnya. Namun diam-diam di belakang Genta malah abai dengan perintah itu.

Jika memiliki pemikiran bahwa Genta adalah seorang perokok, maka jawabannya adalah salah. Seorang Genta sama sekali tidak pernah merokok. Padahal Ayahnya adalah seorang perokok aktif. Namun apa boleh buat? Kanjeng Ibu sudah bersabda bahwa dia tidak boleh merokok sampai dia berusia dua puluh tahun.

Untuk membolos, Genta pernah beberapa kali membolos karena bosan dengan pelajaran yang dia pelajari. Itu pun dia juga sudah tobat sekarang karena Mamanya mendapat laporan dari pihak sekolah bahwa Genta membolos saat jam pelajaran berlangsung. Sepulang dari sekolah, laki-laki itu langsung dimarahi oleh Azizah habis-habisan. Bahkan dia tidak diberi uang jajan selama seminggu untuk hukumannya.

"Genta, Genta." Elna tersenyum.

Suara ketukan pada pintu gerbang berhasil mengalihkan. Tanpa mematikan televisi terlebih dahulu. Elna langsung berjalan keluar tanpa alas kaki. Langkahnya terhenti setelah keluar dari pintu. Matanya seketika membola saat melihat siapa yang berdiri di depan sana. Laki-laki dengan jaket berwarna cokelat tua.

Ngapain dia di sana? Elna membatin. Lantas buru-buru menghampirinya.

"Nih." Laki-laki itu menyodorkan kantung plastik kepadanya. Dari bentuknya yang sedikit kotak, sepertinya ada suatu benda di dalam sana.

"Apa nih?" Sebelum menerimanya. Elna bertanya lebih dahulu.

"Lo tadi pesan ayam geprek, kan?"

"Loh ... kok lo tahu?" Elna sedikit terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa laki-laki itu tahu bahwa dia memesan ayam geprek padahal dia tidak mengatakan padanya?

Laki-laki itu terkekeh kecil. "Tempat lo mesan ayam geprek itu punya Tante gue. Kebetulan gue kerja di sana."

Jadi Sanjaya tidak main-main dengan ucapannya beberapa waktu yang lalu. Dia benar-benar bekerja paruh waktu.

"Berapa, San?" Elna menerima kantung plastik itu sambil merogoh saku celananya.

Sanjaya mengeluarkan ponsel dari saku bajunya untuk mengecek lagi berapa jumlah uang yang harus Elna bayarkan. Setelah menyebutkan jumlahnya. Elna memberikan selebaran uang seratus ribuan kepadanya. Lalu gadis itu mengucapkan terima kasih.

"Gue juga terima kasih." Sanjaya balas tersenyum.

"Oh iya, San. Gue boleh tanya?"

Dahi Sanjaya mengernyit sebentar, tetapi dia tetap menganggukkan kepalanya.

"Lo kerja kayak gini nggak ganggu sekolah lo apa? Kita 'kan udah mau Try Out terus Ujian Nasional."

"Ya, dikit, sih. Cuman mau gimana lagi? Gue butuh uang, Na. Lagian kerja gue juga halal. Daripada gue nyopet."

Elna tertawa menanggapinya dan Sanjaya juga ikut tertawa kecil. "Lo nggak takut? Kalau misalnya nanti lo nggak lulus sekolah gimana?"

"Gue nggak pernah berdoa kayak gitu sama Tuhan. Paling Tuhan juga masih tetap mau memaklumi gue, kok. Tuhan pasti selalu bantu gue. Pihak sekolah juga bakal mikir dua kali sih kalau mau nggak ngelulusin gue." Laki-laki itu meringis. Menampilkan deret giginya yang tertata tidak begitu rapi. Sanjaya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Selepas itu dia segera berpamitan dengan Elna. Mengingat masih banyak pesanan ayam geprek yang harus dia antarkan. Setelah dia memberi masukkan pada Tantenya agar mendaftarkan rumah makan ayam gepreknya ke situs-situs online. Pelanggan berhasil membeludak setelahnya. Bahkan Tantenya sampai membuka lowongan pekerjaan lagi karena karyawan-karyawannya kewalahan.

Sanjaya sudah pergi hingga punggungnya sudah tidak terlihat lagi. Elna masih sempat mencium aroma harum ayam geprek yang dia pesan sebelum masuk ke dalam rumah. Tanpa sadar, sendari tadi ada seseorang yang mengawasi di balik kaca jendela. Orang itu berdecih, tampak tidak suka melihat kedekatan Elna dan Sanjaya untuk kedua kali. Ya, dia Genta, laki-laki yang sedang mengumpat untuk mengawasi Elna. Dengan kedua tangan mengepal hingga buku-buku jarinya memucat.

Genta benar-benar tidak menyukai kedekatan Elna dengan laki-laki lain. Tahu begini. Seharusnya dia tidak mengatakan Elna adalah gadis yang jual mahal pada hari itu. Toh kenyataannya dia memang tidak bisa melihat gadis itu dekat dengan manusia lain. Bersyukur, Elna belum pernah sama sekali membalas perasaan orang yang menyatakan cinta kepadanya.

Melihat Elna masuk ke dalam rumah dengan segudang senyum. Genta semakin tidak menyukai Sanjaya.

Mereka pacaran atau gimana? Pikiran Genta melambung ke mana-mana. Dipenuhi dengan rasa penasaran dia ingin menanyakan langsung pada Elna. Namun tidak mungkin dia bertanya pada gadis itu untuk saat ini.

To be continue

Jangan lupa vote❤

Spam komentar juga yaps❤

Rekomendasiin juga cerita ini ke teman-temanmu biar ada bahan gibah bersama😆

find me:
instagram: @lailaefna_

Friendship Problems [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang