"Capek. "
Vanya membaringkan tubuhnya karena habis mandi. Tadi setelah pulang dia langsung pemanasan dan lari 5 putaran, sekalian latihan panah juga.
Pikiran Vanya tiba-tiba kembali pada kejadian tadi siang, saat di cafe. Vanya ingat, Renjun menatapnya dengan tatapan terkejut.
"Ngapain aku mikirin dia? " Tanya Vanya pada dirinya sendiri.
"Ingat Vanya. Kamu kesini cuma untuk balas dendam. "
"Nggak ada cinta-cintaan! "
Vanya memukul kepalanya pelan. Dia tidak mau memikirkan Renjun, yang mungkin saja sudah memiliki gadis pengganti.
Tapi siapa?
"Tuh kaannn. " Vanya memukul - mukul bantalnya brutal.
Merasa kesal karena pikirannya terus ke Huang Renjun.
Vanya kembali memukul kepalanya pelan, tapi berulang kali sambil menggumamkan kata 'lupakan'.
"Kau kenapa? " Tanya Fiona sambil bersandar di pintu.
"Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing. " Bohong Vanya.
Fiona menahan senyumnya. Apa Vanya menganggapnya bodoh? Jelas-jelas dia tadi mendengar ocehan Vanya.
"Minum ini, habis itu tidurlah. " Ucap Fiona sambil meletakkan gelas yang berisi coklat hangat.
"Terimakasih. "
"Sama-sama. " Balas Fiona sambil berjalan keluar kamar.
Setelah pintu di tutup rapat, Vanya meminum coklat hangat itu kemudian pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi.
"Good night world. " Gumam Vanya sebelum menjelajahi alam mimpi.
***
"Song Vanya, ayo cepat!"
Vanya mendengus, kemudian dengan gerakan cepat memakai dasinya dan mengambil jas, topi, dan masker. Rambutnya sengaja dia gerai, agar wajahnya tidak kelihatan oleh orang-orang.
"Sudah, ayo berangkat. " Ucap Vanya ketika sudah memasuki mobil.
Fiona menginjak gas nya. Tujuan mereka kali ini pergi ke perusahaan milik Vanya dulu, yaitu perusahaan VN Company.
"Sampai, cepat pake topi dan maskermu. "Ucap Fiona mengingatkan.
Vanya memakai topi dan maskernya, kemudian turun di ikuti Fiona. Merka berdua berjalan menuju kantor Vanya. Di sepanjang jalan, banyak yang membicarakan kembalinya Fiona yang sudah lama menghilang. Ada juga yang membicarakan orang yang di belakang Fiona, alias Vanya yang sedang menyamar.
Fiona membuka kantor CEO dengan kunci yang selalu dia bawa, kemudian mempersilahkan Vanya masuk. Vanya membuka topi dan maskernya begitu pintu di tutup rapat, matanya menatap sekitar kantornya yang tidak memiliki perubahan sama sekali.
Ruangan itu masih bersih, karena setiap hari Fiona selalu memerintahkan bodyguard untuk membersihkan ruangan CEO.
"Urutan ke berapa sekarang? " Tanya Vanya sambil duduk di kursinya.
Fiona menghembuskan nafasnya sebelum menjawab. "Urutan ke sepuluh. "
"Siapa urutan pertama? " Tanya Vanya sekali lagi.
Fiona menelan air liurnya, sedikit terimindasi dengan aura Vanya. "Choi Company. "
Tak
Pensil yang di pegang Vanya patah. Fiona berulang kali menelan air liurnya melihat Vanya yang terlihat sangat mengerikan di matanya.
"Bawa semua berkas kesini. Biar aku yang mengerjakannya semua. " Ucap Vanya nada dingin.
Fiona dengan cepat keluar ruangan, mengambil berkas, kemudian mengambil nafas banyak-banyak sebelum masuk kembali ke ruangan CEO. Fiona meletakkan semua berkas-berkas itu di meja Vanya.
"Ini sudah semuanya. " Ucapnya sambil mengusap keringat yang ada di dahinya.
"Terimakasih. " Ucap Vanya.
Fiona hanya mengangguk, dia pamit undur diri dan pergi ke ruangannya sendiri. Vanya merenggangkan tubuhnya, kemudian dengan teliti membaca semua berkas, sesekali ada yang perlu dia tanda tangani.
Setelah selesai, Vanya menekan tombol yang ada di samping tangan kanannya. Saat itu juga, Fiona datang.
"Adakan rapat. Kali ini, biarkan aku yang memimpin. "
"Tapi--- "
"Tidak ada tapi-tapian. Biarkan mereka mengetahui jika CEO mereka belum meninggal. "
Fiona mengangguk, kemudian dengan segera menyiapkan ruang rapat dan memanggil karyawan.
Lihat-lihat, bu CEO kita sudah beraksi. Artinya apa hayooo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession || Huang Renjun [✓]
FanfictionSeorang gadis yang menjadi obsesi seorang CEO sekaligus mafia. Penasaran dengan kisah mereka? [S1 & S2] © Blueming7