"Sini, biar aku saja"
Renjun mengambil alih kain yang diisi es batu dari tangan Vanya.
"Kenapa kau menangis? "
Vanya hanya menutup mulutnya. Dia tidak berniat memberitahukan Renjun tentang masa lalunya dan alasan dia menangis. Melihat Vanya hanya diam, Renjun menghela napasnya pelan.
"Selesai"
"Terima kasih"
Setelah itu, Vanya langsung berjalan ke kamarnya meninggalkan Renjun yang menatap intens punggungnya.
•••
Renjun menghela napasnya. Sedari tadi Vanya belum keluar kamarnya sama sekali. Dia kemudian berjalan ke arah kamar Vanya dan mengetuk nya.
Tok
Tok
Tok
"Vanya, ayo keluar. Kau belum makan dari tadi siang"
Tidak ada jawaban. Renjun sekali lagi mengetuk pintu kamar Vanya, berharap Vanya akan membuka pintunya.
"Vanya, ayo makan dulu"
Tetap tidak ada jawaban. Renjun khawatir, dia kemudian mendobrak pintu kamar Vanya. Untung saja pintunya tidak lepas dari tempatnya.
"ASTAGA, VANYA!! "
Renjun segera menggendong Vanya dan membawanya ke mobil karena melihat Vanya tergeletak tidak sadarkan diri di lantai. Saking paniknya, Renjun mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi tanpa mempedulikan para pengendara lainnya yang protes.
***
"Jangan kaya gitu lagi"
"Janji Asya"
"Yang bener? "
"Iyaaa"
"Untuk Huang Renjun, bisa bicara sebentar? "
Renjun menatap Asya yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Dia mengangguk dan keluar diikuti Asya.
"Kenapa kau bisa bersama dengan Vanya? "
"Aku satu rumah dengannya"
"HA??!! "
"Biasa saja Lee Asya"
"Berisik kau Huang Renjun"
"Kau tidak melakukan apapun pada Vanya kan? "
"Tidak, paling hanya kissing "
"Heh, itu sama saja"
"Ck, memangnya kenapa? "
"Aku tidak yakin Vanya mau denganmu. Soalnya dia kan–ups"
Renjun menatap Asya dengan tatapan curiga. Sedangkan Asya mengumpat dalam hati karena dia hampir keceplosan.
"Dia kenapa? "
Asya menelan salivanya dengan susah payah mendengar suara dingin Renjun. Dia tidak boleh memberitahukan Renjun, tidak boleh sama sekali. Itu hanya rahasianya dengan Vanya.
"Dia kenapa Lee Asya"
"Bu--bukan apa - apa"
"Benarkah? Kalau begitu kenapa kau berbicara gagap? "
"Itu bukan urusanmu! "
Asya kemudian kembali ke ruangan Vanya meninggalkan Renjun yang menatapnya dengan tatapan tidak dapat diartikan.
***
"Kapan kau akan menemuinya?"
"Entahlah. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan dia?"
"Hanya ingin tau jika hatimu masih ada padanya"
Vanya tersenyum manis. Tentu saja hatinya masih ada pada dia, orang yang selalu menemaninya hingga dia terpaksa berpisah dengannya.
"Tentu saja. Hatiku selalu ada padanya"
"Tapi aku dengar dari Renjun kalau kalian pernah kissing "
"Memang pernah. Tapi dia memaksaku, kau tau? Kekuatannya sangat kuat jadi aku tidak bisa menghentikannya"
"Jadi, kapan menemuinya?"
"Mungkin beberapa hari lagi. Aku sangat merindukannya"
"Ck, hey. Kau tidak kasihan pada sahabatmu yang sudah lama menjomblo ini?"
"Bukankah kau sedang dekat dengan senior di tempatmu bekerja?"
Pipi Asya memerah menahan malu. Sedangkan Vanya tertawa melihat pipi Asya yang memerah.
"Da--darimana kau tau?"
"Apasih yang Vanya nggak tau"
Asya berdecak kesal mendengar jawaban Vanya. Padahal dia sudah menutup fakta itu rapat-rapat agar tidak di dengan siapa pun. Melihat wajah cemberut Asya, Vanya tertawa.
"Seniormu itu adalah sahabat dia. Jadi aku tentu saja tau"
"Astaga, banyak sekali sahabatnya"
"Ya begitulah"
Kemudian suasana hening sesaat. Baik Asya maupun Vanya terdiam.
"Jangan beritahukan dia kepada siapa pun, oke?"
"Tentu saja. Aku tidak akan memberitahukan siapa pun tentang dia"
Ah, sepertinya Asya lupa jika dia hampir keceplosan tadi ketika sedang berbicara dengan Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession || Huang Renjun [✓]
FanfictionSeorang gadis yang menjadi obsesi seorang CEO sekaligus mafia. Penasaran dengan kisah mereka? [S1 & S2] © Blueming7