Doa Yang Sama

3.8K 624 120
                                    

Ada yang aneh dengan Satria. Itulah yang ada di pikiran kedua kakak pemuda itu, Dena dan Dio. Bahkan mereka tumben akur untuk mendiskusikan hal itu. Adik mereka yang sejak kecil sudah mendapat julukan Es Balok dari kedua kakaknya itu, malam ini pulang ke rumah dengan senyum yang langka dan mahal miliknya.

Ini sudah terlambat sekali untuk makan malam, karena memang sengaja menunggu si bungsu itu pulang. Hidangan sudah tertata rapi di meja sejak tadi. Satria yang sudah nampak segar dan berganti baju, turun dari lantai dua dengan membawa kotak bekal makan berwarna pink bergambar Hello Kitty di tangannya.

"Kak, minta tolong panasin ini bentar." Pintanya pada Dena yang sedang menumpuk piring untuk dibawa ke meja makan.

"Ini apa?" Tanya Dena.

"Makanan khas Indonesia yang pernah dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia." Satria mengambil alih piring dari tangan kakak perempuannya yang makin yakin bahwa Es Balok itu sangat aneh.

"Dek, ini dari siapa? Pasti perempuan? Warna pink dan Hello Kitty pula? Siapa?" Tanya Dena yang sudah tak bisa menahan rasa penasarannya. Kemudian dia membukanya. Aroma rendang menguar menusuk hidungnya hingga dia bersorak senang. "Rendang? Favorit kakak!" Katanya.

Satria tersenyum sambil menata piring di meja yang tak jauh dari Dena berdiri. Setelah semua piring sudah tertata di tempatnya, Satria mendekat pada Dena yang mulai memasukkan wadah makan itu ke microwave.

"Itu dikasih sama Bunda Farah."

"Bundanya Gadis bukan?"

"Iyalah. Emang Satria kenal berapa banyak Bunda?" Satria memasukkan kedua tangannya pada kantong celananya, berdiri bersandar pada meja makan.

"Kamu maen ke sana lagi?"

"Nggak. Gadis tadi yang bawain ke kampus. "

Dena tersenyum menggoda, "jadi, dari semenjak pulang tadi kamu senyum mulu itu karena rendang?"

Satria ketahuan. "Siapa yang senyum mulu?"

"Iya kamu. Cerita!" Dena memang begitu, tipe seorang kakak yang tak memberi pilihan selain menuruti apa maunya.

Satria yang sudah hafal betul perangai kakak perempuan satu-satunya itu, mulai menggaruk pelipisnya yang tak gatal itu sambil mencari kosa kata yang akan dia rangkai guna menghapus rasa penasaran Dena.

"Jadi, tadi itu Satria lamar Gadis lagi."

Wanita berusia tiga puluh tahun itu langsung tersenyum hingga deretan gigi putih terawat miliknya terlihat sempurna. "Pantaslah ceria bener tuh muka. Menang tender rupanya!" Dena tergelak.

"Lebih dari itu."

"Lalu apa dong?"

"Pokoknya lebih." Satria tak ingin bicara banyak. Tak ingin melukai hati kakaknya andai dia menjawab panjang lebar. Di usianya sekarang, Dena belum menikah. Jadi Satria tak ingin salah bicara. "Kak Dio dan istrinya mana?"

"Paling dia lagi modusin istrinya. Tadi Andara di sini sama kakak, tiba-tiba dia panggil suruh ke atas." Lalu pada detik berikutnya, Dena berteriak cukup keras memanggil  adik keduanya. Itulah Dena. Berteriak adalah cara kerjanya. Itulah kenapa Dio menjulukinya Mak Lampir.

Satria sedikit tersenyum melihat Dio yang turun dari tangga dengan muka kesalnya, diikuti Andara yang berjalan di belakangnya sambil tersenyum pula. Mungkin Andara sudah terbiasa dengan interaksi Dena dan suaminya itu. Tak seperti di awal pernikahannya, saat pertama kali bertemu Dena pun dia takut seperti apa yang Gadis rasakan waktu melihatnya di bandara. Tapi apa yang seperti Dena katakan, dia hanya galak pada pria terutama kedua adik tampannya.

Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang