S2 - 12

1.4K 204 15
                                    

Setelah berkali-kali membujuk Renjun untuk pulang, akhirnya Renjun luluh dengan wajah imut Vanya. Lebih tepatnya, Vanya yang sengaja membuat wajah imut. Akhirnya, dengan terpaksa, Renjun pulang terlebih dahulu.

Vanya melirik baju Mark, yang langsung Mark tutupi dengan tangannya. 

"Apa liat-liat?! " Sentak Mark sambil melotot.

Vanya berdecak, kemudian mengulurkan tangannya. "Bawa kesini. "

"Enak aja! Ini punyaku. "

"Mark Lee. " 

Mark mendengus, kemudian membuka sedikit bajunya dan mengeluarkan pistol dari sana. "Nih. Ambil sana. "

Vanya mengambil pistol itu kemudian menelitinya. "Pistol curian pasti kan? "

Mark mengangguk malas. Vanya menyimpan pistol itu ke tas nya kemudian menatap Mark serius.

"Ayo pake rencana B. " Ucap Vanya.

Mark melotot kaget. "Gila! Masih ada rencana A bodoh! "

"But, rencana B lebih baik menurutku. "

"Rencana B lebih berbahaya, Choi Vanya. "

Vanya mendecak malas mendengar marga aslinya. Tapi sekarang bukan waktunya mempermasalahkan marga nya.

"I know, tapi itu satu-satunya rencana yang bisa berhasil sempurna. " Balas Vanya.

Mark mengangkat satu alisnya, "are you sure? " Tanya nya dengan tidak yakin.

"Yes, i'm very sure. " Jawab Vanya dengan yakin.

Mark berpikir sebentar, rencana B memang berbahaya, baik untuknya atau untuk Vanya. Tapi sesuai kata Vanya, rencana B memang 100% sempurna. Tidak ada persentase kegagalan karena mereka sudah memikirkannya matang-matang.

"Oke, kita pake rencana B. "

Vanya bersorak kecil. Dia kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Fiona.

"Kak Fio, i need your help. "

"What's that? "

"Tarik saham yang ada di Choi Company. "

"O-okay. "

Tut


Vanya  mematikan telfonnya, kemudian menatap Mark yang sudah selesai siap-siap. "Cepet amat. "

Mark memutar bola matanya, "kau saja yang lambat. "

Vanya mendengus, kemudiam mengambil buku note dan pulpen miliknya. Mark terbingung-bingung dengan kelakuan Vanya yang terbilang tidak ada di dalam rencana.

"Hey, what are you doing? "

"Menulis surat untuk Renjun. " Balas Vanya sambil meletakkan surat itu dimeja samping brankar.

"Eewh, bucin. " 

"Shut up, Mark. "

Mark baru ingat, kan Vanya punya ponsel. Terus ngapain pake surat-suratan segala? Kayak zaman dulu aja.

"Kenapa nggak pake ponsel? "

"Ya pikir sendiri. Gimana kalo aku ngabarin dia mau pergi terus dia tiba-tiba datang kesini? Ya gagal lah rencana nya. "

Mark mengangguk-anggukkan kepalanya. Bener juga sih, Renjun kan orangnya posesif abis, Vanya deket dia aja langsung kayak mau bunuh dia. Padahal kan dia sepupu tersayangnya Vanya. 

"Udah, let's go. " Ucap Vanya sambil memakai maskernya.

Mark melepas perban yang ada di kakinya, kemudian berdiri. Masih rada sakit sih, tapi ya nggak sakit-sakit banget lah.

Obsession || Huang Renjun [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang