22

456 85 67
                                    

Jika Google adalah manusia mungkin sekarang Biru sedang mendapat omelan sepanjang tol Bakter. Bagaimana tidak? Lelaki yang baru saja menanggalkan status jomblonya itu terus memarahi Google yang membuatnya pusing. Bukan salah Biru juga sebenarnya. Dia kesal karena setiap laman yang ia buka selalu mengatakan hal saja. Jadi, antara website yang satunya mencontek atau semua yang membuat artikel itu membuatnya secara gotong-royong ia tak tahu. Hal yang ia tahu adalah semua isinya membuatnya pusing.

"Menangislah, keluarkan perasaan sedihmu." Biru menyerngitkan dahinya. Rasanya aneh jika ia membayangkan Dony menangis. Lelaki itu terlalu manly untuk menangis, jadi jelas cara pertama out.

"Putuskan komunikasi. Woi ngadi-ngadi nih artikel mana bisa kayak gitu woi! Dosa nggak tau nggak memutus tali silaturahmi." Dengar sendiri kan? Bagaimana lelaki itu memarahi hasil pencarian Google, benar-benar tak ada akhlaknya.

"Jangan pikirkan masa depan? Wah tambah gila nih! Kalo nggak mikirin masa depan Bang Dony mau jadi apa? Duh!" Biru tak kuat lagi jika harus melihat isi laman artikel itu. Ia tak ingin menambah kesal yang sudah menumpuk.

"Ngapa deh lo?" tanya Bagas.

"Iya nih gak jelas anjir!" timpal Vano yang masih sibuk mencontek hasil kerja Biru.

"Lo tau cara move on gak?" tanya Biru, ia yakin si Bagas bisa memberikan saran yang lebih baik dibandingkan artikel yang ada di internet.

"Anjir! Lo baru jadian kemaren udah mau putus aja." Jangan tanyakan rasa apa yang sedang dirasakan oleh Vano. Yang jelas itu bukan rasa yang tertinggal ataupun rasa yang pernah ada melainkan rasa sakit di ubun-ubun yang jika divisualisasikan kepala Vano akan muncul benjolan sebesar bakpao berkat kamus oxford milik Biru.

"KENAPA NGGAK SEKALIAN PAKE MARTIL? SAKIT ANJIR!" teriak Vano dengan sepenuh hati.

"Gue nggak bawa martil kalo sekolah. Kalo lo mau nyoba martil ntar balik sekolah ayo ke rumah gue," balas Biru tak kalah sarkas.

"Sialan lo!" Biru tak ingin menimpali, lebih baik dia menghadap pada sang ahli romansa, bapak Bagas lulusan S1 percintaan.

"Gas, gimana caranya?" tanya Biru lebih ke merengek.

"Lo mau move on?" Biru langsung menggeleng cepat seperti anak dugem.

"Terus? Kenapa nyariin perkara move on?"

"Kak Dony. Gue mau bantuin dia move on dari Cinta." Bagas mengangguk, memang tak mungkin juga si ahli per-bucin-an seperti Biru meminta move on dari Cinta yang menjadi segala-galanya.

"Oh. Terus sejauh ini apa yang dilakuin kak Dony?"

"Sekolah, les, ngeband." Bagas menepuk dahinya.

"Maksud gue usaha dia buat move on!" Biru menggeleng, dia yakin Dony juga bingung bagaimana cara untuk move on.

"Nggak ada, makanya dia minta tolong ke gue." Bagas mengeluarkan udara dari mulutnya dengan mantap. Biru yakin jika Bagas sudah melakukan itu maka beberapa detik kemudian dia akan mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

"Hanya ada dua hal yang bisa lo lakuin buat move on."

"Apa?" tanya Biru.

"Pertama lo harus ngenalin dia sama sosok baru buat gantiin orang yang dia sayang. Lo ada kenalan cewek nggak?"

"Ada, banyak." Bagas kaget, menurut pengetahuannya Biru tak dengan gadis manapun selain Cinta.

"Siapa?" tanya Bagas penasaran.

"Kak Hany, Kak Alice, Gea, Ayana, Tiara." Oke itu adalah ukuran banyak untuk Biru dan Bagas tentu tak akan protes walaupun rasanya ia ingin sekali menyentil dahi Biru dengan kursi yang sedang ia duduki.

✅ ManitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang