"Tunggu!" Amar berlari mengejar wanita yang tadi dia selamatkan dari hujaman luka karena bertemu mantan calon suaminya. "Mbak Dena! Berhentilah!"
Di basement tak banyak orang, hanya deretan mobil yang terdiam di tempatnya. Dena mengayun langkahnya cepat, menulikan telinga pada apapun yang Amar teriakkan. Hingga pria yang nampak tak menyerah itu mendahuluinya dan menghadang langkahnya. "Lima menit saja, ku mohon!" kata Amar dengan nafasnya yang memburu.
"Bicaralah!" Dena yang galak seperti yang biasa pria itu lihat.
"Aku--" Amar mengatur nafasnya. "Aku serius untuk kata-kataku tempo hari--- dan hari ini. Apakah aku ada kesempatan?"
"Tidak!" Kata Dena tak mau banyak berpikir. Dia sudah pernah membangun asa setinggi langit tentang rumah tangga, tapi asa itu jatuh terhempas dan hanya tinggal puingnya saja. Dia tak mau mengulanginya. Tak mau. "Aku berterima kasih untuk hari ini. Tapi apapun yang kamu lakukan, aku tau ada maksud di balik itu. Bagiku, kamu sama saja dengan pria mana pun di dunia ini. Aku rasa itu cukup untuk membuat kamu mengerti dengan apa yang aku katakan. Permisi!"
Dena pergi, dan sungguh Amar terluka. Dia mendengar bunyi patahan dari dalam hatinya. Dia seorang pria, sesuka apapun dia pada wanita, dia tak akan memohon. Meski sakit. Iya, sakit sekali.
"Biarkan. Dia pergi, berarti bukan jodoh. Kamu tampan Amar, anak mami yang sholeh. Dia yang rugi. Udahlah jangan sedih, nanti hati kamu juga pasti akan sembuh. Untunglah akarnya belum dalam, masih bisa dicabut dan lain kali kamu bisa mencoba menanamnya lagi. Kamu kan insinyur pertanian, pasti itu mudah bagimu, hanya tinggal mencabut lalu menanamnya lagi," mulut Amar bergumam untuk menyemangati dirinya sendiri sambil pandangannya yang tak lepas dari Dena yang mulai meninggalkan basement dengan mobil merahnya.
"Baiklah. Ayo pulang! Melon dan yang lainnya lebih merindukanmu." pria itu pun berbalik dan menuju mobilnya. Dena? Dia tak mau mengejar dia yang memang tak mau dikejar. Bukannya tak mau berusaha tapi bagi Amar jika mereka jodoh maka akan ada saatnya. Seperti kata pepatah, jodoh tak akan kemana.
***
Gadis tersenyum melihat hasil jepretan kamera ponselnya. Satria yang tertidur adalah objeknya.
"Dia kalo tidur kayak bayi. Bayi? Aargghhh!" Gadis menutup wajahnya sambil menggeram lumayan keras. Hingga si bayi besar terbangun.
"Dis?" Satria terduduk sambil mengucek matanya dan kemudian menguap. "Kamu kenapa?"
"Hah? Nggak papa kok!" Gadis tersenyum aneh.
"Kok muka kamu merah?"
"Ah, kamu salah lihat kali. Kan kamu baru bangun. Mandi! Bentar lagi subuh. Eh tapi," jeda beberapa detik karena Gadis tersenyum dahulu sebelum melanjutkan kata-katanya. "Ini pertama kalinya aku bangun duluan sejak kita nikah. Sengantuk itu kah?"
"Hmm." Satria turun dari ranjang kemudian sambil lalu mengecup pipi istrinya sebelum menuju kamar mandi.
"Kalo aku, emang nggak bisa tidur!" Kata Gadis lirih saat pintu kamar mandi yang merenggut bayangan suaminya itu tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
Roman d'amourSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...