Satu ruang inap dua brankar, masing-masing diisi oleh Satria dan satu lagi adalah wanita yang sudah tertidur lebih dari dua puluh jam lamanya. Kata dokter, Gadis hanya tidur. Iya, Satria harap memang benar begitu. Pria itu sampai tak tidur, dan hanya memandangi istrinya yang masih saja enggan membuka matanya.
"Kamu juga butuh istirahat, tidurlah.. Ini sudah larut," Farah berbicara dengan begitu lembut pada menantunya. Wanita yang melahirkan Gadis itu sebenarnya sama cemasnya dengan sang menantu. Terbukti dari mata sembabnya akibat banyak menangis dan dia pun enggan untuk tidur.
Satria masihlah lemah dan berwajah pucat, namun semenjak sadar dari pingsannya dia belum mau mengalihkan pandangannya dari sang istri. "Bunda, kapan Gadis bangun? Andai dia sama dengan putri tidur dalam dongeng itu, yang sudah tidur ratusan tahun tapi sekali dicium dia bangun. Kenapa Gadis enggak ya bunda?"
Farah terkekeh, "kamu udah ketularan Gadis, kalo udah berandai-andai suka ngaco. Tidurlah, misal nanti dia bangun, bunda akan bangunin kamu. Ingat, kamu itu pasien juga."
"Bunda aja yang tidur, biar Satria yang jagain Gadis. Satria pengen lihat dia membuka matanya bunda, siapa tahu dia nyari Satria."
"Baiklah." Farah mengalah lalu berjalan ke arah sofa panjang yang ada di samping brankar putrinya. Membaringkan tubuhnya yang memang sudah lelah karena semenjak tahu bahwa Gadis hilang, dia hanya mondar mandir nyaris tak mau duduk barang sejenak.
Hening yang tercipta membuat Satria makin diburu rasa bersalah. Ini bukan istrinya banget. Gadis-nya tak pernah sesunyi ini. Dia ingin wanita itu bangun, dan dunianya berisik kembali. Tapi bagaimana caranya?
Terduduk, lalu menarik nafasnya berat. "Gadis, kamu kapan bangunnya? Mimpi apa sih? Tidurnya lama banget?"
Seperti tanpa sadar, Satria turun dari brankarnya lalu menggeser tiang penyangga infus miliknya agar lebih dekat. Brankarnya dan Gadis memang hanya terpisah sebuah nakas kecil, jadi tak perlu susah payah andai dia ingin mendekat.
Tangan Satria terulur untuk mengusap berulang kepala istrinya yang tertutup kerudung, "aku kangen kamu."
Duduk di kursi lalu merebahkan kepalanya di bantal yang sama dengan kepala Gadis, meski dia harus menahan rasa nyeri di perutnya, matanya terpejam sambil menyatukan jemarinya dengan jemari lentik milik istrinya. Hingga beberapa detik kemudian, Satria terlelap di samping istrinya.
***
"Wooaaaaaa bundaaaa!!!"Teriakan terdengar beberapa menit sebelum masuk waktu subuh. Wanita itu akhirnya bangun. Tapi kenapa dia berteriak?
Satria tersentak dan dengan susah payah membuka matanya yang baru beberapa jam saja dia pejamkan. Dua detik saja, Satria langsung menyadari bahwa istrinya telah bangun. Senyumnya pun terkembang menghiasi wajah pucatnya. Berkedip beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang dilihat oleh matanya benar adanya. Tanpa menunggu lagi dia peluk istrinya itu dengan erat.
"Aduuuhhhhhhh!" Satria mengaduh karena Gadis mencubit perutnya dengan amat keras hingga pelukannya terpaksa dia lepas.
"Satria ih! Ngapain peluk-peluk Gadis? Bukan mahram juga! Dosa tau!"
Ada apa ini?
Satria mengernyit. Tak peduli lagi pada rasa sakit di perutnya. Tapi... Ada yang aneh dengan istrinya.
"Bukan mahram?" gumamnya entah pada dirinya sendiri atau pada wanita yang sudah setengah duduk di brankarnya dengan wajah cemberut.
"Kita di mana sih? Kayak kamar rumah sakit? Gue atau lo yang sakit?" Gadis menoleh ke kanan dan ke kiri lalu mendapati Farah yang masih terlelap. Wanita itu mungkin benar-benar lelah hingga tak mendengar teriakan putrinya beberapa saat lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
RomanceSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...