Vanya berdiri, menatap kosong foto mendiang mamanya yang berada di depan. Di foto itu, mamanya tersenyum lebar, membuat Vanya semakin larut dalam kesedihannya. Renjun datang, dengan membawa bubur di tangannya.
"Vanya, ayo makan dulu. " Ucap Renjun yang tidak digubris sama sekali oleh Vanya.
Renjun menghela nafasnya, meletakkan mangkuk dan berjalan mendekati Vanya. Renjun berdiri dihadapan Vanya, tangannya menangkup kedua pipi Vanya dan mengelus pipinya lembut.
"Ayo makan dulu. Mama pasti sedih anak gadisnya nggak makan-makan. "
"Renjun. "
"Hm? "
"Apakah aku tidak pantas bahagia? "
Renjun mengusap air mata Vanya yang kembali mengalir. "Enggak, kamu pantas bahagia. Sangat pantas. "
"Lalu kenapa mama meninggalkan aku? Aku muak dengan takdir yang selalu mempermainkanku. Setiap kali aku bahagia, dia akan mengambilnya dan membiarkanku bersedih. Apakah tuhan membenciku? "
Renjun mengambil nafas panjang. "Vanya, tuhan tidak pernah membenci ciptaannya. Jangan berpikir seperti itu ya? Masih ada aku disini. "
Renjun memeluk Vanya yang kembali menangis. Kata penenang dia ucapkan sambil mengelus punggung Vanya. Renjun mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Rasanya sesak mendengar tangisan pilu orang yang dia cintai. Pelukan mereka mengerat, dengan tangisan Vanya yang semakin menjadi-jadi.
"Vanya, udah ya? Jangan nangis lagi. Nanti di atas sana, mama juga ikut sedih melihat anak gadisnya terus menerus menangis. "
Vanya melepas pelukannya sambil sesegukan. Renjun mendudukkan Vanya, kemudian dengan telaten menyuapi bubur, sesekali membersihkan sekitar mulut Vanya yang kotor karena terkena bubur.
Renjun meletakkan mangkuk yang sudah tidak ada isinya lagi. Dia kembali memeluk Vanya yang sudah agak tenang. Renjun menunduk, tangannya mengangkat dagu Vanya dan melihat hidung Vanya memerah, dan mata Vanya yang bengkak.
"Tuh kan, jadi bengkak matanya. Tunggu sebentar. " Renjun keluar dengan mangkuk di tangannya. Vanya menatap langit-langit kamar.
"Ma, aku bersyukur punya Renjun yang selalu ada di sampingku. Dia selalu melindungiku, jadi di atas, mama nggak perlu khawatir. Renjunku akan selalu berada di sampingku, melindungiku, dan menjagaku dengan sangaaaaaat baik. " Ujar Vanya dengan senyumannya.
"Hm? Kamu kenapa senyum-senyum? " Tanya Renjun yang datang dengan wadah yang berisi air hangat di tangannya. Vanya menggeleng pelan, dia menatap Renjun yang sedang mengompres matanya dengan telaten.
Setelah itu, Renjun mengelap mata Vanya kemudian mencium keduanya lama. Vanya tersenyum kecil, hatinya menghangat dengan perlakuan Renjun. Vanya membuka matanya, senyumnya semakin lebar melihat wajah Renjun.
"Kamu kenapa? " Tanya Renjun sambil mencolek hidung Vanya yang masih memerah.
"Aku seneng, karena kamu selalu ada di samping aku. " Jawab Vanya yang masih mempertahankan senyum lebarnya.
Renjun tersenyum menahan gemas. "Aku juga seneng, kamu ada di samping aku. " Renjun mendaratkan bibirnya pada dahi Vanya.
"Akkkhh so sweet banget! Kapan nikah? "
Krystal menepuk dahinya melihat tingkah kakaknya. Jessica memukul-mukul lengan adiknya dengan gemas yang tertahan. "Fiks, mereka berdua pasti tambah sweet kalo udah nikah. " Pekik Jessica tertahan.
Krystal mendengus kesal, dia sedikit menjauh dari kakaknya agar lengannya tidak di pukul-pukul lagi. "Nggak usah pukul lenganku juga kali! " Ucap Krystal sambil mengelus lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession || Huang Renjun [✓]
FanfictionSeorang gadis yang menjadi obsesi seorang CEO sekaligus mafia. Penasaran dengan kisah mereka? [S1 & S2] © Blueming7