Gadis menuruni tangga rumahnya, masih dengan piyama bermotif kucing melekat di badannya berjalan menuju dapur.
"Pagi Bunda!" Gadis menguap dan duduk di salah satu kursi yang ada di sana. "Wangi banget. Bunda masak apa?"
"Rendang. Bunda masak banyak, nanti tolong antar ke Satria ya."
Gelas yang tadi berisi susu coklat di depan Gadis kini sudah kosong karena dia meneguknya hingga tandas, lalu dia kembalikan gelas itu ke tempatnya semula. "Kenapa? Apa Satria minta ke Bunda?"
Farah menggeleng sambil tersenyum, mematikan kompor lalu melepas celemek yang dia gunakan. "Satria nggak minta. Tapi Bunda yang pengen ngasih." Farah duduk di kursi yang berhadapan dengan putrinya. "Kamu nggak ke kampus?"
"Ke kampus Bund, akhirnya anak-anak mau nganterin Gadis ke kantor BEM. Padahal Gadis udah nggak semangat bikin bazarnya. Mereka malah kompak mau nganter. "
"Bunda perlu ikut nganter nggak, barang kali Bunda sreg buat jadiin ketua BEM-nya mantu Bunda." Farah terkekeh. Lalu memberikan roti yang sudah dia olesi selai coklat kepada putrinya yang masih muka bantal itu.
"Bunda apaan sih? Mana mau ketua BEM sama Gadis. Kami pasti bagai bumi dan langit." kata Gadis di sela kunyahannya.
Seseorang datang memberi kecupan di puncak kepala Gadis lalu bergantian mengecup pipi Farah. "Selamat pagi para peri-nya ayah. Lagi ngobrolin apa?"
"Kopinya Yah!" Farah menyuguhkan kopi yang sudah sejak lima menit tadi dia buat untuk suaminya yang sudah lengkap dengan pakaian kerja.
Farel__ayah Gadis mengucap terima kasih pada istrinya, kemudian menyesapnya.
"Ngobrolin ketua BEM yang pengen bunda jadiin mantu." kata Farah mengedipkan satu mata pada suaminya.
"Oh. Gadis-nya mau nggak sama Sat--eh, maksud ayah sama ketua BEM-nya?"
Gadis tertawa lucu, kenapa si ayah ikut-ikutan bundanya yang halu. Lalu dia jadi teringat sesuatu dan menghentikan tawanya, "emm.. Ayah, Bunda. Gadis pengen cerita."
Kedua orang tua yang masih terbilang muda itu saling pandang, tumben putri mereka memasang tampang serius gitu. "Ada apa sayang?" Tanya Farel, dia bahkan meletakkan ponsel yang baru saja dia sentuh. Dia mode senyap agar bunyi notifikasi pesan tidak mengganggu putrinya yang sedang ingin berbicara serius. Sepertinya sih begitu.
"Masak kemarin tuh pas Gadis jenguk Andara, Satria ngajak Gadis nikah." Tanpa beban seperti Gadis yang biasanya. Pembicaraan yang serius tapi berasa biasa saja.
"Lalu? Gadis mau nggak?" Tanya sang ayah. Di sampingnya, Farah juga nampak penasaran dengan jawaban apa yang telah sang putri berikan.
Sambil memasukkan potongan roti terakhir ke mulutnya gadis itu menggeleng. "Gadis masih takut Bunda."
Mendengar jawaban putri mereka, Farah dan Farel saling pandang. Mereka tak bisa apa-apa jika kata takut sudah terucap dari putri semata wayang mereka itu. Tak mudah memang jika melupakan hal buruk di masa lalu. Apalagi menikah hanya sekali seumur hidup.
"Gadis suka Satria. Tapi rasa takut Gadis lebih besar Bund." Gerutuan Gadis membuat sepasang orang tuanya tertawa.
"Kalau takut, biarin aja Satria-nya menikah sama gadis lain." Ucap Farel santai kemudian menyesap kopinya yang mulai mendingin.
"Gadis patah hati dong, Yah?" sahut putrinya sambil merengek.
"Ya mau nggak mau, harus begitu Sayang. Kasihan Satria kalo harus nunggu Gadis sampai tua. Ayah boleh kasih saran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBIT
RomanceSpinoff Mayang Senja. Satria Rangga Prawira, pemuda bersifat dingin dan datar, tapi ganteng. Dia menjabat sebagai Ketua BEM di kampusnya. Diidolakan banyak mahasiswi dari maba hingga mahasiswi tingkat akhir. Tapi harus pontang-panting mengejar satu...