Patah hati selalu membawa perubahan pada diri orang, termasuk Cinta karena seaneh apapun dia, dia tetap orang. Cinta akan mendengarkan lagu sedih hanya untuk mengiring duka yang tersangkut dalam dada. Nama dan seluruh memori tentang Biru akan berenang lincah di otaknya hingga kepalanya rasanya ingin meledak. Selalu dia dan akan tetap menjadi dia.
Tak peduli bagaimana lisan terus mengucap bahwa ia melupakannya, tapi dalam hati kecilnya dia selalu mengharapkan Biru. Berharap dia bisa melihat manik legam Biru lagi, mendengar suaranya, mengirup aroma tubuh yang selalu membuatnya tenang atau jika ia boleh sedikit serakah dia ingin Biru datang memeluknya dan menciuminya seperti dulu. Jika Biru melakukannya ia berjanji akan menjadi Cinta yang baik, bukan anak manja yang hanya tahu merengek saja. Sayangnya semua keinginan Cinta tak pernah tersampaikan, tak ada biru di sampingnya, tak ada kecupan kaget dari Biru untuknya, dia tak ada. Tak peduli bulan berganti lelaki itu tak kunjung muncul di hadapannya dan ia membuatnya membenci Biru.
Cinta benci Biru yang meninggalkannya tanpa kata. Ia benci Biru yang membuatnya menunggu. Ia benci Biru yang membuatnya terus berharap. Ia benci Biru yang membuatnya jatuh cinta sedalam ini. Dan ia benci dirinya sendiri yang tak mampu melupakan Biru.
"Biru belum ngasih kabar?" tanya Dony pada Cinta yang sedang bergelut dengan soal-soal mematikan.
Berkat kepergian Biru Cinta menjadi anak yang menyibukkan diri, belajar, membersihkan rumah. Terlihat begitu positif sayangnya itu membuat semua orang khawatir karena sejak Biru pergi tawa Cinta tak semurni dulu, senyumnya tak lagi menular semuanya berubah dan itu semua karena hati gadis itu sedang retak.
"Kak, Cinta ke ruang guru ada soal yang perlu Cinta tanyain ke Bu Mar."
Menghindar adalah bentuk pertahanan diri Cinta. Tak ada yang menyalahkan karena sekali nama Biru di sebut saat itu juga segala upaya Cinta untuk terlihat baik-baik saja akan hilang.
"Sebenernya lo ngapain sih Biru?"
-o0o-
Pagi di bulan Juni terusik oleh angin musim gugur. Rasanya dingin, tapi hati Biru lebih terasa dingin. Sudah hampir lima bulan lelaki itu tinggal di Amerika tanpa memberi kabar sedikit pun pada sang kekasih. Apakah Biru sengaja tak memberi kabar? Jawabannya iya. Dia takut jika ia mendengar suara Cinta ia akan meninggalkan ayahnya yang saat ini meninggalkannya. Untuk saat ini ia tak ingin menjadi anak durhaka. Ia tahu ayahnya mungkin tak mencintainya sebesar Cinta mencintainya, tapi darah akan terus terhubung.
"Gimana kabarnya?" tanya Biru pada orang di seberang benua.
"Dia bilang dia baik-baik aja, tapi semuanya juga tau dia nggak baik-baik aja." Tentu saja siapa yang akan baik-baik saja setelah ditinggal tanpa kata.
"She cried?"
"Nggak, dia ketawa paling kenceng. Lo kasih dia permen aja dia bakal ketawa which is itu artinya dia lagi jadi gila dalam tahap bener-bener gila." Biru terdiam dia tahu bahwa dia orang paling brengsek di hidup Cinta saat ini.
"Terus sampai kapan lo mau jadi bajingan?" Biru menghela napas.
"Gue pengen balik." Biru benar-benar ingin kembali, tapi jika ia kembali siapa yang akan menemani ayahnya yang sedang tertidur dengan berbagai alat di tubuhnya.
"Bokap lo gimana? Udah okay?" Bahasa dari Bagas membuat Biru terkekeh sejenak.
"Nggak, dia masih tidur. Gue takut dia nggak bisa bangun lagi Gas."

KAMU SEDANG MEMBACA
✅ Manito
Teen FictionBertahun tahun akhirnya cinta menyadari bahwa seseorang yang selama ini membantunya adalah manitonya yang masih menjalankan tugasnya selama bertahun tahun untuk menjaga Cinta. Namun, Cinta tak pernah tau siapa manitonya, yang ia tau hanya ada dua ka...