"Satria? Apakah masih lama nyampainya?" Gadis sudah bertanya dengan pertanyaan serupa beberapa kali sejak mendarat di bandara Internasional Lombok pagi ini. Meski sambil menahan kantuknya, istri Satria itu tak berhenti bertanya hanya selang beberapa menit saja.
"Ngantuk ya? Udah tidur saja, nanti aku bangunin kalo sudah sampai vila," jawabnya pada wanita yang tengah menyandarkan kepala di bahunya itu.
Semalam setelah kembali dari kediaman keluarga suaminya, Gadis tak bisa tidur lagi sampai adzan subuh berkumandang. Jadi, sepanjang perjalanannya dari bandara hingga Gili Trawangan dia hanya tertidur di bahu suaminya.
"Dis, udah sampai." bisik Satria pada ratunya yang hobi tidur itu.
"Lima menit lagi," Jawab Gadis masih terpejam. Dia tak membuka matanya barang segaris.
"Kalo aku gendong, kamu malu nggak?"
"Hmm?" Gadis mengangkat kepalanya. Perlahan membuka matanya, "apa?"
"Aku gendong sampai kamar."
Ketika matanya sudah terbuka sempurna, dia terkejut. "ini udah di depan vila om Albert?" melihat suaminya mengangguk dia tegakkan tubuhnya sempurna. "Apa aku tidur lama sekali?"
"Cukup untuk membuat bahuku kesemutan," Satria tersenyum geli kala istrinya malah cemberut lucu. "dan hoodiku basah." lanjutnya.
"Aku ngiler?" Gadis mengusap kedua ujung bibirnya. Tak menemukan apapun di sana lalu Gadis menempelkan hidungnya di hoodi yang menutupi bahu Satria, "kamu wangi kok!"
Satria makin tersenyum lebar melihat Gadis yang berhasil dia becandai. "Aku cuma bercanda, sayang. Kita turun yuk!"
"Ih Satria!" Gadis memukul pelan lengan suaminya. "Nggak temenan ah!" Gadis buang muka. Dia tadi sudah merasa malu setengah mati. Tapi ternyata Satria hanya mengerjainya.
"Kita kan emang bukan teman. Mana ada teman tapi bulan madu?" Satria terkekeh tampan saat Gadis menoleh padanya dengan menyipitkan matanya. "Ayolah kita turun, kasihan tau pak sopirnya yang nungguin putri tidur ini bangun."
Gadis lalu menatap pria paruh baya yang duduk di balik kemudi, aih dia makin malu. Lalu Gadis berbisik di telinga pria berhoodie hitam di sampingnya. "Kenapa nggak bilang kalo ada orang sih?"
Sekali lagi senyum yang dulu sering orang bilang langka itu terbit, "Istriku nggak nanya."
Bapak sopir kepercayaan Albert yang menjemput mereka di bandara, mencoba tak memperhatikan dari spion pada awalnya, namun mau tak mau melirik juga interaksi pengantin baru itu. "Bapak nggak lihat kok, Nona." Satria memang melarang pria paruh baya itu untuk turun dan membuka pintu untuknya. Dengan alasan pasti akan membutuh waktu beberapa saat untuk membangunkan istrinya.
Gadis memeluk Satria lalu bergumam, "bapak bilang gitu, berarti dia lihat." wajah yang menempel dada Satria itu pasti sedang cemberut lucu, kiranya itulah yang Satria bayangkan dalam benaknya. Gadis tak pernah berhenti membuatnya gemas.
"Turun sekarang, kita udah kelamaan di mobil," tangan Satria membenarkan letak kerudung dan mencoba memasukkan beberapa anak rambut istrinya yang keluar. "Kalo ngantuk bisa lanjut tidur di kamar."
Alih-alih mengantuk mata Gadis justru terbuka lebar sempurna kala kakinya mulai menapaki bangunan megah milik ayah Mayang, kakaknya. Rasa kantuknya sirna oleh rasa kagumnya pada vila pribadi yang terletak di pinggir pantai terbaik selain pantai-pantai di Bali.
"Kenapa dulu mereka nggak bulan madu di sini saja sih? Malah ke Bali." tanya Gadis entah pada siapa? Mungkin hanya menggumamkan apa yang membuat otaknya penasaran.
Tapi di luar dugaan Satria berbaik hati menjawabnya, "waktu itu masih di renovasi. Kita yang pertama menginap di sini. Itu kamar kita!" Satria menunjuk pintu di cat warna coklat tua dan Gadis langsung mengayunkan langkah cepat ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
Lãng mạnSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...