Suara gesekan keras antara ban mobil dan jalan beraspal terdengar di antara bentrokan yang terjadi di sepanjang jalan yang harusnya ramai kendaraan jika tidak terjadi keributan seperti saat ini. Sang pengemudi mobil itu hanya dalam hitungan detik sudah menapakkan kakinya dengan setengah berlari di atas aspal ketika hatinya sudah tak tenang sejak pria yang tergeletak bersimbah darah di samping ban mobilnya itu menghubunginya beberapa menit yang lalu. Meski sebelum dia diteriaki permintaan tolong__Amar, sang pengemudi mobil sudah memacu kendaraannya untuk memastikan keadaan temannya yang akhir-akhir ini sering dia hubungi. Dari pembicaraan singkat mereka, Amar sudah tahu bahwa temannya itu sedang bermasalah.
"Innalillahi. Satria!! Lo kenapa??" tubuh tengkurap di jalanan itu segera Amar balikkan dan menepuk pipi Satria agar merespon. "Demi Allah Satria, jangan mati dulu! Istri lo mana?! Buka mata lo!!!!" Amar mulai dilanda kecemasan, menyugar rambutnya tanda dia sedang gusar. Apalagi di sampingnya ada taksi yang sudah pecah kacanya di sana sini, terlebih lagi sang sopir taksi itu entah pingsan entah meninggal di balik kemudinya.
"Ambulance!" Seru pria itu lalu merogoh ponselnya ketika mobil siaga itu yang terlintas di pikirannya. Dengan nada kecemasan, pria itu menyebut alamat di mana dia berada.
"Buka mata lo, Sat!" Amar tepuk lagi pipi pucat itu. Lalu pandangannya teralih pada perut Satria yang masih mengeluarkan darah. Tapi dia bisa apa selain merapalkan doa sambil menahan tangisnya. Sungguh malang sekali nasib pria yang baru pulang dari bulan madu itu. "Sat, istri lo. Gadis, dia kemana?" tanyanya lirih.
Sepertinya Amar mengucap password dengan benar. Begitu menyebut nama Gadis, Satria perlahan bergerak Dan membuka matanya.
"Gadis... "
Amar tersenyum ketika Satria mulai ada respon. "Bocah!!!! Lo baik-baik aja kan? Perut lo sobek, jangan gerak dulu!"
"Bang... Istri gue.. "
"Lo tenang. Gue udah telfon polisi waktu jalan ke sini tadi. Itu bentrokan juga udah pada capek kali, mereka bubar." Amar berkelakar. "Lo ada bentrokan bukannya balik arah!"
Satria memaksa duduk meski tangannya masih memegangi perutnya yang dia tahu pasti sedang tak baik-baik saja. "Ini bukan ulah mereka. Ada orang lain yang ngincer gue. Ponsel gue bang, tolong... mungkin masih di taksi."
Amar berdiri dan segera membuka pintu taksi. Benda itu benar masih ada di jok belakang. "Ini bukan perampokan?!" kesimpulan Amar sambil menyerahkan ponsel pada pemiliknya.
"Mereka ngincer nyawa gue, dan Gadis." sakitnya melebihi rasa sakit yang disebabkan tusukan pisau itu, ketika bibir Satria menyebut nama istrinya. Kamu dimana sayang?
Mendial nomor seseorang lalu seperti mengadu saja nada bicara ketua BEM itu pada orang di ujung telfon sana. "Om.. tolongin Satria! Gadis dibawa pergi sama mereka."
"Obati dulu perut kamu. Biar om yang cari. Nanti Ibram yang ke sana, om lagi nggak di Jakarta."
"Iya om. Terima kasih sebelumnya. Tapi pasti ketemu kan?"
"Mohon itu bukan sama Om, tapi Allah. Bantu om sambil doa.. sama yakin, Gadis pasti baik-baik saja. Oke? Jangan nangis. Malu lah, ketua BEM masak nangis?" Pria berumur setengah abad lebih itu seolah tau dan tergambar wajah Satria yang menahan tangis lewat nada bicara anak bungsu dari sahabatnya itu saat memohon padanya.
Meski seorang pria, Satria punya kelenjar air mata juga kan? Jika wanita yang dia cintai tiba-tiba hilang dan tak tahu ada dimana pastilah kelenjar itu berfungsi sebagaimana mestinya.
"Bang, gue harus apa?" Tanya Satria pasrah. "Gadis, bang! Bisa mati gue kalo dia kenapa-napa."
"Bucin bener sih lo? Lo, punya Tuhan. Jangan nyetir Tuhan kayak gitu. Apa mau lo? Serukan dan mohon selayaknya hamba yang bergantung padaNya. Lo bukan Satria yang gue kenal tau nggak? Tuh ambulance datang, lo harus segera diobatin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
RomanceSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...