"Apaan sih deket-deket? Nggak temenan ya kita!" Gadis bersembunyi di balik tubuh Farah yang sedang bersiap menyalami tamunya yang akan pulang. Dia masih mode kesal dengan suaminya yang tadi mencuri cium di depan semua orang.
"Emang bukan teman, 'kan? Lo istri dan gue suami. Eh lupa, kata Bunda udah nggak boleh elo-gue lagi ya? Sayang? Gimana kalo manggilnya sayang aja?" Satria sedari tadi yang tak mau berhenti menggodai istrinya merasa menikmati tiap Gadis mengomeli dirinya dengan lucu.
"Bund! Lihat deh, Satria gitu lagi. Gimana bisa dia berubah jadi nggak tahu malu gini sih?" Gadis memeluk erat Farah dari belakang.
"Karena cinta bisa merubah segalanya, Dis!" teriak Dio yang sedang mengantri salaman. Keluarganya akan pamit pulang, begitu pun sahabat Gadis yang lain.
"Hust.. sama suami nggak boleh gitu. Ayo sini berdiri yang benar, Opa sama Oma dan yang lainnya mau pamit pulang." Perintah Farel yang membuat Gadis melepas pelukannya pada Farah kemudian berdiri di antara Bunda dan suaminya.
"Satria jadi aneh, padahal belum sehari nikah." Gerutu Gadis sambil cemberut.
Wanita tua yang berdiri di depannya pun tersenyum lalu mengusap kepalanya lembut, "aneh gimana sayang?"
"Dulu dia nggak suka jahil begitu, Oma. Tapi lihat deh, daritadi dia rese. Godain Gadis mulu!" Rasti lalu memeluknya sambil sedikit tertawa.
"Oma juga baru tahu kalo dia jahil. Oma pulang ya? Atau Satria-nya Oma bawa pulang lagi?"
Gadis menggeleng.
"Kenapa?" Tanya Rasti sambil melepas pelukannya. Satria pun nampak menunggu jawaban yang akan istrinya berikan. Meski Rasti hanya mencoba bercanda, tapi Satria yakin bahwa istrinya itu tak menganggapnya begitu.
"Kan Satria udah Oma kasih buat Gadis, jangan diambil lagi. Nggak papa deh meski nantinya dia bakal jahilin Gadis mulu. Gadis sayang dia, Oma." Jawab si pengantin wanita tanpa ada ekspresi bercanda. Bahkan dia tak sadar, Satria tengah tersenyum bahagia di sampingnya.
"Satria juga nggak bakal mau meski dipaksa ikut pulang. Iya 'kan Satria?" Tanya Rasti dan hanya dijawab senyum dan anggukan kecil oleh cucu bungsunya itu. "Oma pulang ya? Jangan berantem sama Gadis."
"Iya, Oma." Jawab Satria. Lalu pemuda itu memeluk nenek yang telah susah payah telah merawat dia dan kedua kakaknya semenjak orang tuanya meninggal, "Oma, makasih banyak."
Rasti tahu, Satria kalo sudah mengucap terima kasih sambil memeluknya berarti Satria sedang melow, "jangan di sini. Malu sama istri kamu."
"Satria nggak nangis kok."
"Belum aja. Bentar lagi pasti iya."
Satria terkekeh lalu melepas tubuh Rasti lalu mengucap sayang pada wanita tua itu, "sayangnya kamu udah nggak utuh lagi," Rasti hanya ingin menggodanya.
"Satria bagi rata."
"Jangan percaya, Oma!" Lagi-lagi Dio dengan suara kerasnya dari arah belakang.
"Berisik! Sana pulang!" Kata Satria pada Dio.
"Padahal gue mau balas dendam. Pasti asyik!" Kata Dio.
"Opa, buruan bawa pulang Kak Dio. Dari tadi mulutnya rese." Satria memeluk Wira dengan sayang. Punggung pria tua itu tetap kokoh meski sudah tak muda lagi. Dialah sang pengganti papa baginya. Wira yang pendiam tapi hatinya amatlah lembut. "Opa, makasih."
"Buat apa? Kamu jadi Satria yang sekarang karena usahamu sendiri. Opa bangga sama kamu, jagain Gadis. Dia tanggung jawabmu sekarang, pada orang tuanya pun tanggung jawab pada Allah juga. Selamat sekali lagi, akhirnya satu lagi cucu Opa menemukan selimut hatinya. Jangan terlalu dingin sama Gadis ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
RomanceSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...